GOTH #4
Title : GOTH
Author : Duele
Years : Maret 2014
Genre : Drama,
Romance, Smut, sort of BDSM.
Rating : NC17+
Chapter : 4/6
Fandom : Dir en grey
Pairing : Kyo x Toshiya, Kaoru x
Toshiya
Disclaimer : Tsumi no Kisei – Dir
en grey
*****
Beberapa
hari kemudian, terdengar berita bahwa kekasih Toshiya akan pulang. Kyo
mengetahui hal ini dari Shinya yang tak sengaja membicarakannya dengan Die
kemarin. Walau Kyo tidak terlalu memikirkan hal itu, karena Kyo sudah mengambil
keputusan untuk mengakhiri hubungan perselingkuhan mereka dan melupakannya.
Malam
itu Toshiya memintanya datang ke apartmennya. Seperti biasa Kyo menemaninya
tidur. Ketika selesai, Kyo ingin cepat-cepat pergi dari sana.
“Kau
kenapa?” Tanya Toshiya.
“Tidak
apa-apa.”
“Kau tidak
seperti biasanya.”
“Perasaanmu
saja.”
“Kau
ada masalah?”
“Tidak
ada.”
Kyo
mengambil gespernya yang tergeletak sembarang di lantai. Juga kaosnya yang
tergolek lunglai.
“Kyo,
sebenarnya ada yang mau kubicarakan.” Toshiya menurunkan selimutnya.
“Aku
juga.”
“Katakan.”
“Kau
saja duluan.” Kyo memancingnya.
“Anu…”
sepertinya Toshiya gugup. “Ini soal kekasihku.”
Benar,
batin Kyo.
“Dia
akan pulang, kupikir…”
“Kalau
begitu kita akhiri ini.” Kyo memotongnya.
Toshiya
melihatnya dengan mata yang terkejut. Aneh.
“Kekasihmu
kan sudah mau pulang, kau bisa mendapatkan apa yang tidak kau dapatkan darinya
sekarang. Jadi kita akhiri saja.” Kyo mengambil tasnya dan mengambil sesuatu
dari tasnya, “Aku tidak akan ke sini lagi.” Ia meletakan kunci duplikat
apartmen Toshiya di atas meja. “Aku pergi.” Pamitnya.
“Tunggu!”
Toshiya menarik lengannya, Kyo tertegun. “Kenapa kau mau pergi?!”
“Bukankah
semuanya sudah selesai?” Kyo melepaskan pegangan Toshiya lembut. “Kita hanya
teman tidur. Tak lebih.”
*****
Kyo
mematikan ponselnya sejak keluar dari apartmen Toshiya. Walau pun ia tak yakin
Toshiya akan menghubunginya, tetapi Kyo benar-benar tidak mau diganggu oleh
siapa pun sekarang. Dan mungkin saja sekarang Toshiya sedang bersama
kekasihnya.
Kelas
bubar, Kyo menuju ruang penyimpanan untuk menyimpan hasil proyeknya yang
berhasil lulus. Di lantai itu Kyo menoleh ke arah kamar mandi yang terletak di
ujung koridor. Kyo berjalan ke sana. Saat ia masuk dan melihat toilet sepi ia
sedikit kecewa. Baru kemarin rasanya dia dan Toshiya bercinta di toilet ini.
“Ck!”
Kyo mendecak sebal. Kenapa harus mengingat hal-hal yang seharusnya ia lupakan?
Kyo
keluar dari toilet itu, tapi ia terkejut saat Toshiya muncul di sana. Tanpa
bicara ia mendorong masuk Kyo ke dalam toilet dan menariknya ke dalam bilik.
Toshiya memaksa melepaskan gespernya yang kali ini ditolak oleh Kyo.
“Toshiya!”
“Aku
tak percaya kau menolakku!”
“Kubilang
berhenti!”
“Argh!”
Toshiya
meringis ketika Kyo mencengkram kedua pergelangan tangannya dan memuntirnya ke
belakang.
“Aku
bilang berhenti.”
“Kyo…”
Kyo
melepaskannya, tubuh Toshiya merosot jatuh ke lantai. Kyo melihatnya dengan
mata yang dingin.
“Aku
tidak mau berakhir.” Gumam Toshiya. Sayang Kyo tak jelas mendengarnya. “Kyo…”
“Berhentilah.”
“Tidak
mau.” Kali ini Toshiya menangis.
Ada
perasaan sakit menyusup ke dalam hatinya saat Kyo menyaksikannya. Sama seperti
tangisan pilu yang ia lihat tempo hari. Tapi Kyo bukan kekasihnya dan hubungan
mereka pun sudah berakhir, itu cukup baginya!
Kyo
melangkah pergi, tapi Toshiya menahannya. Ia menggenggam tangan Kyo sehingga
pria itu berhenti. Namun Kyo tak menghiraukannya. Kyo sungguh tidak mau
terlibat dengannya lebih dari ini.
“Aku
tidak akan mengganggumu lagi asalkan kau memberiku satu kesempatan lagi.”
Ujarnya.
Kyo
menoleh ke arah Toshiya. Ia menggeleng pelan dan melepaskan pegangannya lalu
berjalan ke arah pintu. Toshiya menyerah, ia tidak bisa menahan kepergiannya. Rasanya
aneh jika menyadari bahwa kini ia yang dicampakan. Walau pun ini bukan perasaan
yang baru baginya, tapi…
“Toshiya…”
Toshiya
menengadah dan mendapati Kyo kembali padanya.
“Kyo…”
Rasanya
ingin memeluknya.
*****
Seketika
ruangan itu menjadi ruangan panas yang disekililingi bara api. Bara api antara
hasrat dan gelora dari kedua manusia yang tengah menyatu dalam peluh. Nikmat
cinta bercampur dengan mani yang tak tertahankan melonjakan perasaan mereka
satu sama lain.
Tidak
ada kebohongan saat keduanya mengeluarkan sifat aslinya, Toshiya yang ingin
direngkuh atau pun Kyo yang sangat ingin memilikinya. Waktu seolah begitu
singkat dan sangat berharga untuk disia-siakan. Mereka tak ingin sedetik pun
berlalu dalam kebisuan, dan menyanggahnya dengan lenguhan-lenguhan yang
panjang.
Kyo
sepertinya akan membunuhnya dengan cara ini. Toshiya sesak nafas dan mulai
lemas. Kyo sama sekali tidak menghentikan aksinya hingga ia puas. Tapi Toshiya
tidak melawan, sama sekali. Dia membiarkan Kyo mencekiknya dan menyetubuhinya
bersamaan. Ada rasa nikmat di antara sakit yang ia rasakan, itulah sebabnya
Toshiya tak mampu melepaskannya. Sesuatu ternikmat yang pernah dia rasakan
selama melakukan senggama dengan Kyo, adalah ketika pria itu mencapai klimaks
dan nafas Toshiya hampir terputus dengan sengatan lain dalam perutnya. Seketika
saja Toshiya merasa hidup dan mengawang di satu tempat. Toshiya memejamkan
matanya.
“Toshiya…!”
Kyo memanggilnya. “Toshi..!”
Ketika
Toshiya membuka matanya, ia senang sekali. Ia masih hidup dan mendapati Kyo
memanggil namanya, “Kyo…” ia mencoba menggapai pria itu dengan sisa tenaganya.
Kyo mencondongkan kepalanya, mencium lehernya yang berkeringat. Rasanya masih
belum puas.
“Toshiya…”
lalu Kyo membisikan sesuatu.
Namun
hal yang selanjutnya terjadi akan mengubah keadaan ini selamanya. Ketika pintu
kamar mereka terbuka dan berdiri seorang pria di sana. Kyo dan Toshiya menoleh
bersamaan. Mata mereka membelalak melihat orang lain di tempat itu. Terlebih lagi
Toshiya. Pemuda itu mendadak panik dan melepaskan pelukannya dari Kyo. Kyo
sendiri langsung melompat dari tempat tidur ketika pria itu melihat ke arah
mereka dengan mata dingin. Toshiya menarik selimutnya dan menepi ke pinggir
ranjang.
Kyo
balas menatap pria berambut panjang itu dengan tatapan yang sama; dingin. Ketika
pria itu melangkah masuk, rasanya udara di sekitar ruangan itu membeku. Toshiya
sama sekali tidak bergerak dari sana. Pria itu mendekat dan berhadapan dengan
Kyo sekarang. Wajahnya bengis namun sekaligus tak berekspresi. Pria itu melirik
Toshiya sejenak kemudian menatap Kyo lagi dan berkata, “Kau boleh pulang
sekarang.”
Rasanya
kaki Kyo gemetar ketika mendengar suara pria ini untuk pertama kalinya. Seperti
suara ancaman dan peringatan yang setiap saat bisa membunuh Kyo kapan saja.
Tapi, Kyo tidak mau pergi.
“Aku
tidak bisa pergi,”
“Urusanmu
sudah selesai,” suaranya terdengar sopan.”Benar, kan, Toshiya??”
Toshiya
bergidik. Ia sama sekali tak berani melihat ke arah kedua pria itu. Tetapi
suaranya terdengar.
“Kyo,
pulanglah.”
*****
Sudah
beberapa hari Toshiya tidak muncul. Baik di kampus mau pun di tempat biasanya
ia berkumpul. Shinya pun bungkam, seperti tak terjadi apa-apa. Tetapi Kyo tahu
Shinya menyembunyikan sesuatu. Setiap kali bertemu pandang dengannya, Shinya
selalu menghindar. Hingga suatu ketika, Kyo bertemu dengannya secara tak
sengaja dan mengobrol dengannya. Awalnya obrolan itu menyinggung masalah
Toshiya sama sekali, tapi di lain kesempatan Shinya memberitahukannya sesuatu.
“Toshiya
katanya mau cuti kuliah.” Ujarnya.
Kyo
tercenung sebentar, “Ooh.”
“Tapi
kurasa dia akan segera berhenti kuliah.”
Kyo
diam saja.
“Apa
Kyo-san tidak apa-apa?”
“Memang
aku harus kenapa?”
Shinya
berwajah bingung. Tapi Kyo seolah ingin menjawab pertanyaan di wajah Shinya
dengan sikap tak acuhnya. Kyo tak ingin peduli lagi. Tidak ingin terlibat lagi.
*****
Tetapi
semakin ingin ia melupakan Toshiya, justru puing-puing kenangan bersamanya
muncul dan menancap di kepala Kyo. Walau mulut dan pikirannya berusaha untuk
menghilangkan keberadaannya, namun hati dan perasaannya mengatakan bahwa sosok
itu sudah masuk dan mengambil alih isinya.
Tapi
jika benar Toshiya telah memantapkan hatinya untuk meninggalkan segalanya dan
pergi dengan pria itu, tak ada lagi yang bisa Kyo lakukan.
Truurr!
Truuurr!!
Kyo
terusik ketika ponselnya bergetar. Dengan malas ia mengambil ponsel yang
tergeletak di atas meja di sebelah tempat tidurnya. Namun spontan dia bangun
dari tidurnya ketika melihat nama sang pemanggil.
“Toshiya…?”
“Kyo…”
Rasanya
sekujur tubuhnya membeku, Kyo tak bisa bergerak dari sana dan perhatiannya
terpusat ke telinganya. Mendengarkan dengan seksama suara Toshiya yang sudah
tidak ia temui hampir dua minggu ini. Kyo mampu merasakan dadanya berdenyut tak
beraturan saat itu.
“Kyo…?”
“..
ya..”
Wajah
Kyo tertunduk lesu. Seluruh urat sarafnya mendadak melemas seketika. Kali ini
Kyo tak bisa mengendalikan dirinya. Jika bisa, mungkin ia akan mengumpat
ratusan kali karena pengkhianatan perasaannya.
“… aku rindu.” Kata Toshiya.
Tangan
Kyo mengepal. Kyo bisa gila.
“Kyo…” suaranya terdengar pelan sekali. “bisakah aku menemuimu?”
“…”
“Sebentar saja…”
Mungkinkah
Toshiya mengetahui bagaimana cara membunuh seseorang hanya dengan sebuah
kalimat?
“Kyo,”
“Kau
di mana?”
“Buka jendela kamarmu. Aku di luar.”
Kyo berlari
membuka tirai jendelanya, matanya membeliak ketika melihat sosok tinggi itu berdiri
di sudut gelap ujung jalan. Ia melambaikan tangannya pelan.
Ia
membiarkan pria itu masuk. Toshiya terlihat pucat, bibirnya memutih tak jingga
seperti biasanya. Matanya sayu, seperti kurang tidur. Kini dia duduk di lantai
menghadap meja kecil di ruangan itu. Toshiya tidak seperti biasanya.
“Apa
yang kau lakukan di luar?” tanya Kyo seraya menaruh secangkir kopi panas
untuknya.
“Aku
hanya lewat, hehe…” asap putih memuai dari mulut Toshiya saat ia menjawab. Kyo
tertegun, memandanginya. Ketika Toshiya memegang cangkir kopinya, Kyo sempat
melihat jemarinya gemetaran. Tetapi kemudian Kyo menenggelamkan pandangannya
pada cangkir kopinya sendiri.
“Kyo…,”
suara Toshiya kembali terdengar. Kyo menatapnya. Mata mereka bertemu,“…aku mau
pamit.”
Sunyi.
Kyo
berpikir, sesuatu yang tak bisa ia lampaui lebih dari ini. Bahkan ketika
Toshiya mengucapkan ‘selamat tinggal’
yang seharusnya menjadi hal yang biasa baginya karena sejak awal tak ada yang
spesial. Tetapi,
“…ya.”
Sulit bagi Kyo untuk mengatakan ‘tidak’.
Tanpa
menyentuh kopi buatannya, Toshiya pergi. Seakan perpisahan ini seribu kali jauh
lebih pahit. Entah. Toshiya seperti tak ingin meninggalkan jejak pertemuannya
dengan Kyo saat itu.
Setengah
jam berlalu. Kyo masih tertahan di pintu depan, memandang lengangnya suasana
setelah Toshiya menghilang, ia mendesah. Sampai akhirnya Kyo memutar knop pintu
dan membukanya perlahan. Ketika sinar lampu dari ruangan Kyo perlahan menyinari
sisi gelap dari balik pintu tersebut, nafas Kyo tercekat. Toshiya, di sana.
Duduk membeku menghadap pintunya dan menyudahi tangisnya. Saat kedua mata
mereka bertemu, Toshiya tertawa kecil; getir. Namun kembali layu dan terendap
dalam luka.
Ada
keping-keping cinta yang tidak bisa mereka bantah. Perlahan menyatu dan
tersusun. Tetapi sekali angin bertiup, puingnya berserakan. Jika bisa menata
kembali, mungkin mereka akan menatanya. Sayang sebagian kepingan itu
tersembunyi dan menghilang. Rasanya tak lengkap.
Perih.
*****
Seminggu
berlalu setelahnya. Toshiya pergi dari kehidupannya tanpa sekelenting kabar.
Kyo kembali pada rutinitas membosankannya yang kian hampa. Ia pun jarang bicara
dengan Shinya sejak acara festival berakhir. Kyo kembali menjadi dirinya yang
lama, penyendiri dan gelap.
Suatu
hari, untuk pertama kalinya semenjak mereka tak bicara, Shinya muncul dan
membuat Kyo ternganga dengan pertanyaannya. Sekalimat yang membuat Kyo
mengerutkan keningnya berulang kali saat Shinya bicara.
“Kau
tahu Toshiya ke mana?”
Kyo
sama sekali tidak paham kenapa Shinya bertanya padanya. Kenapa Shinya tak
menanyakan hal itu langsung pada Toshiya, atau kekasihnya, yang tak mungkin
Shinya tidak mengenalnya. Tetapi, akhirnya Kyo menyadari sesuatu yang tak
beres. Bukan hanya Shinya yang mencari jejak Toshiya, namun pria kekasih
Toshiya yang bernama Kaoru itu juga.
Ketika
Kyo bertatapan muka dengannya untuk yang kedua kalinya. Tak ada satu pun dari
mereka yang berharap pertemuan semacam ini, bahkan batin Kyo pun meludah jijik.
“Di
mana Toshiya?”
“Kenapa
bertanya padaku?”
“Kau
orang terakhir yang bertemu dengannya?”
Kyo
menahan nafasnya. Matanya menatap rendah Kyo.
“Aku
sudah tidak ada urusan lagi dengannya. Aku tidak tahu di mana dia.” Jawab Kyo.
Tetapi pandangan mata Kaoru menjadi lebih kecil. Seolah sedang mengamati mimik
wajah Kyo lekat-lekat. Memindahkan memori air muka kejujuran atau kebohongan
atas jawaban Kyo ke dalam memori kepalanya. Tapi satu hal yang Kyo ketahui,
Kaoru tak suka dengan jawabannya.
“Kau-lah
alasan kenapa dia pergi.”
Kyo
tertegun. Sadar atau tidak, Kyo merasa dadanya berdegup hebat saat itu. Mengingat
kembali kejadian terakhir yang ia lihat ketika Toshiya mengatakan selamat
tinggal. Kyo menyesal.
“Jadi,
di mana Toshiya?” pertanyaan itu sekali lagi membuyarkan segalanya. Kyo
tersadar akan laranya dan berakhir membisu. Tetapi sebersit kekuatan mengelak
atas tuduhan yang ditujukan padanya, membuatnya tak gentar menjawab. “Aku tidak
tahu.”
“Oh.”
Kaoru mengangguk-angguk. “Baiklah kalau kau memilih cara lain untuk bertanya.”
Kyo
sadar, pria ini adalah tipe berbahaya. Namun dia sudah terkurung dan terjebak
bersamanya di sini. Bersama beberapa orang yang kemudian muncul entah dari mana
dan dengan maksud apa.
“Kau
yang tahu di mana Toshiya.” Kaoru menengok padanya dengan sengit.
“Aku
tidak tahu…” Kyo merendahkan suaranya.
“Bukan
itu jawaban yang aku maksudkan.”
“…
aku tidak tahu.”
Untuk
terakhir kalinya Kyo menjawab, saat itu jugalah terakhir kalinya dia sadar.
To be
continue….
fanficnya keren2, follback mba :)
BalasHapusHai, Van...
HapusDuh, sorry baru balas. Baru ngecek blog *teary*
Makasih ya udah dibaca. Anuu... mau follback dirimu, tapi gada tombolnya, piye? :O
waahh samasama kaka xD
BalasHapusehh ia tah? :o di bawah ada, tinggal di follow saja, jamak si blognya msh blum rapih XD
Hoo, yg Google+ ya?
HapusOke, sudah follback :)