KAMAR
MANDI NOMOR 3
Author : Duele
Finishing : 21
Juli 2010Genre : Horror, Thrill
Summary : "Jangan pernah memasang cermin di muka pintu kamar mandi!!"
~*~
Shat!
Toshiya
tersenyum kecil ketika menatap cermin kecil yang telah ia gantungkan tepat di
kamar mandi itu. Sedikit berkaca sambil menikmati wajahnya yang cerah, walaupun
kini dia berada bukan di kamar mandi miliknya.
"Hmm..."
....
"Jangan
pernah memasang cermin di muka pintu kamar mandi!!"
Kyo
terkesiap seketika ketika si nenek pemilik wisma itu berkata demikian. Cukup
menakutkan bagi Kyo yang sebenarnya suka dengan hal yang berbau mistis dan
spooky melihat sang nenek yang biasanya kalem tiba-tiba menjadi bengis ketika
mengatakan hal demikian.
"Me-
memangnya kenapa, Nek ?" tanya Kyo hati-hati. Jantungan juga Kyo kalau
sekali saja si nenek membentaknya.
Si
nenek melirik Kyo tajam.
"Jika
kau memasang cermin tepat menghadap kearah pintu maka..."
Kyo
tercenung.
~*~
"Shinya!"
Die mengejar pemuda manis yang sebetulnya sudah bingung mau melarikan diri
kemana. Shinya sudah tidak bisa melarikan diri lagi dari Die. "Shin!"
Die menangkap lengan Shinya yang kurus.
Shinya
berusaha menepis.
"Kenapa
sih, kamu sama sekali tidak mau dengar penjelasanku ?!" Die mendesak.
"Karena
tidak ada yang mesti dijelaskan." Shinya membuang pandangannya dari Die
dengan wajah yang kikuk.
"Shin.."
Die mencoba memeganginya, namun kembali Shinya menepis.
"Hhh..."
Die menghela. "Aku mesti apalagi sih supaya buat kamu percaya padaku
?" Die menyerah.
Shinya
terdiam, hanya menunduk tanpa mau melihat wajah Die disana. Hingga akhirnya
Shinya pergi darinya. Yang kali ini tak dicegah ataupun dikejar oleh Die.
“Hh..."
lagi-lagi Die hanya menghela.
~*~
"Jadi
beneran ditunda empat hari?? Tidak bisa lebih cepat dari itu?" suara Kaoru
terdengar sengit diberanda kamar. Sebuah ponsel menempel di pipi kanannya
sedangkan mulutnya bicara panjang lebar dengan tangan kiri mengapit batang rokoknya.
"Jadi kami mesti nunggu empat hari nih?"
Saat
itu Kyo muncul, melirik sang Leader yang sepertinya masih beradu argumen dan
penjelasan dengan salah satu sponsor mereka.
"Baiklah.
Kami akan datang empat hari lagi." Kaoru memutuskan pembicaraan sambil
menghembuskan asap rokok dari mulutnya kesal.
"Gimana?"
tanya Kyo.
"Acaranya
ditunda sampai empat hari." jawab Kaoru, berkacak pinggang menatap
pemandangan di luar beranda. Tak mau memperlihatkan wajah kesalnya pada Kyo.
Kyo
mengangguk-angguk tanda mengerti, atau mungkin pasrah XD
Mau diapakan
lagi?
"Bagaimana
dengan pemilik wismanya? Kau sudah berhasil nego harga?" tanya Kaoru
spontan berbalik, dia ingat telah menitah Kyo untuk membayar sewa kamar di
wisma tua ini.
"Sudah."
Kyo tampak cerah. Kaoru melihatnya dengan lega, itu berarti pembayaran sewa
yang sudah dibicarakan sejak semalam lebih murah dari tarif normal berhasil
mereka tembus.
"Hebat."
puji kaoru sambil terkekeh.
"Tapi
syaratnya banyak." Kyo merapatkan punggungnya di dinding kayu itu.
"Tidak
masalah. Yang jelas, kita harus bertahan disini sampai empat hari
kedepan." jawab Kaoru mematikan rokoknya dalam asbak kayu tersebut.
Kyo
hanya tersenyum kecil.
Setidaknya
dia bisa merasakan kelegaan yang dirasakan Kaoru sebagai Leader yang sudah
stress sekali ketika tahu acara manggung live mereka ditunda tanpa konfirmasi.
Sebenarnya,
Kyo dan teman-temannya sedang mengadakan promo live untuk album single perdana
mereka yang sudah dipasarkan beberapa minggu lalu. Hanya saja, karena mereka
baru saja terjun ke pasar musik yang sebenarnya, Kyo dan kawan-kawannya harus
bekerja ekstra keras untuk melakukan promo di mana-mana. Termasuk daerah kecil
yang sekarang mereka sambangi.
Dengan
modal nekat dan keuangan yang pas-pasan mereka berhasil datang ke tempat dimana
konser promo mereka bersama beberapa band indie lokal akan dilakukan. Namun
sayangnya karena ada kesalahan teknis dan beberapa masalah pada pihak sponsor
mereka, dengan terpaksa acara live yang akan mereka lakukan ditunda sampai beberapa
hari.
Kaoru
yang tahu tentang masalah ini sempat kesal, terlebih lagi dengan tidak adanya
pemberitahuan dari sponsor pada manajemen mereka. Bagai makan buah simalakama,
Kaoru yang sudah memboyong keempat temannya sejauh ini tidak bisa kembali ke
kota karena kondisi keuangan mereka yang semakin menipis.
Beruntungnya
mereka mendapatkan tempat tinggal sementara, walaupun ini hanya sebuah wisma
tua biasa. Mereka sepakat memilih wisma ini dikarenakan harganya yang murah dan
cukup dekat dengan jalan.
Pemilik
wisma ini ialah seorang nenek renta yang tak berkeluarga. Kaoru dan
teman-temannya makin tak tega saja untuk tidak menyewa salah satu kamar di
wisma ini.
Graak!
Pintu
geser itu terbuka. Kaoru dan Kyo menoleh bersamaan kearah pintu dimana Die
muncul dengan wajahnya yang terlihat tidak bersemangat.
"Hey~"
sapa Kaoru.
Die
melambaikan tangannya, lalu beranjak membenahi tasnya. Kaoru dan Kyo saling
pandang.
"Mana
Shinya ?" tanya Kyo.
"Di
luar." jawab Die datar.
Sekali
lagi, mata Kaoru dan Kyo beradu.
Graak!
Satu
lagi pendatang baru di kamar sempit itu muncul.
"Wah
pada kumpul~" sapa Toshiya riang sambil beranjak masuk.
Mereka
tersenyum simpul, di belakangnya Shinya mengikuti. Ada keinginan untuk tidak
menatap Die di sana yang melihatnya penuh arti.
"Panas
ya di sini, ngga ada kipas angin apa ?" keluh Toshiya mengibas-ngibaskan
tangannya.
"Mana
ada kipas angin ?" cibir Kyo.
"Tidak
apa-apa, kalau panas kan kita bisa membuka jendela beranda kamar ini supaya hawa
dingin bisa masuk." hibur Kaoru.
Toshiya
mengangguk-angguk mengerti, sementara Kyo mesem-mesem tak jelas. Ah, Kaoru bisa
saja menenangkan suasana di waktu yang tepat.
Malam
harinya...
Hujan
turun cukup lebat malam ini. Sesekali cahaya kilat menyala-nyala membuat kamar
dimana kelima pemuda itu semakin menakutkan saja.
Saat
itu, kelimanya duduk berdampingan. Merapat satu sama lain ketika hanya lilin
kecil sebagai pengganti lampu listrik yang padam karena cuaca buruk.
"Murah
sih murah~ tapi kalau sampai seperti ini sih..." komentar Toshiya
mengenaskan.
Kaoru
hanya menghela kecil. "Maaf. Maaf..."
Sementara
Shinya dan Die masih bungkam satu sama lain. Kyo yang saat itu melihat ada
kesempatan kecil untuk membudidayakan dunia per'setan'an langsung mengambil
alih keadaan.
"Ada
yang mau dengar cerita seram ?" tawarnya.
"TIDAK!"
yang langsung dijawab kompak keempat temannya.
"Huh!"
Kyo mendengus. "Penakut!" cibirnya.
"Kenapa
sih mesti usul cerita seram ?" cibir Toshiya balik.
"Karena
aku melihat adanya aura 'kekakuan'
disini." lirik Kyo pada Die dan Shinya yang tak jauh darinya. Shinya
merunduk, Die menjawab. "Kaku apa?!" tantangnya.
Toshiya
terkikik, Kyo menahan tawa. Die terpancing juga.
"Sudah.
Sudah. Kalau memang tidak ada yang bisa dikerjakan lagi, lebih baik kalian
semua tidur." usul Kaoru lebih baik.
"Tidur?
Jam segini?" Toshiya kaget. "Ini kan baru jam 7, Kaoru."
keluhnya.
"Memangnya
kamu mau melakukan apa lagi?" tanya Die.
"Apa
kek? Aku tidak mau mati bosan karena ini!!" Toshiya mulai merengek,
menarik gemas kaos Kaoru yang duduk disebelahnya.
"Nah,
kalau begitu dengar cerita seram saja !" Kyo masih usaha XD
"NGGA!"
"Ck!"
"Hahahahaha..."
dan tawa kecil diantara mereka merebak ganas malam itu.
TAP!
Toshiya
berhenti tertawa.
TAP!
Sejenak
suasana tiba-tiba menjadi sunyi karena ulahnya.
TAP!
"Sssthh..."
Toshiya membuat keempat pemuda lainnya diam dengan satu gerakan pengunci
dibibir dan telunjuknya.
TAP!
Mereka
semua hening. Menajamkan pendengaran masing-masing.
TAP!
TAP!
Suara
langkah kaki itu semakin dekat.
TAP!
Toshiya
mencengkram kaos Kaoru kuat-kuat, sementara mereka kini menoleh kearah pintu
geser kamar mereka.
GRAK!
"!!!"
Kelimanya tersentak bersamaan.
Kelima
pasang bola mata itu menatap dengan jelas sosok nenek tua yang kini berdiri
tergopoh diambang pintu dengan senyum kecil.
"Maaf
mengejutkan kalian, ini nenek bawakan selimut ^^"
Fuuuh...
~*~
'Toshiya...'
"Ugh..."
'Toshiya...'
"Umhh..."
Toshiya menggeliat.
'Toshiya...'
“Ahh..."
keringat mengucur disekujur tubuhnya yang merasakan hawa panas kamar mereka.
'Toshiya...'
"Umm..."
Toshiya mencengkram lengan seseorang di sebelahnya kuat-kuat.
'Toshiya...,
Toshiya...'
Toshiya....
"AH!"
Matanya sekejap memerjap kuat. Dadanya turun-naik begitu kuat. "Hah
hah..." nafasnya pun terengah.
"Toshiya..."
Mata
Toshiya melirik seseorang yang memanggil namanya.
"Shinya..."
ada lega di hatinya begitu melihat Shinya di dekatnya.
"Kau
baik-baik saja?" tanya Shinya aneh.
"Umm.."
Toshiya mengangguk.
Shinya
membantunya bangun dari pembaringannya. Toshiya melirik teman-temannya yang
lain yang masih lelap tertidur.
"Kau
mimpi buruk?" tanya Shinya.
Toshiya
hanya diam. Shinya beranjak mengambilkan botol air minum yang tak jauh darinya.
"Minumlah, keringatmu banyak sekali." ujarnya.
"Kamar
ini panas sekali, padahal di luar cuaca begitu buruk." ujarnya kemudian
menenggak air minumnya.
"Mungkin
karena sirkulasi ventilasinya kecil." Shinya mendongak kearah jendela
beranda.
Toshiya
menutup botol minumnya. "Aku tidak betah." keluhnya.
"Bertahanlah..."
Shinya tersenyum kecil.
"Hmm..."
Toshiya menghela kecil. Pasrah. "Eh, jam berapa sekarang ?" tanyanya.
"Um..."
Shinya melongok pada tas kecilnya, di sana ada jam tangan pemberian Die.
Toshiya tersenyum kecil.
"Hampir
pagi." jawabnya.
"Kau
masih menyimpannya ?" goda Toshiya.
"A-
apanya ?" Shinya bingung.
"Jam
ituuu~"
Shinya
bungkam. "Um, sudahlah. Ayo kita tidur lagi." ajaknya mengalihkan
pembicaraan.
"Ah!
Jangan dulu!" Toshiya menahannya. Shinya berkedip.
"Temani
aku pipis."
~*~
"Tunggu,
ya~!" pesan Toshiya yang kemudian masuk ke dalam bilik kamar mandinya.
Shinya
berbalik, berdiri di sana sambil memeluk tubuhnya sendiri yang menghadapi hawa
dinginnya udara pagi. Sesekali matanya meneropong beberapa lahan kebun dan
pohon-pohon yang begitu rindang, dengan rumput yang basah karena embun pagi.
Kabut
asapnya yang pekat, membuat matanya tak bisa menangkap hal-hal yang tak
terlihat nun jauh disana. Shinya menengok kearah pintu kamar mandi Toshiya.
Masih tertutup. Shinya kembali berbalik, mengusap-usap kedua lengannya yang
masih terbalut oleh sweater hangatnya.
Guk!
Guk!
Shinya
terkejut begitu mendengar lolongan anjing hutan yang entah darimana datangnya.
Membuatnya sedikit ketakutan hingga memaksanya masuk kedalam kamar mandi yang
cukup besar dengan lima pintu bilik kamar mandi tua yang terbuat dari kayu
tersebut.
Kamar
mandi ini terletak tepat di bawah kamar mereka yang berada di lantai dua. Kamar
mandi ini terpisah dari wisma utama. Dan kamar mandi ini cukup menyeramkan bagi
Shinya tentunya.
"Toshiya
?" Shinya memanggil. Ini sudah lebih dari cukup jikalau Toshiya hanya
ingin buang air.
"Totchi."
panggil Shinya lagi, kali ini memanggil nama kesukaan Toshiya.
Namun
tak ada jawaban. Keningnya mengkerut. Perlahan-lahan, dia masuk ke dalam ruang
kamar mandi tersebut.
"Totchii..."
panggilnya mendekati pintu kamar mandinya. "Hey! Sudah belum ?"
TOK!
TOK!
Shinya
mengetuknya. Tidak sopan memang, tapi ini sudah terlalu lama bagi seeorang di kamar
mandi. Namun lagi-lagi tetap tak ada jawaban. Shinya tercenung sesaat, sempat
terpikirkan olehnya ini adalah segelintir dari ulah usil seorang Toshiya.
"Toshiya
ini tidak lucu! Kalau kau tidak mau keluar, aku pergi duluan." ancam
Shinya. Tapi Toshiya tetap tak menjawab. Shinya jadi sedikit kesal. "Baik.
Aku pergi duluan, yah." lalu mengambil ancang-ancang untuk pergi.
Tapi...
Krieet.
"..."
Shinya terdiam.
Pintu
kamar mandi itu sedikit terbuka. Toshiya mau main-main dengannya ! Maka dengan
cepat, Shinya mendatangi kamar mandi tersebut dan membukanya lebar-lebar !!
"Toshiya!"
.....
"SHINYA!"
Toshiya
terdiam disana. Matanya menyisir kamar mandi tersebut. Hey, kemana Shinya?
Pikirnya ketika tak mendapati sosok Shinya yang penurut disana. Toshiya keluar
dari kamar mandinya.
"Shinyaa?!"
panggilnya.
Tapi
sepertinya Shinya tak berada di sana.
"Kemana
dia?" gumam Toshiya bingung.
...
Shinya
tertegun melihat bilik kamar mandi itu kosong tak berpenghuni. Kemana
Toshiya???!
"Totchiii!!!"
Shinya kembali memanggil.
Pemuda
itu jadi kebingungan. Kemana Toshiya? Sejak kapan dia keluar dari biliknya?
"Toshiyaa!
Toshiyaaa!!!" Shinya memanggil-manggil.
…..
"Shinyaaa!!
Shinyaaa!!!"
Toshiya
masih berputar-putar di kamar mandi tersebut. Pemuda itu kebingungan, Shinya
tak mungkin meninggalkannya tanpa pamit. Jika pun benar dia pasti akan kembali
kemari.
"Apa
jangan-jangan..." Toshiya berpikir, hingga sesuatu terdengar...
CYUUR~!
Perhatian
Toshiya teralih.
"Suara
air...?" gumamnya. Tak lama dia tersenyum. Shinya pasti di sana!!!
…..
"Toshiyaa
ini tidak lucu! Keluarlah!!" Shinya memanggil lebih kencang. Pemuda manis
itu sudah mulai ketakutan dengan ulah Toshiya yang telah mengerjainya dengan
hal-hal menakutkan semacam ini. Dia tak ubahnya seperti Die yang suka sekali
mengerjainya hingga ia panik bahkan menangis.
"Toshiyaaa
!!!" Shinya memanggil. Rasanya Shinya mau menangis kali ini.
…..
“Shinya!"
Toshiya menemukan Shinya di bilik kamar mandinya, berdiri memandang pada cermin
yang ia pasang disana.
"Hey..!
Aku mencarimu dari tadi!" Toshiya menepuk bahu Shinya yang masih diam di sana.
Tapi entah mengapa, Toshiya merasa tubuh Shinya lebih kaku dan dingin. Apa
mungkin dia terlalu lama menunggu di luar ?
"Shinya...??"
Toshiya membalikkan tubuh Shinya.
"Shi-
Shi... nn... AAAAAAAAAAAAAAAA!!!!"
GRAK!
Kaoru
dan Die terkejut begitu melihat Shinya datang kekamar dengan wajah tertekuk
kesal. Sementara Kyo masih terlelap dalam tidurnya.
"Shinya?"
Die memanggil, namun tak digubris.
"Toshiya
mana?!" Kaoru bertanya. Tapi Shinya tak menjawab.
Dia
kesal !
~*~
"Toshiya
kemana ?!" Kaoru bertanya, kali ini terlihat lebih serius dari pertanyaan
tadi pagi.
"Aku
tidak tahu." jawab Shinya yang kini dibuat bingung.
"Loh,
kamu bukannya yang bersama Toshiya semalam ?" Kaoru tak habis pikir.
"Memang
benar, tapi..." Shinya bingung.
"Shin.
Ceritakan pelan-pelan..." ujar Die.
Shinya
meliriknya, namun dia terlihat masih bingung dan cemas.
"Ta-
tadi pagi aku memang mengantarnya ke kamar mandi... lalu..."
Kaoru,
Die dan Kyo terdiam mendengar cerita Shinya. Shinya menceritakan semuanya sejak
awal sampai akhir dimana dia tak menemukan Toshiya di sana dan berpikir semua
yang dilakukan Toshiya hanyalah permainan usilnya belaka. Tapi nyatanya....
"...Toshiya
benar-benar hilang." Kaoru berujar setengah tak percaya.
Bagaimana
bisa ?
"Aku
hanya berpikir kalau itu semua hanya
permainan Toshiya seperti biasanya." Shinya bingung dan takut sendiri.
Die
yang melihatnya ingin sekali menenangkannya, tapi keinginannya urung.
"Kaoru,
sekarang bukan waktunya unt-"
"Aku
tahu Die." potong Kaoru. "Tapi ini aneh." gumamnya.
Kyo
tercenung sesaat.
"Bagaimana
kalau kita ke kamar mandinya!" celetuknya.
Kaoru,
Die dan Shinya menoleh padanya serempak.
"Kyo..?"
Kyo
terdiam sejenak. "Sebenarnya aku mau memastikan sesuatu."
Mereka
semua terdiam.
~*~
Maka
dengan cepat keempat pemuda itu bergegas. Menuruni anak tangga menuju kamar
mandi yang letaknya tak jauh dari kamar mereka.
"Ayo
cepat!" Kyo tak sabar.
Kaoru,
Die dan Shinya masih mengikuti mereka di belakang. Mereka terburu-buru. Namun
tiba-tiba Shinya berhenti sejenak saat matanya menangkap sosok seorang gadis
kecil berjalan santai di koridor wisma sambil menenteng beberapa kain putih
yang lebih mirip dengan sprei kamar.
"Shinya!"
"Ah!"
Shinya terkejut. Die di sana.
Die
menatap Shinya lekat, "Ada apa?" tanyanya.
"Umm.."
Shinya merunduk sambil bergeleng, namun jelas sekali pandangan dan arah wajah
Shinya melihat ke arah lain. Die yang menyadarinya hanya bisa menatap Shinya
yang masih merunduk lalu melihat ke arah koridor yang kosong.
"Ayo!"
dia menarik tangan Shinya dengan begitu erat. Membawanya pergi dari sana.
Tak
berapa lama mereka sampai ke kamar mandi tersebut. Kyo yang lebih dulu curiga
langsung membuka bilik-bilik pintu kamar mandi tersebut dengan cekatan, membuat
Kaoru dan yang lainnya kebingungan.
"Kyo!
Kau mencari apa?!" tanya Kaoru, membuat Kyo menghentikan aksinya sejenak.
"Shin,
kau lihat ada cermin tidak disini?!" tapi Kyo lebih memilih bertanya
kepada Shinya daripada menjawab pertanyaan Kaoru.
Shinya
terdiam, berpikir.
"Untuk
apa kau tanyakan cermin?!" tanya Die aneh. Hal yang sama sepertinya ingin
diutarakan oleh Kaoru lewat pandangannya pada Kyo.
Kyo
tak menjawab, lalu memilih bergerak sendiri membuka bilik-bilik tersebut
hingga...
BRAK
!
Kyo
terkejut. Pemuda itu terkesiap.
"Kyo!"
Kaoru terkejut melihat perubahan ekspresi Kyo yang aneh ketika melihat bilik
kamar mandi yang terletak ditengah diantara yang lainnya.
Kyo
mundur teratur. Kaoru dan kedua temannya datang menghampirinya. Mereka tertegun
ketika melihat sebuah cermin kecil yang jelas mereka kenali adalah cermin rias
milik Toshiya tergantung disana. Tepat menghadap kearah mereka yang berdiri
tegak lurus didepan pintu kamar mandi.
Satu
muka dengan cermin dan pintu kamar mandi.
"Hah
hah hah..." nafas Kyo memburu.
"Kyo..."
Kaoru jadi semakin bingung.
"Sebenarnya
ada apa ini!?" Die yang juga sama sekali tak tahu apa-apa justru mulai
frustasi.
Dan
dengan Shinya yang sepertinya mampu merasakan gelegat ketakutan Kyo yang tak
mendasar.
~*~
"APA!?"
Kaoru
dan Die terkejut hampir bersamaan ketika Kyo menceritakan perihal syarat yang
diminta oleh sang nenek pemilik wisma.
"...Jangan
pernah memasang cermin di muka pintu kamar mandi." Kyo berujar, hal yang
sama yang pernah diucapkan sang nenek pemilik wisma padanya kemarin siang.
"Itu yang nenek pemilik wisma bilang padaku."
Kyo
terdiam, wajahnya menyiratkan rasa bersalah mendalam.
"Ketika
aku tanya kenapa? Dia menjawab dengan alasan yang tak logis. Kupikir itu hanya
alasan untuk semua pendatang supaya tidak mengusik tempatnya yang sudah tua
ini. Lagipula itu hanya seperti sebuah karangan mitos biasa, makanya..."
"Kau
abaikan?" Kaoru menegaskan.
Kyo
mengangguk sulit. Shinya memejamkan matanya pedih. Sedangkan Die, dia kelihatan
begitu tak percaya dengan cerita yang diceritakan Kyo. Mengenai tempat ini,
mengenai cermin di kamar mandi dan semua alasan aneh dan tak masuk akal yang
dikatakan kepadanya.
Itu
seperti sebuah cerita isapan jempol belaka.
Tapi
masalahnya sekarang adalah, Toshiya menghilang tanpa jejak. Kaoru terlihat
frustasi sekali. Pria tirus itu terlihat begitu bingung dan tak bisa berpikir
jernih. Sesekali dia hanya mampu memijit keningnya yang terasa lebih berat.
Kini apa yang harus dia lakukan ?
"Maaf..."
Kyo memohon.
"Bukan
salahmu Kyo." ujar Kaoru. Karena mungkin jika Kaoru berada di posisi Kyo,
dia pun akan melakukan hal yang sama dengan keganjilan ini.
"Sekarang
apa yang harus kita lakukan?" Die memecahkan suasana diantara mereka.
Mereka
saling menatap mereka satu sama lain.
~*~
Shinya
berdiri tak jauh dari pintu kamar mandi luar. Pemuda itu enggan masuk ke sana.
Namun matanya masih menatap bilik kamar mandi nomor 3 yang pintunya masih
terbuka lebar. Kaoru dan Die telah mengikat pintu biliknya agar tak menutup.
Dan
sejenak, Shinya teringat bagaimana terakhir kali dia mengantar Toshiya ketempat
ini. Suatu kejadian yang benar-benar tak mampu Shinya jelaskan dengan kata-kata
betapa anehnya ketika Toshiya menghilang saat itu. Tanpa jejak.
"Shinya..."
sapaan lembut itu menyambut bahunya.
Shinya
tersadar dari lamunannya. Die berdiri didepannya.
"Toshiya
pasti bisa kita temukan." hiburnya, tahu akan kesedihan dan beban pikiran
Shinya.
Shinya
hanya bungkam, dia menyesal sekali. "Harusnya aku tidak meninggalkannya
sendirian saat itu."
Die
bergeleng. Itu bukan salah Shinya.
"Hhh..."
Shinya menghela. Lalu balik menatap Die yang sedari tadi melihatnya. Shinya
kembali merunduk. "Jangan menatapku begitu Die-kun..." pintanya.
Die
mengalihkan pandangannya. "Gomen..."
Shinya
sedikit menjaga jarak dari pria itu.
~*~
"Kau
yakin tempatnya di sini ?!" Kaoru bertanya.
"Kau
tidak yakin pada orang yang sudah pernah nego harga dengannya, huh?!" Kyo
mencibir, sombong.
Akhirnya
tanpa adu mulut lebih jauh lagi kedua
pemuda itu mendatangi sebuah rumah kecil yang tak jauh dari pasar. Namun
sepertinya rumah nenek sang pemilik wisma tersebut siang ini agak ramai.
"Permisi.
Permisi..." Kyo mencoba mendekat pada kerumunan masal tersebut.
Kaoru
di belakangnya masih mencari jalan masuk karena banyak orang di sana.
"Maaf,
ada apa? Kenapa rumah nenek Okiku begitu ramai?" tanya Kyo pada salah
seorang pria.
"Kau
siapa?" tanyanya, curiga.
"Aku?"
Kyo bingung. "Oh, aku penyewa wismanya yang terletak di ujung sana."
jawabnya.
Pria
itu menatap Kyo dari ujung kaki sampai ujung rambut. Sementara Kaoru datang
menghampiri mereka.
~*~
"Cukup
Die! Aku sudah tidak mau membahas itu lagi!" Shinya menghindar.
"Tapi
Shin! Kau harus mendengar pembelaanku !" Die bersitegang.
"Kau
sama sekali tidak harus membela diri, aku cukup tahu perbuatanmu." Shinya
menolak.
"Shinya!"
Die geram. Berapa kali lagi dia harus mengalah agar Shinya mau mendengar
sedikit apa katanya.
"Shinya!"
Die mencengkram kedua bahu kurus itu erat, menghadapkan wajahnya pada wajah
Shinya masih mencoba berpaling darinya.
"Tolong
dengar aku..." ujarnya serius. Shinya membuang muka.
"Aku
memang bajingan seperti apa yang kau bayangkan. Tapi aku sama sekali tidak
pernah berbohong tentang perasaanku padamu,
aku tidak pernah mempermainkan
perasaanmu."
"Lepaskan
aku!" Shinya berontak.
"Tidak!
Sebelum kau mau memaafkan aku dan kembali padaku!" gertak Die.
"Ugh!"
Shinya berusaha menepis kedua tangan Die, namun Die kian memperkuat
cengkramannya.
"Die!"
Shinya sedikit mengaduh.
"Kau
keras kepala Shin!" Die geram, lalu dengan paksa mencium Shinya telak
hingga pemuda itu terkejut tak berkesudahan.
"Mmhh!!!"
Shinya melawan, kedua tangannya berusaha menjauhkan Die darinya. Tapi nampaknya
kekuatan Die yang didasari oleh hasrat dan tekadnya mendapatkan Shinya jauh dua
kali lebih besar daripada penolakan Shinya yang sebenarnya hampir luluh.
"Hah..hah..."
Die
menyudahinya ketika lelehan airmata itu mengalir dan suara desah nafas Shinya
berubah menjadi isak.
"Shin..."
Die nampak terkejut.
"Hks...hhhkkss...hhh..."
Shinya terisak.
Cengkraman
Die melemah, dan Shinya memanfaatkannya untuk pergi darinya.
Die
menghela berat, "Khh!! Kuso!!!" kesalnya memukul tembok.
"Shinya!!"
lalu pemuda itu pergi meninggalkan kamar mandi tersebut demi mengejar Shinya.
Dimana
tak seorangpun tahu, bilik kamar mandi yang terikat pada tambang tersebut
menutup begitu saja, dengan suara gumam kecil terdengar samar dari dalam
biliknya.
"Tolong...Shinya...Diee..hhh..."
~*~
"HAH!?
MENINGGAL??!!!" Kyo dan Kaoru terkejut bukan main!
Terutama
Kyo yang sudah sempat bertemu dan mengobrol banyak tentang wisma dan obrolan
ringan lainnya. Setahunya nenek Okiku benar-benar seorang nenek yang sehat
walau dengan umur yang memang sudah lanjut.
"Ba-
bagaimana bisa ?" Kyo terbata.
"Tidak
ada yang tahu, kami semua baru mengetahui kematiannya pagi tadi."
Kyo
dan Kaoru semakin terkejut. Waktu yang sama dengan kejadian menghilangnya
Toshiya di wisma.
"Dia
meninggal karena apa ?" tanya Kaoru lebih serius.
Sang
pria paruh baya melihatnya serius.
"Seseorang
merobek dadanya dan mengambil jantungnya."
DEG!
Kaoru
dan Kyo tersentak.
~*~
Shinya
masih duduk di beranda kamarnya sambil memeluk kedua kakinya yang melipat, sama
sekali tak bergerak dari sana. Namun sesekali matanya melirik kearah belakangnya.
Dimana ada Die yang tengah duduk bersujud padanya. Pemuda itu memohon maaf dan
bersikeras akan bersujud jika Shinya tak memaafkan kesalahannya.
Mulanya
Shinya tak menggubris dan membiarkan Die melakukan semuanya sesukanya. Karena
Shinya sudah terlalu lelah menghadapi watak pemuda tersebut. Tapi ini sudah
terlewat dua jam sejak Die bersujud
padanya. Die pasti kelelahan dan pegal. Begitu pikir Shinya yang penyayang.
"Kau
tidak perlu melakukannya..." Shinya buka suara.
"Kau
tak mau memaafkanku."
Shinya
terdiam. Dia memang masih belum ikhlas memaafkan semua kesalahan pemuda ini.
Terlalu banyak ulah yang dia buat yang tak jarang membuat Shinya tersakiti dan
tak jarang menangis karenanya. Tapi tentu itu semua tanpa sepengetahuan Die.
Sampai
suatu ketika Die kedapatan berkencan dengan seorang groupis yang membuat Shinya
miris dan habis kesabaran. Shinya sakit hati. Terlebih lagi dengan semua
ungkapan cinta dan sayangnya pada Shinya selama ini, terdengar menjadi sebuah
bualan dan candaan belaka begitu Shinya tahu Die sempat berhubungan dengannya.
Shinya
bungkam.
Tapi
Shinya bukanlah seseorang yang tega, walaupun itu kepada orang yang telah
menyakitinya. Apalagi orang seperti Die, yang tak mampu dia bohongi, Shinya
menyukainya...
"Sudah
aku maafkan." ujar Shinya pelan.
Die
mendongak. "Kau tak serius." jawabnya, kembali bersujud.
"Aku
sungguh-sungguh. Justru kalau kau terus begitu, aku tidak akan pernah memberi
maaf lagi." jawabnya.
Die
tertegun, lalu bangkit. Duduk bersimpuh di sana sambil menatap Shinya yang
masih tak berani menatap wajahnya.
"Aku
benar-benar minta maaf." ujar Die lagi.
Shinya
mengangguk kecil tanpa kata.
"Jadi
boleh aku memelukmu?" tanya Die membuat Shinya meliriknya. "Aku
memaafkanmu bukan berarti memperbolehkanmu memelukku." jawabnya.
"Kalau
begitu kau belum memaafkanku."
Shinya
mengepalkan tangannya. Tapi apa mau dikata, Shinya selalu kalah dalam
perdebatan ini. Akhirnya dia mengangguk kecil diiringi senyum kemenangan dari
Die yang perlahan beranjak menghampirinya dan mendekapnya erat.
Memeluk
pemuda itu dengan begitu sayang ketika satu kecupan manis dia daratkan di kepala
Shinya. Shinya balas memeluknya, tak dipungkiri semua perlakuan manis Die
selalu membuatnya terenyuh dan terbawa. Menyamankan diri dalam dada dan bahu
Die. Membuatnya semakin tak bisa membenci pria berambut menyala itu lebih dari
ini.
Tapi
tiba-tiba Shinya tersentak dan mendorong Die kuat-kuat sampai Die terkejut.
"Hh..
nenek!" Shinya terkesiap begitu melihat sosok Nenek pemilik wisma berdiri
di depan pintu.
Die
berbalik, lalu membungkuk sopan. Sang nenek hanya tersenyum kecil lalu
meninggalkan kamar tersebut. Shinya malu sekali, sementara Die hanya bisa
menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Aku
lupa menutup pintunya." gumam Die hingga Shinya harus memukul lengannya
karena gemas XD
"He~
sedang apa kalian ?!" Kaoru dan Kyo muncul.
Aneh
melihat kedua orang temannya duduk termangu menghadap ke arah pintu keluar.
Shinya merunduk, menyembunyikan malu. Sementara Die beranjak.
"Si
nenek sudah bilang sesuatu ?" tanyanya.
Die
mendekati mereka dengan tampang serius. Kedua temannya ini memang sejak pagi
mencari nenek pemilik wisma untuk mengetahui misteri di balik cermin kamar
mandi yang seharusnya Die jaga bersama Shinya.
Namun
Kaoru dan Kyo beraut kecewa. Die jadi aneh.
"Si
nenek memangnya tidak bicara?" tanyanya kaget. "Pelit banget."
komentarnya asal.
"Bukan
masalah pelit, Die." Kaoru berujar.
"Ya
iyalah pelit! Kalian capek-capek datang kerumahnya masa tidak diberitahu,
sementara si nenek tadi ke sini mengintip kami!!"
Kyo
dan Kaoru terkesiap bersamaan.
"Die!!"
Shinya memekik, malu.
Kyo
dan Kaoru saling berpandangan.
"Kau
serius?!" Kyo bingung.
"Apa
wajahku kelihatan seperti sedang berbohong ?!" Die tak kalah serius. Dia
akan bertampang kesal jika sesuatu menghentikan aksi mesranya dengan Shinya
seperti tadi.
"Die,
kau tidak salah lihat?" tanya Kaoru.
Die
menoleh kearah Kaoru. "Kenapa kalian sepertinya tidak percaya padaku?
Shinya juga melihatnya. Malah yang lebih dulu melihatnya adalah Shinya."
jelasnya.
Kyo
dan Kaoru melirik Shinya tajam. Shinya mengangguk.
"Tadi
nenek itu berdiri di ambang sambil tersenyum. Lalu pergi." jawabnya sambil
menunjuk kearah pintu kamar.
"TADI?!"
Kyo menekankan.
Shinya
mengangguk mantap. Die mulai jengah.
"Hei,
sebenarnya kalian kenapa? Kenapa begitu kaget dan terkesan tidak percaya pada
kami, huh?" tanyanya sedikit menantang.
Kaoru
bingung menjelaskan, lalu melirik Kyo. Kyo menutup pintu kamar mereka
rapat-rapat membuat Die dan Shinya menjadi semakin aneh.
"Jelas
aku tidak percaya." jawab Kaoru sedikit pelan.
Die
mengerutkan alisnya.
"Sebenarnya
waktu kami mencari rumahnya dan bertemu dia disana, dia..." Kyo menghela.
"Dia
sudah tewas tadi malam." sambung Kaoru.
"APA!!?"
~*~
'Shinya...'
"Mm.."
Shinya menggeliat dalam tidurnya.
'Shinya...'
"Aahh..."
Shinya nampak tidur tak nyaman.
'Shinya...''Shinya...'
"Hhh..." sesuatu
mengusiknya.
‘Shinya..!!.’
"Hh!!"
Shinya memerjapkan matanya.
Menatap
langit-langit kamar sempit yang gelap itu dengan mata terbuka lebar. Dia
melirik kesebelahnya, Die masih terlelap disampingnya. Begitu dekat padanya.
Shinya bangun dari pembaringannya, menatap kedua temannya yang lain yang masih
tidur berdekatan satu sama lain.
'Shinya...'
Shinya
menoleh, dia seperti mendengar seseorang memanggil namanya.
'Shinya...'
"Toshiya..."
gumam Shinya yang akhirnya beranjak dari kamarnya seorang diri.
'Shinya...'
Suara
itu terdengar begitu jelas. Seolah menuntunnya untuk datang kesuatu tempat
dimana setiap kali Shinya melangkah suara itu terdengar semakin jelas dan
nyaring. Dan Shinya yakin ini adalah suara Toshiya.
'Shinya...'
Shinya
keluar dari wisma utama, kakinya membawanya menuju kamar mandi yang tak jauh
dari sana.
…..
"Umh..."
tangan Die bergerak meraba sesuatu di sampingnya. Namun keningnya berkerut saat
tangannya hanya merasakan hampa di sebelahnya. Matanya terbuka perlahan, dan
tidak mendapati sosok Shinya di sana.
"Shinya..?"
Die bangun, matanya mencari-cari sosok itu namun tak kunjung ia dapatkan
kecuali kedua orang temannya yang lain.
Die
bingung, hingga matanya melihat pintu kamar mereka terbuka.
"Shinya!"
Die panik, lalu beranjak.
"Toshiya...?"
Shinya sampai didepan bangunan kamar mandi tua itu.
Begitu
gelap dan sunyi.
'Shinya...'
Tapi suara itu terus memanggilnya.
Seolah mengundang Shinya untuk masuk ke dalam. Shinya melirik sekelilingnya
yang sepi. Ia ragu.
Krieet.
"Hh..!"
Shinya
terkejut ketika bilik pintu kamar mandi tempat dimana Toshiya menghilang tiba-tiba
terbuka dengan sendirinya.
"Toshiya?"
panggilnya, walau ragu.
'Shin...tolong
aku...'
Shinya
masuk.
DRAP!
DRAP! DRAP!
Dengan
cepat Die menuruni anak tangganya kalap. Pikirannya was-was begitu tak
mendapati Shinya disampingnya. Semakin cemas ketika sadar Shinya tak ada di
wisma kecil itu. Dia pasti ke kamar mandi itu!
"Shinya!"
Die berteriak ketika keluar dari wisma, berlari cepat menuju kamar mandi.
Kaoru
terbangun.
"Kyo...?"
Kaoru mengucek matanya yang perih, kemudian bangun ketika melihat sosok vokalis
mereka duduk diam menatap jendela.
Kaoru
sadar Die dan Shinya tak ada disana. Pemuda itu langsung panik. Bangkit dan
segera menghampiri Kyo.
"Kyo!
Die dan Shinya kemana ?!" tanyanya sambil menepuk bahunya.
"Kkhh...hhh...hhh..."
Namun Kyo hanya membalas dengan suara desah nafasnya yang terdengar begitu
berat dan kotor.
"Kyo!!"
Kaoru kembali memanggil.
"Hhh...."
hingga akhirnya pemuda kecil menoleh kepalanya kearah Kaoru yang langsung
terkesiap dan mundur teratur.
Kaoru
mundur seketika begitu melihat vokalis itu berubah, wajahnya nampak bengis
dengan bola matanya yang memutih.
"Toshiya...?"
Kriet.
Shinya
mendorong pintu bilik kamar mandi yang terletak di tengah-tengah. Dengan
perlahan pemuda itu membukanya.
"To-"
"Shinya!!!"
Die menjerit begitu melihat Shinya sedang membuka pintu bilik tersebut. Mata
Die membulat, dengan nafas yang memburu karena kelelahan dan kepanikannya dia
melihat Shinya disana yang kini menoleh padanya.
"Die..."
Die
sedikit lega mengetahui Shinya masih di sana, pemuda itu beranjak
menghampirinya. "Shinya seda-"
Tiba-tiba...
GREP!
Mata
Die membulat besar ketika sebuah tangan menarik lengan Shinya.
"Ah!!"
Shinya terkejut ketika tubuhnya dipaksa masuk ke dalam.
"Shinya!!!!!!!" Die
menjerit, berlari menyongsong ke arah pintu.
"Dieeeee!!!"
Shinya histeris!
…..
GABRUG
!
"Ugh!"
Kaoru
terjatuh, begitu juga Kyo. Pemuda kecil itu kini justru menyerangnya hingga
pergumulan di antara mereka tak terelakkan.
"K-
Kyo ...hh.. sadar !!!" Kaoru yang diduduki oleh pemuda itu nampak masih
bertahan ketika Kyo berusaha mencekiknya.
"Khhhh...hh...kkkhh....
!!!" tapi Kyo hanya menggeram dengan nafas yang berat.
"Ugh
!" Kaoru kesulitan ketika tenaganya dikuras habis menahan serangan pemuda
tersebut.
…..
"Shinyaa!!!"
Die bertahan di depan pintu sambil menarik lengan Shinya yang satunya sementara
tangan mengerikan itu menariknya kearah cermin.
Ini gila! Sungguh gila!!!
Bagaimana
cara menjelaskan kenyataan dimata Die melihat sebuah tangan manusia muncul dari
dalam cermin sebuah cermin rias milik Toshiya?!
Dan
kini tangan itu ingin mengambil Shinya darinya!
"Die..!!"
Shinya terisak. Dia ketakutan!
"Ugh!!"
Die masih bertahan!!
Namun
tenaga mengerikan itu begitu kuat menyeret Shinya hingga kini sebagian
tangannya masuk kedalamnya.
"Tidak!!!!
Tidaak!!! Tidaak!!!" Die panik.
Shinya
memejamkan matanya kuat-kuat, berusaha melepaskan diri tapi lengannya seolah
lumpuh dan tak bisa digerakkan kembali.
"Die...hhkss.."
BUGH!
Kaoru
memukul pemuda itu. Memukulnya berkali-kali telak pada wajahnya. Namun anehnya
Kyo sama sekali tak bergeming, bahkan tak ada rasa sakit sepertinya. Kaoru
mundur teratur, pemuda itu mencari jalan keluar dan kabur. Kyo mengejarnya.
"Sial!"
Kaoru
berlari, tapi dengan cepat Kyo mengikutinya dan mendorong pemuda tersebut
hingga membentur dinding.
BRUK!
"Awh!"
Gabrug!
Kaoru
terjatuh dengan kepala yang terasa sakit sekali setelah menabrak dinding. Kyo
mendekat, menginjak punggung pria tersebut dengan leluasa. Hingga Kaoru tak
kuasa jatuh dan terhimpit dengan lantai kayu tersebut.
"K-
kyo!!"
"Hihihi..."
Kyo terkikik menyeramkan.
……
"DIE!!!"
Shinya menjerit ketakutan ketika sebagian bahu kanannya tenggelam dalam cermin.
Die
masih bertahan walau semakin lama pegangannya semakin bergeser hampir terlepas.
"Shinya, bertahan disana!!" Die kukuh.
"Hhkss...hhhkks...hiks..."
Shinya tak bisa membantu dengan sebagian tubuhnya yang hampir mati rasa.
"Aaaarrgghhhh!!!"
Die berteriak sambil terus menarik Shinya kini dengan kedua tangannya. Kakinya
menahan berat badannya pada kayu sekat bilik yang lain.
Tapi
justru Die pun semakin bergeser masuk ke dalam bilik.
"Die...!"
Shinya panik.
Kini
wajah Shinya telah menempel sebagian pada cermin.
"Shinyaaa!!!"
"Lepaskan
aku!!!" Shinya menjerit akhirnya.
"Tidak!!!"
"Kalau
kau terus menarikku, kau juga bisa terseret!!!"
"TIDAK!!!"
Die masih keras kepala.
Dan
di saat itulah sesuatu mengejutkan mereka, dimana dari dalam cermin seorang
hantu gadis cilik muncul dengan rambutnya yang menjuntai menutupi wajahnya yang
hitam. Memeluk Shinya dan menyeretnya dengan kuat.
"Hyaaaaaaa!!!!!!!"
Shinya menjerit.
Hantu
itu menatap Die bengis dengan matanya yang merah, seketika munculah angin
kencang yang mementalkan tubuh pemuda itu hingga terlepas dan membentur dinding
luar kamar mandi.
BRUAK!!
"Dieeee!!!!"
"Huh!"
Kyo bersiap melayangkan kepalannya
pada kepala Kaoru. Mengacungkan kepalan tangannya tinggi-tinggi hingga terayun
dan bersiap menghancurkan kepala pemuda dengan sekali pukul. Kaoru memejamkan
matanya ketakutan!
BUGH!
GABRUG!
Namun
Kaoru tersadar kembali, tak ada pukulan. Bahkan kini tubuhnya lebih ringan.
"KYO?!"
dia justru menjerit ketika melihat Kyo tergeletak di lantai.
Kaoru
berbalik, matanya membulat ketika mendapati seorang wanita disana.
"Kau..siapa?!"
Kaoru masih belum habis terkejut.
"Shinya!!" Die bangkit dan
berusaha menggapai bilik pintu. Tapi...
BRAK!
Pintu
itu menutup! Die panik!!
"Shinya!!!
Shinyaaaa!!! Shinyaaa!!!!"
"Diee!!!"
suara Shinya masih terdengar.
Dug!
Dug! Dug!
Die
menggedor pintu kamar mandi itu.
"Shinya!!!
Shinyaaaa!!! Shinyaaa!!!!"
Dug!
Dug! Dug!!
Bahkan
mencoba mendobraknya berkali-kali, namun tetap tak bisa! Pintu kayu tersebut
mendadak keras bagai beton.
"Shinya
!!! Shinyaaaa!!! Shinyaaaa !!!!"
Dug!
Dug! Dug! Dug!
Terus
menggedor pintu kamar mandi tersebut, namun sudah tak ada jawaban. Bahkan kini
angin-angin kuat yang sejak tadi menghempaskannya telah hilang dan tenang.
"Shinyaaaa!!!"
Dug!
Dug! Dug!
Pukulan
itu melemah.
"Shinyaaa..."
Die menangis. "Shinyaaaaaa..."
Pemuda
itu tak berhasil mempertahankan Shinya. Shinya telah dibawa pergi.
"SHINYAAAAAAAAAAAAAA
!!!!!!"
Kaoru
dan wanita itu tersentak bersamaan begitu mendengar jeritan Die. Keduanya
langsung bergegas tanpa mempedulikan Kyo yang terkapar dilantai. Kaoru dan
wanita berambut pendek itu segera mendatangi kamar mandi yang gelap tersebut.
"DIE!"
Kaoru
panik bukan main ketika mendapati sahabatnya tergolek dilantai. Dengan cepat
dia mendatanginya.
"Die!!!"
Kaoru mengguncangkan tubuhnya yang lunglai.
"Hah!!"
Sementara si wanita itu nampak terkejut melihat sesuatu dikamar mandi.
"Ayo cepat bawa dia!"
~*~
Die
tersadar, ada wajah Kaoru dan Kyo yang terbalut dengan perban terlihat. Serta
satu orang pendatang baru yang tak ia kenal muncul disana.
"Hhss...
Shinya..." Die bangun.
Namun
menyadari Shinya tak ada disekitar mereka.
"Die..."
Die
berwajah murung, pemuda itu langsung menenggelamkan kepalanya pada kedua
kakinya yang terlipat. Dia masih terlalu terguncang dengan apa yang telah ia
alami semalam. Kaoru menepuk punggung pemuda tersebut prihatin. Sementara Kyo
yang telah sadar dari kerasukannya semalam memilih untuk bertanya pada gadis
disebelahnya.
"Sebenarnya
kau ini siapa?" tanyanya.
Kaoru
menatap mereka.
"Namaku
Nora." jawabnya.
"Apa
kau tahu tempat ini? Kenapa kau bisa muncul begitu saja?" tanya Kaoru.
"Mulanya
tidak, sampai kakekku memberitahukan tempat ini setelah dia meninggal."
Kening
Kyo dan Kaoru berkerut.
"Sebenarnya
kau ini siapa? Dan apa yang kau ketahui tentang tempat ini?" Kaoru mulai
serius.
Nora
menatap mereka serius.
"Sebenernya
tempat ini adalah..."
Pemakaman
masal dari sebuah makam besar yang dibuat untuk mengubur jasad-jasad para
pendosa yang mendustakan Tuhan dan memiliki ilmu hitam untuk membunuh orang.
Sebelum tempat itu menjadi suatu wisma, tanah itu adalah sebuah kesepakatan
akhir antara arwah dan penjaga mereka. Dimana tempat tersebut telah disegel dan
dikunci hingga tak ada satupun arwah jahat yang mampu keluar dari sana,
kecuali...
"...kecuali
jika kau menaruh sebuah cermin di kamar mandi dan meletakkannya tegak lurus
dengan pintu. Terlebih lagi, jika kamar mandi itu adalah kamar mandi dengan
nomor ganjil."
Maka
cermin itu akan menjadi pintu dimana arwah-arwah jahat itu bisa keluar dari
neraka. Karena cermin itu satu-satunya pintu keluar yang nyata untuk mereka
kembali ke alam fana dan mencari korban atas dendam dan kejahatan mereka.
"Ini
seperti membuka pintu gerbang neraka dimana banyak sekali roh jahat yang ingin
keluar dari sana."
"Lalu
apa hubungannya denganmu? Kenapa kau bisa tahu tempat ini?" tanya Kyo.
"Sebenarnya
tempat ini dijaga oleh dua orang. Salah satunya adalah nenek Okiku pemilik
wisma ini dan satu lagi adalah Kakekku. Yang baru saja meninggal kemarin
malam." jawabnya.
"Kakekmu
meninggal? Kenapa?" tanya Kyo.
"Kakekku
meninggal sama persis dengan apa yang dialami oleh nenek Okiku."
DEG!
Jantung
Kyo dan Kaoru seolah berhenti berdegup. Itu artinya Kakek dari wanita ini
meninggal dengan cara serupa dengan nenek Okiku, seseorang merobek dadanya dan
mengambil jantungnya.
"Aku
sadar ketika Kakek meninggal dengan cara seperti itu, seseorang pasti telah
membuka pintu keluarnya."
Kyo
dan Kaoru berwajah murung. Entah mengapa mereka teringat pada Toshiya.
"Persetan
dengan pintu neraka atau hal-hal yang tidak jelas!!" Die menggeram.
"Aku hanya mau Shinya kembali!!"
Mereka
terdiam.
"Kau
bisa membantu kami Nora?" pinta Kaoru.
"Maaf,
setahuku... orang yang sudah masuk kedalam pintu itu mereka tidak-"
"Kalau begitu kenapa kau datang kalau kau tidak bisa
membantu !?" gertak Die yang kesal.
"Die!
Tenangkan dirimu!" Kaoru mengingatkan.
"Kau
pikir aku bisa tenang dengan apa yang aku alami semalam?! Kau tidak lihat
Shinya diseret kesana dengan kasar!?"
"Aku
mengerti-"
"Kau
tidak mengerti!!! Kau hanya berlagak sebagai orang yang sok mengerti!!"
"DIE!"
Kyo menghardik, membuat mereka terdiam sejenak. "Aku tahu kau kehilangan
Shinya! Tapi kau juga harus sadar yang kehilangan bukan cuman kau!! Tenanglah
sedikit!!!"
"Huh!"
Die beranjak meninggalkan mereka.
"Die!"
Kyo beranjak.
"Biar
aku saja." tahan Kaoru. Pemuda itu akhirnya beranjak mendatangi Die yang
tengah dilanda kekalutan.
Die
termangu melihat sekelilingnya dengan perasaan kesal dan marah. Terlalu kesal
ketika dia mengingat kejadian dimana Shinya lepas dari tangannya dan terseret
masuk kedalam. Die benar-benar kesal!!
"Die..."
Die
membuang wajahnya, tidak mau menatap wajah sang leader.
"Semuanya
tidak akan pernah kembali kalau kau emosi seperti ini."
"Jangan
berkata seolah kau yang paling tahu segalanya, Kaoru." jawabnya.
"Aku
tidak bilang aku tahu segalanya, aku hanya-"
Die
menoleh tajam padanya.
"Kau
pernah merasakan apa yang aku rasakan waktu Shinya lepas dari tanganku? Kau
bisa merasakan perasaanku?"
Kaoru membisu.
"Die..."
"Aku.."
Die menatap leadernya serius. "...mau Shinya kembali padaku."
lanjutnya. "Apapun caranya!" tandasnya.
"Kalau
kau memang mau Shinya kembali, kenapa kau tidak coba bergabung dengan kami
untuk berusaha menyelamatkan Shinya dan Toshiya? Jangan hanya berdiri menahan
kesal tapi tidak mau melakukan apapun buat mereka." sindirnya.
"Tapi
gadis itu bilang, orang yang sudah masuk kedalam cermin, dia sudah tidak bisa
ditolong!" Die dilema.
Kaoru
menepuk kedua bahunya.
"Kita
coba. Aku percaya, Toshiya dan Shinya masih hidup." tandasnya.
~*~
Die
dan Kaoru kembali, Kyo terlihat sedikit lega mengetahui Kaoru berhasil meredam
amarah pemuda tersebut. Mereka kembali duduk dan bicara pada gadis asing itu.
"Aku
memang tidak tahu cara menyelamatkan mereka. Tapi mungkin aku tahu bagaimana
cara menghancurkan pintu itu. Dan aku butuh bantuan kalian untuk menutupnya
bersama-sama." ujar Nora.
"Bagaimana
caranya?" tanya Kyo antusias.
"Caranya..."
~*~
"Ini
garam dan beras ketan." Nora memberikan kedua bahan itu kepada tiga pemuda
itu.
"Maksudmu
senjata kita cuman pakai bumbu dapur????" Kyo kaget.
"Senjata
macam apa ini?" dengus Die yang juga kebingungan.
"Biarpun
kelihatannya seperti bumbu dapur biasa, tapi ini lumayan ampuh." jawabnya.
"Lalu
apa yang harus kami lakukan?" tanya Kaoru serius.
Nora
menatapnya serius.
Pada
tengah malam salah satu diantara mereka harus berdiri tepat menghadap si
cermin. Menunggu kedatangan setan-setan itu keluar.
"Mereka
tidak bodoh. Kita sudah punya senjata, mana mau dia keluar." celetuk Die.
"Iya,
lagipula buat apa mereka keluar lagi?" sambung Kyo.
"Mereka
pasti keluar." jawab Nora santai.
"Maksudmu?"
"Mereka
pasti akan keluar untuk mencari tumbal."
"Tumbal?"
ketiganya terheran.
"Mereka
belum dapat jantung perawan."
Ketiga
pemuda itu terhenyak.
~*~
Keempat
orang itu mendatangi kamar mandi gelap itu pada tengah malam. Dengan Kaoru yang
masih menjinjing sebuah cermin yang besar. Kyo yang masih mengikuti mereka
dengan was-was. Sementara Die yang masih nampak berpikir keras dengan apa yang
akan mereka lakukan setelah ini. Die hanya ingin Shinya kembali padanya lalu
pergi jauh dari tempat terkutuk ini. Pikiran serupa juga sama dirasakan oleh
kedua temannya yang lain. Mereka hanya ingin cepat pergi dari tempat ini!
Namun
tak dielakkan rasa takut menyelingi mereka ketika kembali ketempat itu. Nora
berhenti tepat didepan pintu kamar mandi. Berbalik menatap mereka.
"Aku
merasa seperti Ghost Buster sekarang, tapi Ghost buster kampung ToT" Kyo
berkomentar mengenaskan XDD
Kaoru
dan Die menahan tawa dengan Nora yang terkikik kecil.
"Aku
yang akan berdiri disana. Kalian dibelakang menarik setan itu keluar."
ujar Nora.
"Kenapa
harus kau?" tanya Die.
"Karena-"
"Kau
tumbal." jawab Kaoru cepat.
Nora
tersenyum kecil. "Cuman aku kan gadis perawan diantara kalian."
jawabnya setengah bercanda.
Kyo
dan Die saling pandang, lalu menatap Nora dari ujung rambut sampai ujung kaki.
"Kenapa?
:D" tanya Nora.
Kyo
dan Die bergeleng kencang bersamaan.
"Kalau
kau diseret bagaimana ?" tanya Kaoru.
"Pintu
akan selamanya terbuka, dan kemungkinan..." Nora menjeda. "Kita semua
juga akan mati."
Mereka
terhenyak.
"Tarik
setannya semampu kalian, lalu lumpuhkan dan binasakan." Nora menatap
ketiganya bergantian, lalu mengambil sebuah pasak besi dari kantung tasnya.
"Semoga kita berhasil."
Ketiganya
mengangguk kecil.
~*~
Cermin
besar itu telah dipasangkan menggantikan cermin rias Toshiya yang kecil. Dengan
jelas mereka berempat mampu melihat bayangan mereka sendiri di cermin tersebut.
Rasa
takut, cemas dan waspada terlihat diraut wajah mereka yang masih menunggu
kemunculan setan itu. Namun sudah hampir satu jam ditunggu keadaan tak berubah
sama sekali. Tak ada pergerakan atau pun sinyal-sinyal kemunculan arwah-arwah
yang mereka harapkan. Keringat bercokol di kening mereka, kontras dengan udara
malam yang menusuk dengan gerimis kecil yang mengguyur tempat itu.
Die
melirik Kaoru yang menatap bayangan Kyo di cermin.
Setannya
tidak keluar?
"Kkhhh..."
Kaoru
waspada ketika Kyo beraut aneh. Kyo seperti mendengar sesuatu. Terbukti dengan
gelagatnya yang seolah mencari-cari sesuatu.
"Aku
mendengar suara." ujarnya pelan.
Kyo
menyisir sisi-sisi kamar mandi tersebut. Kaoru dan Die melakukan hal yang sama
walau tidak bergerak dari tempat mereka berdiri.
"Kalian
jangan terkecoh dengan suara itu!" Nora menoleh.
Ssshh~!
Kyo
terkejut.
"NORA!!!
Di depanmu!!!"
Nora
menoleh kearah cermin. " AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!!!!!!!"
"Nora!!!"
Kaoru menjerit, Die menarik tubuh Nora yang ditarik oleh tangan-tangan
tersebut.
"Sial!!"
Kyo panik, pemuda itu mengambil segenggam garam yang langsung dilemparkan tepat
kearah sang hantu berkepala wanita tersebut.
"Makan
ini setan!!!"
DASH
!
"Aaaaaahhhh!!!
Aaaaaaaaaarrgghhh~~~!!!"
Suara
jeritan itu begitu memekikkan telinga mereka. "Tarik Die!!! Tariiikkk
dia!!!" Kaoru menarik Nora yang masih diseret.
"Setan
bangsat!!!"
Die
menarik tangan setan itu kuat-kuat keluar dari sarangnya. Kyo kembali mengambil
beberapa genggam garam yang dicampurkan dengan sekantong beras ketan, lalu
melemparkannya telak.
"Aaaaaahhhh!!!
Aaaaaaaaaa~~~!!! Graaaaaaaaaaooowwwww~~!!!"
WUSH!!
Angin
itu berhembus, Kyo terpental hingga jatuh terduduk sementara Kaoru dan Die
masih berjibaku menarik gadis itu tetap di tempatnya walau kini angin kencang
bak badai itu menerpa tubuh ketiganya.
"Tarik!
Tariiik!!!" Kaoru berusaha sekuat tenaga.
"Tarik
arwahnya keluar cermin!!!" Nora menjerit.
Die
menarik lengan busuk itu keluar, tapi sulit!!
"Aaaaaarrgghh
!!!" Die menggeram luar biasa sambil terus menarik mereka.
"Kyoooo!!!"
Die berteriak meminta bala bantuan ketika kaki mereka bertiga mulai terseret.
Kyo
yang masih berjibaku dengan angin kencang yang datangnya dari cermin mencoba
berdiri dengan kekuatannya sendiri, menarik kantung-kantung garam dan beras
yang mereka kumpulkan walau mulai tersapu angin. Kyo harus menyelamatkan itu!
"Kyooo!!!"
Die menjerit, mereka semakin terhisap!
"Siaal!!!"
Kyo mengambil kantung garamnya, berdiri dan menaikkan kakinya sebelum
ancang-ancang melempar bola garamnya. "Makan ini keparaaaat !!!"
DASH!
"AAAAAAAAAAAAAKKKKHHH
!!!!" hantu itu menjerit setelah menerima lemparan kantung garam dari Kyo.
Nora terlepas, namun ketiganya masih berusaha menariknya keluar.
"Tariiiikkk!!!"
Ketiga
orang itu masih menarik setan itu
keluar. Kyo tergopoh-gopoh mencari pasak besi yang diberikan Nora. Karena
jatuhnya, semua peralatannya ikut tersapu angin.
"TOSHIYA!"
Tapi
tiba-tiba Kaoru menjerit saat melihat sosok familiar itu di depan matanya.
"TOSHIYAAAAAAAA!!!!"
Kaoru berusaha memanggilnya. Dia berusaha menggapainya, namun posisinya terlalu
sulit untuk menarik arwah dan Toshiya sekaligus.
"Diee!!!
Tarik Toshiyaaa!!!!" titah Kaoru kalap!!
Die
memasukan tangannya sendiri ke dalam cermin aneh itu. Menarik sosok Toshiya
yang terlihat, namun kini Die yang histeris tak keruan.
"SHINYA!!!!
SHINYAAAAAAAAA!!!!" Suasana itu kisruh ketika Die menangkap bayangan
Shinya dari cermin. Mereka berdua di dalam sana!!
GREP!
Ketika
Die mencoba mengambil kedua sahabatnya, justru kini tangan Die dicengkram kuat
oleh sang setan. Matanya yang merah kini melotot tajam pada Die yang berniat
menarik keduanya. Die tak kalah bengis menatapnya!
"Aaghh!!!!"
Die menggeram berat!
Pemuda
itu justru semakin bernafsu menarik kedua pemuda itu dari cermin tanpa
mempedulikan sang setan yang mungkin mencoba menariknya ke dalam. Die berusaha
menarik Toshiya lebih dulu.
Die
menarik Toshiya keluar cermin, "Kyooo bantu aku!!!!" Die menjerit!
Kyo
datang, berlari membantu Die menarik pemuda tinggi tersebut dari cermin.
"Toshiya!!!"
Kyo memanggilnya, namun Toshiya tak sadar.
Die
menariknya sekuat tenaga, Toshiya lolos!
"AAAAAAAAAAAAAAAAAAKHHHHH
!!!" Arwah itu menjerit. Seolah sebagian dari tubuhnya terlepas dari
badannya.
Die
kembali mencoba menarik Shinya.
"Pertahankan
arwahnya!!! Tarik pemuda itu Die!!!" Nora mendongak pada sosok Shinya
disana.
"Shinya!!!!"
Die menarik pemuda itu, namun beberapa kali lolos karena sang arwah yang
menghalanginya.
Kyo
dan Toshiya menjauh dari sana, jatuh tersungkur membentur lantai. Tapi Kyo
segera bangkit, mengambil beberapa kantung didekatnya.
"Ukh!"
"Dieee!!!"
Kaoru menjerit ketika Die justru mulai terhisap kedalamnya.
"DIEEE!!!"
Nora
menarik jaket pemuda tersebut. "Die!!! Tarik diaaa!!!"
Sayangnya
pegangan Nora terlepas, setengah tubuh Die hingga pinggang kini telah terhisap
kedalam.
"DIE!!!"
Kyo berancang-ancang melemparkan kembali kantung-kantung garamnya yang telah
berceceran.
DASH
!
BUGH
!
"AAAAAAAAAAAAAAAAAAKHHHHH
!!!"
Angin
semakin kencang tak terkontrol. Kyo ambruk tak kuasa menahan angin sambil
memegangi Toshiya. Sinaran dari cermin besar menghalangi pandangan karena
terlalu terang. Hingga Nora menjerit ketika ribuan tangan-tangan itu
menggapainya.
"AAAAAAAAAAKHHH
!!!" dia ketakutan!
Tangan-tangan
itu menariknya, Kaoru menarik tubuh Nora
dan tangan setan itu bersamaan. Hingga sebuah tangan manusia muncul, saat
kepala berambut pirang ke-oranye-an muncul kepermukaan cermin.
SHINYA!!
"UGH!!!"
Tubuh Die yang semula terhisap mendadak keluar dari sana sambil menarik tubuh
Shinya.
"Lepaskan
arwahnya, hancurkan cerminnya setelah dia Die keluar!" Nora memberi
komando.
"Kyooooooo!!!"
Kaoru menjerit.
Harapannya
hanya pada pemuda tersebut. Kyo mengambil pasak besinya yang tak jauh darinya,
berusaha kembali bangkit dengan sisa tenaganya. Sementara Die masih berusaha
menarik Shinya yang masih lunglai dalam pegangannya.
"Shinya!!"
Die mendapatkanmu kembali!!!
"Merunduuuuuukkkk!!!!!!"
Kyo berteriak.
Ketiga
orang itu langsung mementalkan diri dari bilik tersebut. Menjatuhkan diri dan
tiarap pada lantai kamar mandi tersebut. Sementara Kyo melempar pasak besinya
kearah cermin, dimana setannya hendak melepaskan diri.
PRAAAANGGG!!!
"GRAAAAAAAAAAAWWWWWWWWWW!!!
AAAAAAAAAAAAAHHHH!!!!"
Spontan
ribuan teriakan histeris yang tak pernah diketahui dari mana asalnya menjerit
bersamaan dengan pecahnya cermin di kamar mandi tersebut. Kyo telak
melemparkannya dan menghancurkannya berkeping-keping!
Prang!
Prang! Trak!
....
Ssshhh~
Beberapa
saat setelah itu, satu persatu dari mereka mulai membuka matanya.
"Hah..hh."
Nora bangun.
Kaoru
mengikutinya, sementara Die masih mendekap Shinya erat-erat di sana walau dia
sadar semuanya sudah berakhir. Kyo tertegun sejenak melihat serpihan kaca yang
berserakan di antara mereka.
"Hh..!
Hh! Hh!" kini hanya tersisa deru nafas tersengal di keempat orang
tersebut.
Nora
melirik kelima pemuda yang masih utuh dalam pandangannya.
"Kalian
baik-baik saja?"
Kaoru
bangkit, menyongsong tubuh Toshiya yang tergeletak. "Toshiya!!!
Toshiya!!!"
Sementara
Die sudah tak mampu bergerak, status badannya kini sudah menjadi matras alami
untuk Shinya yang masih tak sadarkan diri XDDD
Ini
melelahkan!!
~*~
"Terima
kasih sudah membantu kami." Toshiya berujar pada gadis berambut pendek
itu.
"Iya
sama-sama. Lainkali lebih berhati-hatilah." jawab Nora.
Toshiya
hanya mampu mengurai senyum manisnya sebagai pertanda maaf.
"Nora,
terima kasih. Kau sudah menyelamatkan kami." Kaoru mengucapkan salam
perpisahan.
"Terima
kasih kembali. Kalian juga sudah membantuku menutup kembali gerbang itu."
jawabnya.
"Kami
tidak tahu harus melakukan apa untuk membalas kebaikanmu."
"Hihihi..."
Nora tertawa. "Satu hal saja." ujarnya.
"Ya
?"
"Tolong
tanda tangani CD ini." tukasnya memperlihatkan satu single CD Dir en Grey.
Kaoru,
Kyo, Die, Toshiya bahkan Shinya tercenung.
~*~
"Oh,
kupikir dia malaikat dari mana? Ternyata fans sejati..." celetuk Kyo.
Kaoru
yang sedang konsen menyetir pun tak urung meledak dalam tawa bersama yang lain.
Mereka tak pernah tahu orang yang membantu mereka ternyata adalah salah satu
fans-nya sendiri.
Sungguh diluar
dugaan!
Dan
mungkin kejadian ini akan menjadi kenangan yang paling buruk sekaligus yang
paling menarik tentang hidup mereka. Namun masih banyak teka-teki yang belum
mereka ketahui tentang tempat itu. Salah satunya adalah...
"Jadi
nenek Okiku itu perawan?" Kyo nyeletuk. Mereka semua terdiam. Lalu...
"Bwahahahahahahahaha!!!!!"
tertawa terbahak tak terkira. Sepertinya, Nenek Okiku sendiri memberikan kesan
mendalam pada Kyo.
"Bukan
begitu!!!" Kyo berkilah.
Yah,
setidaknya mereka kini bisa bernafas lega dengan tragedi yang menimpa mereka
kemarin. Dan dengan membawa kedua membernya kembali, live musik didaerah
terpencil itu juga telah berjalan dengan sukses. Dengan Toshiya yang bisa
kembali mengerang manja dan memeriahkan suasana, ataupun Shinya yang pendiam
yang kehadirannya terlalu berarti untuk Die.
Mereka
tertawa, lega sekali. Dan kini Die bisa menoleh kearah Shinya dengan senyum,
sementara dibalik jaket tebal mereka kedua, jemari-jemari itu mengapit erat.
Dan
kini mereka semua harus kembali ke kota. Setidaknya itu yang mereka pikirkan
sekarang.
Hingga...
CSSH
!!
Mobil
mereka berhenti mendadak.
"Kenapa?!"
Kyo heran.
Mereka
nampak bingung. Kelimanya keluar dari mobil van mereka.
"Sepertinya
ban-nya bocor." Kaoru menunjuk salah satu ban mobilnya yang sudah kempis.
"Aduuuuh
~~" Kyo mendengus.
Sementara
yang lainnya nampak kebingungan.
"Terus
bagaimana?" tanya Toshiya. "Perjalanan ke kota masih jauh."
Kaoru
melirik keempatnya, "Sepertinya di sana ada penginapan." tunjuknya
pada sebuah rumah susun yang terlihat tua.
"Ckikikikikik!"
samar terdengar suara tawa menakutkan. Mereka tercenung.
"Ouh,
man. Jangan lagiii~~~!!" sambung mereka serentak.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar