expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Follow me

16 Juli 2013

EXODUS (Part 17)



Title : EXODUS
Author : Duele
Finishing : Juni-Juli 2013
Genre : Fantasy, Action, AU
Rating : PG15
Chapter(s) : 17/on going
Fandom(s) : Dir en Grey, Hakuei (Pennicilin), Hyde, Uruha (The GazettE)
Pairing(s) : DiexShinya
Note Author : I lost my mind for a while. Fuh! Thanks to GOD I can continue this story. For you guys, thanks for keep patient and reading :)





****

Shinya terbangun dengan sekujur tubuh lemas. Ia mendapati dirinya terbaring pada sebuah dipan kecil dengan selimut bulu yang begitu hangat. Jika ia perhatikan kini ia berada di sebuah tenda. Shinya mampu melihat cahaya dari obor yang ada di luar. Bayangan beberapa prajurit yang berjalan di luar terlihat jelas.

Shinya bangkit dari sana, mengambil jubah merahnya dan mencoba mengintip situasi. Namun ia tak menyadari selama dia mengintip seseorang masuk ke dalam tenda tersebut.


“Apa yang kau lihat?”

Kontan saja Shinya terlonjak ketika melihat seorang pria berambut emas berdiri di depannya. Ia masih mengenakan pakaian zirah besi yang berkilau. Tubuhnya tinggi dan gagah. Wajahnya tampan dan terlihat ramah. Dia menenteng topi besi dan menaruhnya di meja kecil di tengah ruangan tenda.

“Apa lukamu sudah sembuh?” tanyanya lagi melihat Shinya yang sepertinya ketakutan menempel pada bilik tenda. Lelaki itu tersenyum. “Aku tidak akan melukaimu. Aku menemukanmu di tengah-tengah peperangan kami.”

Oh, ya! Shinya ingat sekarang. Terakhir yang terjadi pada dirinya adalah saat ia terdampar pada peperangan di medan pertempuran kemarin.

“Apakah kau seorang tawanan?” tanya pria itu. “Karena kutahu pasukan kegelapan sering menculik anak-anak perawan dan menawan mereka untuk tumbal para penyihir.”

Shinya masih tidak bicara. Lelaki itu duduk di sebuah kursi kecil, masih dengan senyum yang menghias di bibirnya lelaki itu kembali berdiri dan mendekati Shinya yang tidak bergerak dari sana.

“Siapa namamu?” tanyanya, namun ia berhenti dan memberi jarak di depan Shinya agar ia tidak terlalu takut. “Aku Yoshi. Yoshiki.” Katanya mengulurkan tangannya yang terbalut sarung tangan.

Shinya menatapnya dengan ragu. Namun ia menyambut uluran tangan pria berwajah tampan itu.

“..Shi..nya..”

Tak lama seorang prajurit masuk dan melaporkan keadaan genting.

“Yang Mulia, tabib Zai sekarat. Sekarang kita kekurangan tabib karena tabib Zhou dan Tse tewas dalam pertempuran kemarin.”

Pria itu kelihatan agak kebingungan. Shinya memperhatikannya dan memiliki ide lain.

“Maaf…”

****

Sepanjang perjalanan, Kaoru tidak bisa bisa berkonsentrasi dengan apa yang dibicarakan Hakuei saat itu. Pikirannya teralihkan pada sosok Shinya yang kini berjalan tepat di depannya. Benarkah Shinya yang berada bersama mereka kini bukanlah Shinya? Ini tidak baik.

Tapi bagaimana caranya menguak identitas asli Shinya jika bahkan Kyo pun terpedaya dengan kehadirannya. Sebenarnya Shinya di depannya ini apa? Kenapa begitu mirip dengan Shinya. Saat Kaoru sibuk dengan pikirannya, Shinya melirik ke belakang dan tersenyum padanya.

Kaoru masih memikirkan caranya.

Pada hari berikutnya, rombongan mereka tiba di sebuah desa kecil. Desa tak bernama itu tidak memiliki pemerintahan dan bersifat nomaden. Mereka sering berpindah-pindah. Tetapi sudah dua tahun ini mereka mulai menetap di sana. Di desa itu mereka beruntung karena menemukan seorang pedagang yang mau menjual kuda dan sebuah toko yang menjual senjata. Hakuei yang melihat senjatanya yang sudah usang berniat untuk datang ke sana dan melihat-lihat isinya. Entah karena sebuah kebetulan atau bukan, kali ini Die mau ikut dengannya untuk melihat senjata.

“Kalau begitu, aku akan pergi dengan Shinya untuk menawar harga kuda.” Sahut Kaoru.
“Bagus.” Sambut Die. “Tolong pilihkan kuda yang bagus untukku, ya, Kaoru.”

Mereka sepakat pergi ke toko, Kaoru mempersilahkan Shinya berjalan mendahuluinya. Sesaat sebelum ia pergi, Kaoru melirik pada jendela penginapan tempat mereka menginap. Wajah Hyde terlihat dingin di sana. Ia mengangguk kecil pada Kaoru dan berharap pemuda itu dapat menemukan kebenaran mengenai Shinya palsu yang sekarang bersama mereka.

“Kenapa kau begitu antusias akhir-akhir ini?” tukas Kyo di belakangnya.
“Bagaimana aku tidak antusias setelah aku menemukan sesuatu yang menarik,” Hyde menyunggingkan senyum tanpa melihat ke arah Kyo.
“Mencurigakan.”
“Bagaimana kalau ternyata yang mencurigakan itu bukan aku?” Hyde menoleh. Kyo menatapnya beku. “Heuheu… bahkan kau sendiri juga tidak tahu.”


Ada yang salah dengan Shinya. Jika Kaoru perhatikan, jalannya agak sedikit sempoyongan. Saat Kaoru menanyakan kondisinya, dia hanya tersenyum. Kaoru menjadi bingung. Walaupun Hyde mengatakan bahwa Shinya yang bersama mereka ini adalah bukan Shinya, tetapi Kaoru tidak melihat tanda-tanda bahwa Shinya yang ini akan menyerang mereka. Shinya yang sekarang bersamanya tidak ada bedanya dengan Shinya yang dulu. Mungkin benar apa yang Hyde katakan mengenai perbedaan antara Shinya yang dan yang asli. Shinya yang asli memiliki emosi dan kebaikan yang tidak pernah ia temui. Sementara Shinya yang ini, dia seperti boneka. Hanya boneka penghias untuk pengganti Shinya.

“Eh!” Kaoru terkejut dan spontan memegangi Shinya sewaktu penyihir itu berjalan oleng. “Kau yakin baik-baik saja?” Shinya tersenyum. “Kalau kau merasa sakit seharusnya kau berada di penginapan saja.” Kata Kaoru.

Tetapi Shinya bergeleng dan kembali berjalan. Kaoru memperhatikannya dengan raut kebingungan. Apa yang harus ia lakukan?
Saat Kaoru kembali berjalan, kali ini dia melihat Shinya terjatuh.

“Shinya!”


“Aahh…” suara rintihan itu tak berhenti. Mengalun kecil di perut gua gelap. Uruha bersandar pada bongkahan es di belakangnya. Di depannya cermin besar sebagai pemantul dari apa yang Shinya lihat sekejap gelap.

Luka paska pertempurannya dengan Toshiya belum hilang. Bahkan semakin memburuk. Sehingga ia tidak mampu untuk mengendalikan sihirnya jarak jauh lagi. Peri cermin yang menjadikan Shinya imitasi itu tak berkutik karena kekuatannya pun tersedot.

Saat ia sampai, ia telah menyadari bahwa Shinya telah kabur. Namun ia tidak bisa berbuat banyak. Dan Shinya palsu yang ia ciptakan kelihatannya masih belum diketahui oleh siapapun. Maka dari itu dia tetap mengawasi mereka semua. Tetapi Uruha lemah sekarang. Kondisinya yang sekarang berpengaruh pada sihirnya, juga Shinya yang ia ciptakan. Itu sebabnya Shinya ciptaannya sekarang mendadak sekarat.

Buk!

Penyihir hitam itu kesal. Rasanya ingin sekali membunuh orang saat itu. Tetapi saat ia merasakan hawa dingin di sekujur tubuhnya yang dikarenakan es besar di belakangnya, hatinya ciut. Yang terjadi justru sebaliknya, ia yang ingin mati.

“Apa yang harus aku lakukan..?” ujarnya.

Ditatapnya pria beku di dalam es di depan matanya. Hatinya mendadak pilu. Apa benar yang dikatakan Shinya bahwa pria yang ia lindungi di dalam es ini sudah mati sebelum dibekukan? Itu artinya Ursula melanggar janjinya untuk membiarkannya tetap hidup. Sekejap rasa amarah itu muncul lagi. Uruha tidak akan memaafkan perbuatan penyihir itu. Meskipun Uruha dibesarkan oleh Ursula sekalipun, nyatanya Ursula tidak menepati janjinya untuk membiarkan pria ini tetap hidup. Dan pertempurannya dengan Toshiya terhenti pun itu karena sihir Ursula.

Uruha harus segera menemukannya.


Toshiya memandangi luka di lengannya yang belum hilang. Luka itu masih terbalut sebuah kain usang yang tidak ia lepaskan sejak beberapa hari lalu. Setiap kali ia memikirkan kejadian itu rasa aneh menyusup di hatinya, namun segera berubah menjadi perasaan muak. Segera ia tutupi luka itu dengan kain dari gaun lengannya yang menjuntai. Tepat setelah itu, Toshiya merasa seseorang sedang memanggilnya.

“Toshiya…”

Toshiya terdiam. Suara bisikan kecil itu segera menggiringnya menuju ke sebuah gua yang gelap. Ia menaiki tangga demi tangga untuk menuju puncak. Di dalam kastil tersebut, tepatnya di tengah-tengahnya tumbuh sebatang pohon besar. Pohon yang sangat mengerikan dengan ribuan cabangnya yang tajam dan menguarkan bau menyengat. Akar-akar dari pohon itu hidup dan menggeliat seperti cacing. Tepat di bawah akar-akar hidup dari pohon ini, ratusan tengkorak kepala manusia terserak bak sampah tak berguna. Beberapa di antaranya masih terlihat agak sempurna dengan rambut dan daging merah.

Toshiya berdiri di atas bebatuan yang berhadapan langsung dengan kepala itu. Setiap kali menatap pohon menjijikan itu, ia ingin muntah. Namun ia tetap harus di sana. Di batang pohon tersebut ada seorang manusia yang telah tak utuh, dimaksudkan bahwa hanya kepalanya saja tanpa badan. Karena badan dari kepala manusia tersebut adalah sang pohon. Benar. Pohon itu hidup seperti manusia karena sebenarnya sebagian dari pohon itu adalah manusia.

“Toshi…”

Mengerikan setiap kali namanya disebut, namun Toshiya tak bisa menghindar. “Aku di sini…”

Kepala manusia dengan urat pohon itu memiliki mata yang tajam yang mampu menembus kekuatan Toshiya saat itu, sehingga Toshiya tak bisa menyembunyikan rasa ngerinya.

“Apa yang terjadi dengan Uruha?”
“Dia sepertinya sudah tahu kalau kau tidak menepati janjimu.”
“Ooh, tentang Panglima itu, ya?”

Toshiya mengangguk. “Dia masih bersikeras untuk menghidupkannya kembali.”

“Katakan padanya, aku akan menghidupkannya kembali. Asalkan dia mau melakukan sesuatu untukku…”
“Apa itu?”
“Aku tahu penyihir putih yang masih bersama rombongan orang-orang itu adalah hasil sihirnya.”
“Maksudmu?”
“Uruha telah membuat duplikat penyihir putih itu dan sekarang dia tetap berada di dalam kelompok itu. Dia mengawasi mereka.”

Toshiya tertegun.

“Uruha adalah penyihir pintar, tapi dia tetap punya kelemahan. Katakan padanya, jika dia berhasil membunuh mereka, aku akan menghidupkan kembali kekasihnya.”
“Kau memintanya agar membunuh mereka semua?”
“Ya.. ” jawabnya, “…kecuali..”

Kening Toshiya mengerut, “Kecuali…?”


“Kaoru!”

Kaoru menoleh saat Jenderal Die dan Hakuei datang tergesa-gesa. Mereka mendapat berita bahwa Shinya tiba-tiba saja sekarat dan tidak bisa bangun.

“Apa yang terjadi?”
“Entahlah. Saat kami sedang berjalan tiba-tiba dia jatuh dan tidak mau bangun.”
“Shinya! Shinya!” Die berusaha memanggilnya. Tetapi hasilnya nihil.
“Ini aneh sekali.” Gumam Hakuei.

Tak sengaja, Kaoru dan Hyde saling bertatapan. Ia menggeleng.


****

“Jadi kau adalah seorang tabib?” Yoshiki terlihat kagum.

Shinya sudah membantunya untuk mengobati para prajuritnya yang terluka hingga luka mereka membaik selama beberapa hari ini. Luka Shinya pun kelihatannya sudah pulih benar. Pria bernama Yoshiki ini adalah seorang raja. Raja yang sangat baik. Ia bijaksana dan mampu memimpin perang selama ia berkuasa. Ia banyak bercerita kepada Shinya mengenai kerajaannya karena menurutnya Shinya adalah pendengar yang baik.

“Sebenarnya aku tidak ingin berperang. Hanya saja, kami harus mempertahankan diri kami karena semakin lama pasukan kegelapan semakin banyak.”

Untuk satu hal yang ia sebutkan, Shinya sama sekali tidak mengerti. Siapakah pasukan kegelapan?

“Mereka bukan manusia, bukan juga siluman. Bukan penyihir. Mereka berasal dari bawah tanah.”

Shinya mengerutkan keningnya bingung, ia baru mendengar hal semacam ini.

“Telah banyak hal yang terjadi paska peperangan semua golongan. Bukan hanya manusia, para penyihir membuat keadaan semakin kacau.”

Setelah perpecahan dan perang antara penyihir hitam dan putih, dunia semakin kacau. Terlebih lagi para penyihir yang mengabdikan diri mereka kepada iblis. Mereka bersekutu dan rela menyerahkan apapun untuk dapat menguasai dunia. Tidak ada yang tahu pasti siapa yang memulai.

“Namun ada satu hal yang kutahu, bahwa sebentar lagi Iblis akan segera muncul ke bumi. Oleh karena itu, aku berusaha mati-matian untuk mempertahankan negeriku sebelum mereka menghancurkan kami.”
“Itu mengerikan.”
“Ya, mengerikan. Tapi apa boleh buat? Aku harus menjaga negeriku.” Mendengarnya, Shinya merunduk mengerti. “Lalu bagaimana denganmu, Shinya?”
“Aku…” tiba-tiba ia ingat dengan Die dan yang lainnya. “Aku harus cepat pergi.” Katanya.

Yoshiki kebingungan. “Kenapa? Apa kau teringat sesuatu?”

“Um!” ia mengangguk. “Teman-temanku, mereka dalam bahaya.”
“Siapa teman-temanmu? Apakah mereka tabib sama sepertimu?”
“Bukan. Mereka adalah para pangeran yang sedang mencari seorang penyihir.”

Yoshiki terdiam. “Penyihir?”

“Die dan Kaoru. Negeri mereka hancur karena serangan penyihir hitam bernama Ursula.”
“Ursula…?” ulang Yoshiki, seketika wajahnya menyiratkan amarah.
“Kau mengenalnya? Kau tahu di mana dia?”
“Aku tidak tahu. Tetapi orang bernama Ursula itu benar-benar sangat jahat. Kau harus berhati-hati.”
“Aku mengerti.”
“Aku tak berhak menahanmu lebih lama. Kalau ternyata memang masih ada temanmu yang terjebak, aku akan meminta beberapa prajurit untuk mengawalmu ke tempat mereka. Bahkan jika kalian membutuhkan bantuanku, jangan sungkan, datanglah ke kerajaanku. Saat itu, aku akan membantu kalian untuk memerangi penyihir jahat itu.”
“Terima kasih.”

Kemudian, Yoshiki mengerahkan beberapa prajuritnya untuk mengawal Shinya dengan kuda-kuda terbaik mereka. Shinya merasa berhutang budi kepada Raja.

“Shinya,” Yoshiki mendekati kudanya. “Bawalah ini.” Ia menyerangkan sebuah kotak kecil. “Ini adalah stempel keluarga kerajaan. Jika kau sampai di negeriku, perlihatkan stempel ini agar kau bisa langsung bertemu denganku.”
“Um!”
“Berhati-hatilah.”
“Baik.”

Lalu kuda-kuda mereka menghentak dan berlarian menjauhi pasukan. Yoshiki menatap semu ke arah hilangnya bayangan para prajuritnya juga Shinya. Dalam hati, ia mendoakan agar Shinya segera bertemu dengan teman-temannya dan dapat kembali padanya.


****


Toshiya berjalan di kegelapan sebuah hutan. Malam itu rembulan sama sekali tak bercahaya dan membuat hutan hujan itu kelihatan mati. Di kedua sisi Toshiya, ada obor kecil yang melayang sebagai pemberinya cahaya dalam gelap. Setelah berbicara dengan Ursula kemarin, ia memutuskan untuk bertemu dengan Uruha sesuai dengan keinginan Ursula.

Namun untuk mencapai tempatnya ternyata cukup sulit. Uruha membuat persembunyian tak terlihat dengan sihirnya. Tapi bagi Toshiya segalanya tak ada yang tak mungkin terlebih lagi ia mengetahui sihir apa yang digunakan. Maka tidak harus bersusah payah, ia telah sampai di mulut gua tempat Uruha bersembunyi.

Melihat kehadiran Toshiya yang tak diundang, membuat Uruha sedikit murka. Tetapi kali ini tak ada lagi pertempuran di antara mereka.

“Ini obat penawar.” Toshiya meletakan botol kecil dengan isi cairan berwarna hijau pekat di atas sebuah batu. Kemudian dia melirik bongkahan es besar yang selama ini Uruha sembunyikan. “Ternyata kau benar-benar menjaganya, ya.” Ejeknya.
“Apa maumu?”
“Bukan mauku.” Sergah Toshiya cepat. “Tapi keinginan Ursula.”

Uruha membuang wajahnya. “Dia membohongiku. Dia tidak menepati janjinya!”

“Dia akan menepati janjinya setelah kau mau mengabulkan apa permintaannya.”

Uruha menatap Toshiya dengan mata yang tajam.

“Jika dia bisa melakukan apapun, mengapa harus menyuruhku?” nada Uruha berat.
“Karena itu maunya…”

****

Shinya tidak bangun juga sejak terjatuh dua hari lalu. Ini membuat yang lain merasa cemas. Terutama Jenderal Die yang kelihatannya jadi murung.

“Kenapa kau tidak memberitahunya saja?” ujar Hyde.
“Biarkan begini.” Jawab Kaoru. “Biarkan dia tetap mengira bahwa Shinya yang sekarang adalah yang asli.”
“Kau gila.”
“Justru aku tahu siapa yang akan menjadi gila jika dia tahu Shinya telah menghilang selama beberapa hari ini.”

Tiba-tiba Hyde diam, lalu mengangguk horror. Kyo yang selama ini mengawasinya semakin curiga saja. Ia berencana untuk bertanya pada Kaoru yang sepertinya tahu sesuatu. Dan satu kesempatan membawa keduanya berbicara tanpa sepengetahuan yang lain.

“Sebenarnya kalian ini sedang merahasiakan apa?”
“Kyo, benarkah kau tidak merasakan sesuatu yang aneh?”
“Aneh? Pada apa?”
“Shinya.”

Kyo mengerutkan keningnya. “Ada apa dengannya?”

“Kau yakin, dia adalah Shinya yang sesungguhnya?”

Kyo membisu. Mendengar arah pembicaraan Kaoru sepertinya ia menyangka bahwa Shinya bukanlah Shinya. Namun bagaimana bisa Kaoru tahu sementara Kyo tak menyadarinya.

“Mereka memiliki bau yang sama. Aku tak merasakan apapun.” Jawabnya.
“Itulah yang kuduga!”

Tiba-tiba Hyde muncul secara mengejutkan. Kyo masih kelihatan agak sebal.

“Kau tidak bisa membedakan hawa keberadaannya karena kau tidak bisa melihat isi yang ada di dalamnya.”
“Apa maksudmu?”
“Kyo, Hyde tidak melihat bisa melihat darah di tubuh Shinya.” Jelas Kaoru yang membuat Kyo terkejut. “Tubuhnya kosong.”

Mata yang membulat terlihat seram di wajah Hakuei saat itu. Dia tidak menyangka akan mendengar kenyataan seperti itu. Kontan saja pria yang tak sengaja lewat itu menyembul mengejutkan ketiganya.

“Hakuei?”
“Kenapa kalian berahasiaan begini? Sejak kapan kalian tahu!?”

Mereka semua menatap tidak pada Hakuei yang berwajah nyinyir. Namun tidak ada satupun dari mereka yang menjawab.

“Jenderal Die, tahu…?” tanya Hakuei terakhir.


****


“Oh, kau sudah sadar?” Die membantu Shinya untuk bangun dari pembaringannya. Shinya menatapnya dengan sayu.

Die mencari-cari temannya yang lain, tetapi tak ada satupun dari batang hidung mereka yang terlihat. Ini membuat Die sedikit gugup.

“Aku akan mencari yang lain dulu. Kau butuh sesuatu?”

Shinya tidak bicara, ia hanya menarik lengan baju Die dan menahannya di sana. Die hanya mematung saat itu.

****

‘Dia akan menepati janjinya setelah kau mau mengabulkan apa permintaannya.’

Uruha tidak bisa mengambil keputusan. Ia tidak mau tertipu untuk kedua kalinya. Setelah apa yang terjadi sekarang, Uruha tahu bahwa orang yang ia lindungi selama ini ternyata sudah mati sejak lama. Sia-sia saja ia terus mengawetkannya. Tetapi setiap kali ia memandang bahwa tubuh tak bernyawa itu tetaplah orang yang ia cintai, ia sama sekali tak merasa ini adalah sebuah kesalahan. Melainkan sebuah kesetiaan penuh yang ia janjikan kepadanya dulu.

Lalu sekarang muncul sebuah pertanyaan besar. Apakah benar ia tetap menginginkan semuanya kembali seperti dulu. Setiap kali membayangkannya, maka perasaan sakit itu yang terasa dan kata-kata terakhirnya yang mampu Uruha ingat.

‘…kau berharga.’


****


“Kita harus segera memberitahu Jenderal Die! Penyihir itu pasti sedang merencanakan sesuatu!” Hakuei yang panik segera ditahan oleh yang lain.
“Jangan gegabah,”
“Benar. Jika kita terburu-buru mungkin inilah yang diinginkan oleh para mata-mata itu.” Ujar Kaoru melanjutkan perkataan Hyde.
“Tapi…”
“Yang jelas sekarang kita mewaspadai setiap gerak-gerik Shinya.”
“Aku akan pergi.” Kyo berujar membuat yang lain kaget. “Kau mau pergi ke mana?”
“Mencari Shinya.”
“Hey! Hey! Bukankah itu egois kalau kau bekerja sendirian?” sindir Hyde.
“Lalu aku harus menyebut kalian apa? Kalian sibuk memikirkan Shinya palsu itu dan melupakan Shinya asli. Kalian pikir berdiam diri di sini akan membuat segalanya membaik? Lalu Shinya…?”

Mereka sejenak diam. Sampai kemudian Kaoru bicara. “Pergilah dan temukan Shinya. Jika kau butuh bantuan salah satu dari kami akan menemanimu.”

“Tidak perlu. Kalian hanya menghambat perjalananku saja nanti.” Pamitnya. Menyisakan geram pada wajah Hyde yang terganggu.


****

Die melepaskan pegangan Shinya dari lengannya dengan kasar. Shinya kelihatan bingung dengan sikap ketus Die. Perlahan Die bangkit dari sana dan mengacuhkannya. Namun ia berjalan untuk mengambil pedangnya dan kembali sambil menghunuskannya ke wajah Shinya.

“Siapa kau?”

Shinya membisu. Die masih menunggu jawabannya. Ia sepertinya sudah tahu sejak awal bahwa ada yang tak beres dengan Shinya. Walau samar, kini Die yakin bahwa orang di hadapannya ini bukanlah Shinya.

“Kalau tidak menjawab aku akan membunuhmu,”

Saat itu Die bersungguh-sungguh.


****


‘Bunuh dia, Toshiya…’

Mata Toshiya menatap tajam sosok Kaoru di balik pohon besar yang tak jauh dari mereka. Dengan mata yang berkilat-kilat ia tak bisa mengalihkan perhatiannya selain Kaoru.

“!!!”

“Pangeran, kau kenapa?” tanya Hakuei ketika Kaoru tiba-tiba berbalik. Kaoru melihat sekelilingnya dan mengusap tengkuk belakangnya. Hakuei masih bertanya-tanya. “Tidak. Tidak apa-apa.” Jawabnya.

Saat mereka sampai, mereka terkejut saat melihat Die yang tengah mengacungkan pedangnya ke arah Shinya. Wajah-wajah itu kelihatan bingung dan bertanya-tanya tentang apa yang terjadi sejak mereka pergi. Raut wajah Die kelihatan sedang bersungguh-sungguh. Die sendiri sepertinya tidak main-main dalam situasi semacam itu, ketika ia menyabetkan pedangnya ke wajah Shinya semua orang kelihatan takjub, terkejut dan panik. Mereka tidak percaya Die bisa sekasar itu. Tetapi tak ada satu pun dari mereka yang bergerak untuk menyelamatkan Shinya karena mereka tahu itu bukanlah Shinya!

Sreet.

Garis luka di wajah Shinya akibat sabetan pedang Die sesegera mungkin menutup seperti sedia kala. Itu sudah sangat membuktikan bahwa dia bukanlah Shinya yang asli. Maka dari itu, Die segera mundur dari sana saat Shinya perlahan bangkit dan auranya mulai berubah. Wajah manisnya berubah menjadi bengis dan terlihat menyeramkan.

Kaoru dan Hakuei segera mengeluarkan pedang mereka untuk menghalau serangan yang bisa saja datang dari musuh mereka. Tetapi orang yang kelihatannya sangat marah saat itu adalah Die.

“Penyihir bedebah!”

Tanpa aba-aba ia maju dan menyerang Shinya palsu. Dengan sekali sabetan dari pedangnya, ia membelah Shinya menjadi dua bagian. Tetapi ternyata hal itu sia-sia karena kini kedua bagian tubuhnya justru menjadi tumbuh dan menjadi dua bagian.

“Hah?!”

Satu tubuhnya dari bagian kepala hingga perut mengeluarkan bagian kakinya sendiri. Sama seperti bagian kakinya yang tertebas, kini tumbuh perut, tangan hingga kepala. Mengerikan saat keduanya bangkit dengan wajah yang sama. Makhluk itu seperti amoeba yang tidak bisa mati. Die kesal, sekali lagi dia melakukan hal yang sama yaitu menebas makhluk itu tetapi hal yang sama terulang kembali. Potongan tubuhnya justru menjadi kembaran-kembaran baru.

“Jenderal! Itu justru membuat mereka bertambah banyak!” seru Hakuei.

Die kebingungan, tetapi belum habis rasa bingungnya mereka kembali dikejutkan oleh perubahan lain dari makhluk tersebut. Saat ketiga makhluk tersebut mengubah diri mereka menjadi kembarang Jenderal Die!

Kini Die harus menghadapi tiga kembarannya sekaligus yang menghunuskan pedang kepadanya. Yang lebih membuatnya tercengang adalah setiap gerakan bertarungnya sama persis dengan miliknya. Mereka seperti meng-copy setiap inchi gerakan Die seperti cermin.

JDAAARRR!!!

Kekacauan itu diperparah oleh munculnya monster aneh dari bawah tanah. Cacing-cacing mengerikan itu muncul lagi.

“Uwaaaah!!” Hakuei dan Kaoru terjerembab seketika saat tanah yang ia pijak mendadak naik. Hyde dengan gesit menghindari mereka.

Dan saat mereka tersadar, ada seseorang yang berdiri di seekor monster cacing terbesar. Dia Uruha.


****

Kuda Shinya memasuki hutan gelap dan ia terpisah dengan rombongan pasukan yang mengawalnya. Shinya seperti hanya berputar-putar di tempat yang sama berkali-kali tanpa bisa menemukan jalan keluar. Kini hanya dia sendiri yang berada di dalam hutan.

“Ini di mana?”

Saat ia sedang kebingungan munculah seseorang yang mengejutkannya.

“Hh?!”

Kuda Shinya menolak kehadiran makhluk tersebut hingga ia mengamuk dan menjatuhkan Shinya ke tanah. Shinya yang kesakitan segera bangkit saat makhluk itu mendekat. Di kedua tangannya ia sedang menyiapkan sebuah serangan jika makhluk itu menyerangnya. Tetapi makhluk yang menyerupai Shinya itu kemudian berubah ke wujud aslinya. Peri cermin.

“Apa maumu?”

Peri kerdil itu menatap Shinya dengan mata kosongnya. Dari cermin kecil yang ia bawa, dia memperlihatkan suasana perang yang sedang terjadi di tempat Jenderal Die dan kawan-kawannya.

“Kau bisa membawaku ke sana?!” pintanya.

Peri cermin mengangguk cepat.


Crassh!!

Darah mengalir dari lengan Die yang terkena sabetan pedang dari duplikat Die yang lain. Ketiga makhluk itu mengeroyoknya dan melancarkan serangan bertubi-tubi sehingga membuat pria itu kewalahan. Beberapa kali dia ambruk dan terpojok. Ketika dia berhasil menghindar dari Die yang satunya, maka Die yang lain muncul dengan gerakan yang lebih gesit. Alhasil, tubuh Jenderal Die kini dipenuhi luka.

Sementara itu hal yang buruk juga terjadi pada Kaoru, Hakuei dan Hyde. Karena ternyata bukan hanya monster cacing mengerikan yang harus mereka hadapi. Mereka terjebak karena seisi hutan berubah menjadi monster.

“Ugh!!”

Hyde tertangkap oleh kecambah-kecambah pohon yang mendadak hidup. Pohon-pohon di sekitarnya menjadi bisa bergerak dan menangkapnya dengan ranting-rantingnya yang tajam. Saat ia terjebak, serangan fatal muncul dari beberapa ranting tajam yang menyerupai ujung tombak hendak menusuknya. Tetapi dengan sigap ujung-ujung pohon tersebut segera dibabat habis oleh Hakuei.

“Heaaaa!!!”

Craaaassshhh!!

Kaoru masih berusaha menghindar dari serangan cacing besar yang mengejarnya. Mereka merontokan tanah di sekitarnya hingga membuat permukaan tanah menjadi tidak stabil.

“Huff!”

Hampir saja ia terperosok pada lubang besar di bawah kakinya jika ia tidak spontan menusukan pedangnya ke tanah. Tetapi tiba-tiba saja cacing besar muncul di depannya. Cacing-cacing itu memiliki mulut yang mengerikan dengan lendir yang berceceran. Kaoru mengambil pedangnya dan melompat ke atas kepala binatang menjijikan itu dan menusuknya dan memotong-motongnya hingga terbelah. Walaupun ukuran mereka sangat besar, kontur tubuh lunak mereka tetap saja seperti cacing sehingga Kaoru dengan mudah membabatnya habis. Tetapi meskipun begitu, jumlah mereka dan gerakan yang lumayan cepat cukup membuat Kaoru kewalahan menghadapinya.

Ia masih harus terus menghindar dari serangan cacing-cacing itu tanpa menyangka kini Uruha sedang mengincarnya.

Dash!

Kekuatan angin itu menabrak dadanya hingga Pangeran bermata indah itu akhirnya terpental beberapa kaki dan mendarat dengan sukses ke tanah disertai tubrukan keras pada punggungnya. Kepalanya terbentur cukup keras saat itu hingga sesaat pandangannya menjadi kabur saat melihat bayangan Uruha berjalan mendekat ke arah.

Kaoru menghindar saat serangan berikutnya dilancarkan kepadanya. Jika ia tidak cepat mungkin saja tubuhnya yang akan berlubang seperti batu yang ada di belakangnya tadi. Kaoru terengah-engah dengan mata yang kaget melihat sisa serangan serius yang Uruha lancarkan. Penyihir ini seperti ingin membunuhnya sekarang juga.

Melihat kekuatan sebesar itu, mau tak mau membuat perhatian Kaoru sedikit teralihkan dari serangan cacing-cacing besar tadi. Sehingga ia tidak mengetahui bahwa dibelakangnya seekor cacing muncul dan menyeruduk tubuhnya dengan keras hingga tubuhnya terpental cukup jauh.

“Uhuk!! Uhuk!!”

Bercak darah tertinggal di punggung tangannya saat Kaoru mengusap cairan yang keluar dari mulutnya. Tubuhnya nyeri sekali saat itu. Sementara Uruha kembali datang dengan sebuah serangan yang nampak mematikan dari kedua tangannya yang mengeluarkan sebuah sinar hitam bergelombang. Itu seperti kekuatan yang sama saat bertarung dengan Toshiya. Jika dia terkena, maka habislah ia sekarang. Dan Uruha sepertinya tak memberikannya kesempatan untuk hidup lebih lama dan segera melepaskan serangan berbahaya untuk meleburkan manusia di hadapannya, Kaoru mati!

DUAAARRR!!!

Perhatian Hakuei dan Hyde teralih.

“PANGERAN!!!” jerit Hakuei saat melihat asap hitam tebal disertai cahaya keunguan menyilaukan menari di antara kepulan asap.

Jduk!!

Suara itu terdengar begitu nyaring di telinga Kaoru saat itu ketika sesuatu jatuh berdebum ke tanah. Saat ia menyeleraskan pandangan matanya yang kabur demi menyatukan penglihatannya, ia melihat seseorang dengan pakaian biru keunguan yang cantik tengah memunggunginya. Tubuhnya seperti kupu-kupu berwarna elok dengan balutan kain sutra. Ia memegang sebuah pedang tipis berwarna keemasan. Wajahnya tersamarkan oleh balutan cadar yang membuatnya sulit dikenali.

“Aahh…” Kaoru pingsan kemudian.

“Siapa kau?!” Uruha menatap pendatang baru itu dengan mata yang bengis.

Sang pendatang baru sepertinya tidak mau menjawab dengan kata-kata. Ia hanya menginginkan pertarungan yang sepadan saat ia kembali memasang kuda-kudanya untuk menyerang Uruha kembali.

****


Jenderal Die kembali bangkit setelah dijatuhkan berkali-kali oleh tiga duplikatnya. Darah mengalir dari setiap lukanya. Namun semangatnya bertarung tak pernah surut. Hanya saja, Jenderal Die tidak tahu bagaimana menghancurkan makhluk-makhluk ini. Sudah berulang kali dia tusuk dan hancurkan mereka selalu kembali utuh seperti semula.

Ketiga makhluk itu selalu melakukan gerakan serupa seperti miliknya. Dari cara memegang pedang, kuda-kuda hingga cara bertarungpun sama. Jenderal Die seolah sedang menghadapi dirinya sendiri. Die sama sekali tidak tahu cara bagaimana melumpuhkan mereka, karena setiap kali Die menyerang mereka akan melakukan hal yang sama.

“Oh…!” Die sadar akan sesuatu.

Mereka akan melakukan hal yang sama. Mereka adalah cermin, semua gerakan yang Die lakukan akan mereka lakukan. Die menurunkan pedangnya. Dan apa yang ia pikirkan ternyata benar saat ketiga duplikatnya melakukan hal yang sama. Mereka saling menatap satu sama lain. Jika ingin menghancurkan mereka, seseorang harus membantunya sementara Die di sini akan berdiri diam menunggu Kaoru atau Hakuei untuk menghancurkan mereka. Tetapi bagaimana caranya memanggil teman-temannya yang lain sementara mereka juga disibukan dengan monster cacing?

Die menutup matanya, ia harus lebih gesit dari ketiga duplikatnya ini. Namun bagaimana caranya ia menghancurkan ketiganya sekaligus? Di saat Die tengah berpikir tiba-tiba salah satu duplikatnya pecah berkeping-keping.

CRANG!

Kedua makhluk lainnya beserta Die menoleh pada asal serangan itu. Matanya membelalak saat melihat Shinya yang muncul sambil berlari dengan cepat. Ia merampas sebuah batu dari tangannya dan melemparkannya ke arah duplikat Jenderal Die.

CRANG!

Lagi-lagi hancur!

“Shinya!”

“Jangan bergerak! Tetap di situ!” cegahnya, ia mengambil satu lagi batu besar dari tanah dan melemparkannya ke arah duplikat yang terakhir.

CRAANG!!

Die tercengang. Begitu mudahnya Shinya melenyapkan mereka semua hanya dengan sebuah batu? Bagaimana bisa Die tak memikirkan hal itu?

Shinya berdiri di sebrangnya sambil terengah-engah. Ia tidak menyadari di bawah kakinya tanah mulai bergemuruh dan seekor cacing raksasa keluar dari sana.

“Gyaaa!!” Shinya terguling.
“Shinyaaaaa!!!” Jenderal Die segera berlari saat ia melihat cacing tersebut kini hendak mengenai Shinya yang terjerembab di tanah. “Mati kau!!” Ia melompat ke atas, lebih tinggi dari pada pohon dan menebaskan pedangnya memotong tubuh makhluk tersebut.

Craasshh!!


Pertarungan antara Uruha dan orang bercadar itu harus berakhir ketika Uruha melihat kekalahan yang ia dapat sejak munculnya Shinya. Penyihir itu segera mundur dan menghilang beserta para monster yang ia bawa dalam kegelapan.

Melihat itu, sang pendatang baru segera menolong Kaoru yang masih terkulai. Ia menepikan tubuh pria tersebut ke dekat pohon.

“Aku rasa kita impas sekarang.” Gumamnya. Ia berniat meninggalkan pemuda itu di sana, tetapi saat ia hendak pergi sesuatu menahannya karena dalam kondisi tidak sadar Kaoru meremas kain bajunya.
“…ja..ngan…per..gi…”




Continue…

2 komentar: