expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Follow me

21 November 2014

[Fanfiction] In All Weathers -Part 2-

Title: In All Weathers
Author: Duele
Finishing: November 2014
Genre: Romance, AU
Rating: PG15
Chapter(s): 2/Ongoing
Fandom(s): JX3, VLTK 3D
Pairing(s): Ly Thua An x Diep Anh


*****


            Diep Anh membuka matanya setelah tertidur. Ketika ia tersadar, tubuh Ly menjadi sandaran untuk tubuhnya. Mereka terlelap di bawah pohon rimbun di pinggir danau. Diep Anh menatap danau tenang di depannya sembari menikmati angin sore yang berhembus tenang.



            “Anh,”
            “Apa saya membangunkan kamu?”
            “Tidak.” Jawab Ly. “Oh, hari sudah sore.”
            “Um..”
            “Saya akan mengantar kamu pulang,” Ly beranjak.

            Ly mengantarkan Diep Anh hingga ke belakang istana seperti biasanya, tetapi kali ini ada seseorang yang menunggu mereka di sana.

            “Hui…?” Diep Anh terkejut melihat adiknya di sana.
            “Gege…” sapanya kemudian melihat Ly sekilas. “Untunglah kau sudah kembali, ikutlah dengan saya.” Katanya seperti panik.
            “Ada apa?”
            “Ayah mencarimu sejak tadi siang.”

            Diep Anh dan Ly saling berpandangan. Wajah Diep Anh diliputi perasaan cemas.

*****

            Ly baru saja masuk ke kediamannya ketika seorang anak buahnya melapor dan membawakannya sesuatu.

            “Surat dari Raja Thien Sach.” Katanya.

            Ly menerima gulungan surat tersebut dan membacanya dengan seksama. Sekilas keningnya mengerut saat membaca isi surat tersebut. Setelah ia memahami isi suratnya wajah Ly kelihatan murung.

            “Jenderal?” Seorang anak buahnya bertanya ingin tahu, “apa yang dikatakan Raja?”
            “Raja meminta kita kembali ke Thien Sach besok.”
           
*****


            “Keterlaluan!”

            Diep Anh mematung, Diep Hui yang berada di sebelahnya tertegun melihat kakak laki-lakinya kena tegur.

            “Pantaskah hal seperti itu dilakukan oleh seorang Pangeran sepertimu, Anh!?”

            Diep Anh sama sekali tak menjawab.

            “Saya tidak mau mendengar lagi ada kejadian seperti ini lagi! Mulai besok kau tidak boleh meninggalkan kediamanmu!”


            Mendengar berita bahwa Diep Anh dikurung di kediamannya, Ly berencana untuk menemui Diep Anh ke kediamannya secara diam-diam. Namun malam ini dia harus melaporkan surat dari Thien Sach kepada Raja. Rencana kepergiannya dari negeri Tang Kiem tidak bisa diganggu gugat. Ly harus pergi besok.
            Sementara itu, Diep Hui yang mendengar mengenai berita kepergian Ly Thua An besok, segera memberitahukannya kepada Diep Anh.

            “Jenderal Ly akan pergi besok. Dia dan pasukannya ditarik kembali ke Thien Sach.” Ujar Hui.

            Diep Anh terdiam. Walau pun ia kelihatan bingung, tetapi Diep Anh tidak mampu mengatakan apa pun.

            “Gege…” Diep Hui khawatir. “Apa yang akan Gege lakukan?”
            “Saya tidak tahu.”
            “Apa Gege akan membiarkan Jenderal Ly pergi begitu saja?”
            “Hui?”
            “Saya sudah paham bagaimana hubungan Gege dengan Jenderal Ly. Dan saya ingin membantu.”
            “Hui, jangan libatkan dirimu.”
            “Saya selalu dilindungi oleh Gege, saya juga mau membalas kebaikan Gege.”
            “Itu tidak sepadan. Kalau kau bersikeras, kau akan dianggap pemberontak.”

            Diep Hui tertegun.

            “Saya akan membiarkan Ly pergi.”
            “Gege…?”

            Diep Anh sudah mengambil keputusan, walau pun itu sangat berat.

*****

            Pasukan Thien Sach sedang bersiap-siap mengemasi barang-barang mereka. Di antara mereka, Ly sedang berunding dengan kedua Panglimanya.

            “Jenderal, saya akan meninggalkan seekor kuda di belakang istana. Setelah Jenderal menemui Yang Mulia, Jenderal bisa langsung menggunakannya untuk pergi.”
            “Iya, kami akan mengurus permasalahannya yang lain.”
            “Saya akan menyusul kalian setelah matahari terbit.” Kata Ly.
            “Baik. Serahkan kepada kami!”

            Menginjak tengah malam, Ly datang ke istana tempat kediaman Diep Anh. Istana itu sedang dijaga ketat oleh beberapa prajurit. Tetapi Ly mampu untuk mengelabui mereka dan berhasil menuju menara istana.

            “Anh!”

            Diep Anh terkejut melihat Ly muncul di kediamannya. Begitu senangnya dapat bertemu kembali dengannya, hingga ia berlari dan memeluknya. Tetapi perasaan bahagia itu tiba-tiba hilang dan berubah menjadi rasa sedih.

            “Ly,” Diep Anh menjauh. “Saya dengar besok kamu akan kembali ke Thien Sach.”

            Ly terdiam. Walau pun ingin melupakan hal itu, namun kedatangannya malam ini memang untuk memberitahukannya pada Diep Anh. Bahkan jika dia bisa, Ly ingin berpamitan pada Diep Anh. Tapi ia ragu, apakah ia bisa meninggalkan Diep Anh?

            “Saya sudah menerima perintah dari negeri Thien Sach untuk segera kembali. Malam ini seluruh pasukan saya sudah berangkat meninggalkan istana. Tapi,” Wajah Ly beraut bingung. “saya tidak bisa meninggalkan kamu di sini sendirian.”
            “Ly…” Diep Anh menjadi sedih. Begitu pula dengan Ly.
            “Saya ingin terus bersamamu.” Ly memeluknya erat. Anh balas memeluknya, “Ly...”

*****
           
            Hari hampir pagi, Ly harus segera pergi dari sana sebelum penjaga mengetahui keberadaannya. Ia harus segera bersiap-siap. Melihat Ly yang sedang bersiap, Diep Anh menjadi semakin sedih. Ly akan benar-benar pergi kali ini. Melihat raut sedih kekasihnya,       Ly mengambil pedang yang ia bawa dan menyerahkannya pada Diep Anh.

            “Saya harus segera pergi. Tetapi tolong bawalah pedang ini bersamamu. Suatu saat saya akan kembali kemari.” Ujar Ly. Diep Anh mengambil pedang tersebut tanpa bicara sepatah kata pun. Rasanya berat bagi Ly untuk meninggalkan Diep Anh, namun ia memiliki tanggung jawab yang harus ia kerjakan.
            Ly mengusap pipi Diep Anh yang dingin, Anh terlihat lebih cantik dengan rambut tergerai. Ly mendaratkan kecupan manis di pipinya yang pucat seraya membisikan sesuatu, “saya pasti kembali untuk menemuimu.”

            Setelah itu, Ly pergi.

*****

            Beberapa bulan setelah kepergian Ly, Diep Anh kembali mengurus pasukan prajurit. Tiada hari tanpa melakukan sesuatu yang membuatnya sibuk. Walau pun begitu, kemana pun ia pergi, Diep Anh selalu membawa pedang pemberian dari Ly bersamanya. Negeri Tang Kiem merupakan negeri pedang di mana di negeri itu setiap anak laki-laki yang lahir akan diberikan satu pedang khusus sebagai tanda kelahirannya. Diep Anh pun memiliki pedang kelahirannya, namun kini pedang kelahirannya ia gantikan dengan pedang pemberian dari Ly sebagai pedang hidupnya.
            Mengetahui hal ini, Ayahnya terlihat murka dan memanggil Diep Anh. Ayahnya tidak ingin sesuatu yang buruk menimpa Diep Anh dengan menanggalkan pedang kelahirannya. Ia ingin Diep Anh berhenti untuk memikirkan Jenderal dari negeri Thien Sach itu.
            Tapi ketika Ayahnya meminta untuk menanggalkan pedang pemberian dari Ly tersebut, untuk pertama kalinya Diep Anh menolak. Ayahnya sangat terkejut.

            “Kau…” Ayahnya terlihat kecewa.

            Diep Anh terdiam dengan wajah yang pucat. Perasaan bersalah menyelimuti hatinya. Ini pertama kalinya dia tidak mengindahkan permintaan Ayahnya yang selalu memberikannya apa pun.
            Melihat raut kecewa Ayahnya, Diep Anh pun berlutut. Ia memohon ampunan dan ijin untuknya agar tetap bisa membawa pedang pemberian Ly. Walau pun Ayahnya mengerti, tetapi ia khawatir mengenai hubungan ini. Namun lihat kegigihan Diep Anh yang menunjukan perasaannya, Ayahnya menjadi sangat bingung. Akhirnya ia pergi meninggalkan Diep Anh yang masih berlutut di tengah istana tanpa mengatakan sesuatu.
            Hingga malam Diep Anh tetap berlutut di sana, sampai kemudian ajudan kepercayaan Raja muncul dan memintanya untuk kembali ke kediamannya. Mulanya Diep Anh menolak, tapi ajudannya mengatakan akan memberitahukan sesuatu.

            Sesampainya di kediaman Diep Anh, ajudan Raja menceritakan kekhawatiran yang dirasakan oleh Raja. Diep Anh mendengarkannya.
           
            “Raja mengkhawatirkan mengenai perselisihan klan Thien Sach dan Tang Kiem.”

            Karena sejak jaman dahulu, Tang Kiem dan Thien Sach sebenarnya tidak pernah akur. Mereka diibaratkan musuh bebuyutan yang tidak pernah bisa berdamai. Setelah peperangan berakhir beberapa dekade lalu, bangsa Thien Sach dan Tang Kiem melakukan gencatan senjata. Setelah Raja baru dinobatkan di Thien Sach, peperangan seolah menghilang.
            Tetapi, polemik tetap berkecamuk. Beberapa mengatakan bahwa bangsa klan Thien Sach sengaja menunda peperangan dan menghimpun kekuatan khusus untuk menyerang negeri lain. Tang Kiem merupakan satu-satunya negeri prajurit berpedang yang menjadi lawan tangguh bagi Thien Sach. Tang Kiem hampir selalu menang dan mampu memukul balik pasukan Thien Sach dalam perang.
Namun walau pun begitu, tidak berarti Thien Sach tidak pernah menang menaklukan Tang Kiem. Karena bantuan dari klan Thuan Duong-lah, Tang Kiem tetap bertahan menjadi negeri garda depan sebelum Thien sach mencapai negeri lain.
            Hingga saat ini tidak menutup kemungkinan Thien Sach sebenarnya sedang mengumpulkan sekutu untuk memperluas kekuasaan.

            “Terlebih lagi, saat ini pemerintahan Thien Sach sedang melakukan perombakan kekuasaan di pemerintahan dan satuan pasukannya. Raja yang baru akan segera dinobatkan. Jika Raja Thien Sach sesuai dengan prediksi awal, kemungkinan perang akan pecah dan Tang Kiem akan menjadi lawan pertama klan Thien Sach. Maka dari itu, Yang Mulia…”

            Diep Anh terdiam.

            “Bahkan dalam nama langit, klan kita benar-benar berbeda dengan klan Thien Sach yang bergolongan Yaksha (dibawah naungan iblis). Tang Kiem merupakan naga pelindung bumi dari semua serangan sekutu klan iblis, termasuk klan Thien Sach.”

            Anh mengepalkan kedua tangannya.

*****

            Ly selesai bersemedi ketika seorang Panglima muncul ke kediamanya dan melapor.

            “Jenderal, Anda diminta untuk datang ke kediaman Raja.”

            Ly bergegas mendatangi istana utama dan menemui Raja klan Thien Sach. Di dalam ruangan sudah berkumpul beberapa Jenderal lain yang kelihatan sedang berunding.

            “Ly Thuan Anh,” panggil Raja.
            “Saya, Yang Mulia.”
            “Saya sudah mendengar kabar mengenai keadaan negeri Tang Kiem, tetapi saya belum mendengar berita apa pun darimu. Bagaimana keadaan negeri Tang Kiem dan bagaimana dengan misimu?”
           
            Ly terdiam sejenak, “Yang Mulia, seperti yang diduga, negeri Tang Kiem memang sedang mengalami masalah pada jumlah prajurit yang sedikit. Tetapi melihat dari kemampuan mereka, tentu saja mereka masih menjadi lawan yang tangguh.”
            “Bagaimana dengan struktur pasukan dan pemimpin mereka?”
            “Mereka memiliki empat Jenderal Utama dan hampir selusin Panglima. Raja tetap terlindungi dalam benteng istana di dalam. ”
            “Selain itu?”

            Ly tertegun, ingatannya melambung pada Diep Anh. Namun ia menggeleng, “Tidak ada yang lain.”

            “Baik. Menurutmu dengan jumlah pasukan dan kemampuan bela diri prajurit kita, apakah kita bisa menang menaklukan negeri Tang Kiem?”
            “Yang Mulia?”
            “Aku akan memberimu misi penting kali ini.”

            Ly kelihatannya terkejut karena bisa menebak misi apa yang akan diberikan.

            “Aku ingin kau memimpin pasukan untuk menyerang negeri Tang Kiem secepatnya.”

            Dada Ly bergemuruh.

           
*****

            Diep Anh keluar dari kediaman istana utama tempat Raja berada. Semakin lama kondisi Raja semakin buruk dan pertahanan istana sedang dalam berada posisi yang genting. Meski pun prajurit baru masih terus direkrut, namun jumlahnya masih belum bisa mengimbangkan jumlah pasukan yang seharusnya.
            Di saat yang bersamaan, Raja Tang Kiem telah mengeluarkan suatu pesan untuk Diep Anh agar segera melakukan upacara untuk penobatannya sebagai Raja Tang Kiem berikutnya.
            Sebelum melakukan upacara penobatannya sebagai Raja, Diep Anh diharuskan berlatih di tanah leluhur untuk melakukan ritual khusus. Dalam pelatihannya Diep Anh harus menguasai beberapa ilmu terlarang yang hanya bisa ia dapatkan di tanah leluhur klan Tang Kiem.
            Meski pun penobatan ini dirasa terlalu cepat sebab usia Diep Anh belumlah genap berusia dua puluh tahun. Tetapi dengan adanya berita yang tersiar mengenai penyerangan dan kondisi Raja yang sudah tak memungkinkan, cara ini menjadi cara terakhir untuk tetap mempertahankan negeri Tang Kiem.
           
            “Saya menerimanya.” Sumpah Diep Anh mengakhiri perdebatan yang terjadi saat rapat besar petinggi Tang Kiem.

            Dengan itulah akhirnya Diep Anh diasingkan ke tanah leluhur, di mana siapa pun tak mengetahui tempat pastinya. Hanya Raja-Raja sebelumnya yang tahu di mana tempat itu berada.
           
           
             Sementara itu, Ly yang sudah didaulat untuk memimpin penyerangan ke negeri Tang Kiem sedang bersusah hati. Ia sama sekali tidak ingin terlibat dalam penyerangan ini, lebih baik lagi jika Thien Sach mengakhiri perang. Tetapi hal itu tidak mungkin ia hindari. Terlebih lagi ini adalah permintaan dari Raja sendiri.
            Raja adalah orang yang mengangkat Ly Thua An sebagai anak angkat dan memberinya gelar sebagai Jenderal Utama atas kerja kerasnya. Tidak mungkin Ly mengenyahkan begitu saja apa keinginan orang yang telah melindunginya selama ini. Bukankah sejak dulu Ly bersumpah akan selalu setia pada Raja dan negeri Thien Sach?
            Namun, jika ia kembali mengingat Diep Anh…

           
            Diep Anh akhirnya sampai di tanah leluhur negeri Tang Kiem. Tempat itu begitu sepi dan gelap. Ia mulai menaiki anak tangga menuju bukit para leluhur. Namun, baru saja dia sampai di lantai pertama dari tangga-tangga pertama beberapa orang seperti perompak sudah menunggunya di sana.
            Inilah ujian yang harus Diep Anh jalani untuk dapat sampai ke tempat leluhurnya. Setiap lantai di pemberhentian tangga yang ia lewati, maka di sana selalu ada penjahat yang menunggunya. Diep Anh harus melawan dan melewati mereka hingga sampai ke puncak bukit. Tentu itu bukanlah suatu perkara yang mudah, karena untuk sampai ke puncak bukit Diep Anh harus melewati seribu anak tangga. Dan setiap kali ia melewati sepuluh anak tangga, ia harus berhadapan dengan makhluk yang menjaga tempat itu.

           
*****

            Ly Thua An memang tidak bisa mengelak dari takdirnya sebagai manusia yang terlahir di negeri Thien Sach. Ia pun tak menolak jika ia harus mengorbankan seluruh hidupnya untuk negerinya. Dia juga tak gentar untuk melawan siapa pun demi darah Thien Sach yang mengalir di dalam tubuhnya.
            Tapi ia tidak menyangka hari di mana ia harus melawan dirinya sendiri harus datang secepat ini.

            “Jenderal? Sebentar lagi fajar. Kami menunggu perintah dari Anda.” Panglima di belakang Ly menyadarkannya.
           
            Ly memutar kudanya dan melihat kepada pasukannya yang sudah bersiap.

            “Jalan!”
            “Ough!”

           
*****

            Diep Anh akhirnya sampai ke bukit tempat leluhurnya. Saat ia sampai di atas, sebuah gerbang tua terbuka lebar untuknya.
            Ketika Diep Anh masuk ke dalamnya, ia tak melihat apa pun di sana. Lebih dalam ia berjalan hingga akhirnya Diep melihat bebatuan besar dengan rantai-rantai yang mengikat sesuatu. Di sekitarnya tertancap banyak sekali pedang buatan negeri Tang Kiem yang melegenda. Diep Anh berputar, ia dikelilingi oleh ribuan pedang legenda yang telah lama hilang. Tapi kini mata Diep Anh terpaku pada sebuah batu besar yang berada di tengah-tengah tempat tersebut. Di tengah batu itu tertancap sebuah pedang besar yang selama ini selalu diceritakan oleh Ayahnya dulu. Diep Anh berjalan mendekat dan membaca tulisan yang tertera pada pedang tersebut. Diep Anh menyentuh tulisan yang telah terukir kasar pada sisi pedang tersebut.
                       
*****

            Peperangan masih memanas walau telah lewat satu minggu lamanya. Pasukan dari Thien Sach terus menggandakan jumlahnya. Sedangkah klan Tang Kiem bertahan dan mencoba meminta bantuan dari klan Minh Giao (Garuda Emas) untuk membantu berperang. Tetapi bukan Tang Kiem saja yang mendapat bala bantuan, klan Duong Mon juga membantu pasukan Thien Sach dengan mengerahkan selusin prajurit terpilihnya untuk menghadang klan Minh Giao.
            Klan Duong Mon dan Minh Giao memang terkenal bermusuhan. Duong Mon berunsur ular dan Minh Giao berunsur garuda. Kedua klan ini pun sudah berseteru sejak lama dan berada di posisi yang sangat berbeda.
            Peperangan ini akan tetap berlangsung sampai salah satu ada yang mundur bahkan kalah. Dan Ly sedang memikirkan hal itu.
            Ly sangat khawatir dengan keadaan Diep Anh yang berada di Tang Kiem. Maka beberapa hari yang lalu, dia mengutus salah satu panglima kepercayaannya untuk menyusup dan mencari tahu mengenai keberadaan Diep Anh. Hari ini dia kembali dan membawakan berita yang sangat mengejutkan.

            “Diep Anh menghilang?”
            “Benar Jenderal. Tidak ada satu pun orang-orang di istana yang mengetahui keberadaannya. Tapi dari hasil informasi yang saya terima dari orang-orang istana, Yang Mulia Diep Anh sepertinya sengaja diasingkan.”
            “Apa mereka tahu bahwa kita akan menyerang?”
            “Saya pikir bukan karena masalah peperangan ini. Saya pikir Yang Mulia Diep Anh diasingkan karena sesuatu yang lain.”

            Mata Ly membelalak seketika, apa mungkin?

           
            Dalam persemediannya, Diep Anh didatangi oleh leluhur pertamanya yang merupakan pemilik dari pedang legenda. Dalam mimpinya, Diep Anh diberitahu segalanya mengenai inti negeri Tang Kiem dan apa-apa saja yang terkandung di dalamnya. Diep Anh seolah mendapat pencerahan bahwa Raja yang sebenarnya bukanlah Raja yang harus memiliki kekuatan fisik yang kuat, tetapi memiliki pandangan dan sikap yang bijaksana.
            Terkadang mata bisa menipu dan membuat mereka menjadi khilaf hingga melakukan tirani secara tidak sadar. Mata jugalah yang membuat mereka terpedaya dengan kemewahan duniawi. Maka dari itu leluhurnya terdahulu menutup mata mereka dan berdiri sendiri untuk melihat keadilan yang sesungguhnya.
            Diep Anh pun terpikirkan sesuatu. Jika mata menipunya untuk mencintai Ly Thua An, maka ia pun memilih untuk menutup matanya agar bisa melihat sejujur apakah kekuatan mencintai yang sebenarnya. Maka, setelah ia tersadar dalam mimpinya, Diep Anh kembali melakukan semedinya dan berpikir kembali.

           
*****

            Setahun kemudian, Diep Anh turun dari tanah leluhurnya.  Kini Diep Anh telah berubah total secara fisik. Diep Anh tak lagi membuka matanya. Selain itu rambutnya yang dulu hitam pekat kini berubah menjadi putih keperakan. Ternyata selain semedi, Diep Anh mempelajari bagaimana menghimpun kekuatannya pada satu titik di inti dirinya. Dan kekuatan yang telah ia himpun telah membuatnya menjadi abadi dengan raga yang bisa melihat tanpa harus membuka matanya.
            Kini Diep Anh harus kembali ke istana.

*****
           
            Perang berakhir beberapa bulan kemudian dengan Ly membawa mundur pasukannya ke Thien Sach ketika justru ia berselisih dengan pemimpin klan Duong Mon. Mereka terpecah di dalam dan membuat kedua kubu mulai menyimpan rasa benci.
            Duong Mon mencap bahwa Ly sudah tidak lagi murni berada di klan Thien Sach. Duong Mon menilai Ly tidak lagi satu golongan dengan mereka.
            Sejak peperangan itu. Ly banyak menerima tugas khusus keluar istana untuk melupakan kesendiriannya dan kekalahannya setelah berperang. Namun Raja Thien Sach tetap mengandalkannya sebagai Jenderal Utama Thien Sach.
            Pada suatu ketika, secara mengejutkan Raja meminta Ly Thua An menjadi pengganti dirinya memerintah Thien Sach. Raja beralasan karena umurnya yang sudah tak lagi cukup untuk memerintah, dan ia sangat menyayangi Ly maka ia menobatkan Ly sebagai Raja Thien Sach. Kemiliteran Thien Sach tentu saja menanggapi berita ini dengan perasaan gemilang dan bahagia. Ly Thua An merupakan satu-satunya Jenderal Utama yang sangat dicintai oleh para pasukannya dan rakyat Thien Sach. Sehingga penobatannya sebagai Raja amat disambut baik oleh semuanya.
            Tapi itu semua tidak sama dengan pemikiran Ly. Walau pun mungkin itu keputusan benar bagi negeri Thien Sach untuk mengangkatnya sebagai Raja baru mereka. Tapi itu justru menjadi sebuah tekanan bagi Ly Thua An.
            Raja tahu mengenai hubungan terakhirnya dengan Diep Anh yang berasal dari negeri Tang Kiem. Raja tidak ingin orang kepercayaannya berpindah tangan. Oleh sebab itu Raja segera mengangkatnya sebagai Raja dengan maksud untuk mengikat Ly Thua An dengan Thien Sach secara utuh. Ly Thua An tidak mungkin meninggalkan Thien Sach seumur hidupnya sekarang.           Lalu apakah ia juga harus melupakan Diep Anh?
            Hingga suatu hari Ly Thua An mendapatkan sebuah kabar mengenai Diep Anh.

            “Yang Mulia, Raja Tang Kiem kini sudah kembali.”

            Mendengar hal itu Ly memikirkan suatu cara agar bisa menemuinya. Maka beberapa hari kemudian Ly meninggalkan Thien Sach untuk menemui Diep Anh sendiri.

           
*****

            Diep Anh menghentikan permainan guzhengnya secara tiba-tiba. Dua pengawal pribadinya saling menatap satu sama lainnya. Tak biasanya Raja menghentikan permainan musiknya secara mendadak.
            Diep Anh bangkit dari duduknya dan berjalan meninggalkan ghuzengnya. Kedua pengawalnya mengikutinya di belakang.

            “Ming, Er, tinggalkan saya sendiri.”

            Kedua pengawal pribadinya kemudian pamit. Diep Anh berjalan menuruni anak tangga ke sisi istana lalu berjalan ke belakang istana. Setelah sampai di bawah sebuah pohon tepat di belakang istana tempat kediamannya, Diep Anh terdiam di sana. Jika perasaannya tidak salah, mungkin Ly akan segera kembali. Tetapi hari itu sepertinya ia keliru. Ly sama sekali tidak muncul.
            Hampir setiap hari Diep Anh merasakan sesuatu mengenai keberadaan Ly Thua An. Ia yakin pria itu akan datang ke negeri Tang Kiem. Walau ia tidak tahu kenapa ia begitu yakin.

            Beberapa minggu kemudian, ketika Diep Anh sedang berada di balkon istana memperhatikan semua gerak-gerik seluruh istana melalui pendengarannya Diep Anh lagi-lagi merasakan suatu perasaan yang begitu kuat.
            Lalu dia keluar istana tanpa sepengetahuan siapa pun. Diep Anh berjalan menyusuri jalan setapak ke arah dermaga dan menunggu di bawah pohon di sisi danau. Namun hingga senja tiba, Ly Thua An tak kunjung muncul juga. Diep Anh menghela kecil, ia harus kembali ke istana.
            Namun, saat Diep Anh hendak beranjak, ia tertegun sejenak. Semilir angin menyapa dan memberitahunya sesuatu, bahwa ia tak sendirian di tempat itu. Perlahan Diep Anh membalikan tubuhnya, di hadapannya berdiri seseorang yang memperhatikan Diep Anh sejak tadi.

            “…Anh…?” panggil Ly ragu.

            Sejenak mereka terpaku di tempatnya masing-masing. Diep Anh yang membisu dan Ly yang mendapati Diep Anh-nya telah berubah secara fisik. Tetapi ia mampu mengenali bahwa di depannya memang Diep Anh-nya, satu-satunya.
           
            “Ly…”

            Ly segera mendekati Diep Anh dan memeluknya hingga Diep Anh terhuyung.

            “Anh!!” Ly mendekapnya erat. Sangat erat. Diep Anh hanya bisa membenamkan kepalanya di dadapria itu. “Anh…”

            Pertemuan itu singkat, tetapi begitu berarti untuk keduanya. Ly begitu merindukan bertemu dengan Anh. Begitu pula sebaliknya. Diep Anh sudah sangat lama menunggu kepulangan Ly. Menunggu janji pria itu untuk datang kembali menemuinya.

            “Apakah saya bermimpi?” Ly masih tidak percaya bisa menemukan Diep Anh.
            “Tidak.”

            Ly mengambil kedua tangan Diep Anh dan meremasnya lembut. Merasakan kembali keberadaan jemari lentik itu di tangannya seperti dulu.

            “Namun, Ly…” Diep Anh melepaskan genggamannya. “Saya bukanlah Diep Anh yang dulu lagi.” Ujarnya, Ly Thua An tertegun. “Seperti yang kamu lihat, saya tidaklah bisa melihat lagi. Fisik saya telah berubah menjadi lebih tua dari yang kamu lihat sebelumnya.”
            “Kamu bercanda?” Ly kembali menggenggam tangannya. “Bagi saya, kamu tetaplah Anh. Sama seperti dulu.”
            “Ly…”
            “Bagaimana mungkin kamu memikirkan bahwa saya hanya mencintai kamu secara fisik?”
            “Lalu apa yang kamu lihat dari diri saya?”
            “Kebaikan.” Jawabnya. Diep Anh terdiam. “Dan jika saya benar, maka kamulah yang akan membawa saya ke jalan yang lebih baik jika terus bersamamu.”

            Diep Anh tertunduk. Kedua tangannya balas mengenggam jemari Ly.

            “Jangan tinggalkan saya lagi, Ly…”

           
*****
           
            Meski pun Ly Thua An dan Diep Anh sudah bertemu, tetapi Ly Thua An tidak bisa menginjakan kakinya ke istana Tang Kiem dengan beberapa pertimbangan. Oleh karena itu, Diep Anh mempersilahkannya untuk tetap tinggal di bangunan tua dermaga sesuai dengan permintaannya.
            Tak banyak yang tahu mengenai kedatangan Ly Thua An ke Tang Kiem. Namun, Diep Hui mulai bisa mencium berita ini.

            “Benarkah Ly Thua An datang ke Tang Kiem?” tanyanya pada sang kakak.
            “Benar. Saya yang mempersilahkannya datang.”
            “Gege memang menunggunya sejak lama, bukan?”
           
            Diep Anh terdiam.

            “Saya tidak berkeberatan jika Ly Thua An dipersilahkan datang ke istana.” Ujar Hui.
            “Ly Thua An menolaknya.”
            “Apa Gege tahu alasannya?”
            “….”
            “Apa Gege tahu bahwa Ly Thua An sekarang sudah menjadi Raja klan Thien Sach?”
           
           
            Di dermaga,

            “Saya baru mengetahui bahwa kamu sudah menjadi Raja dari klan Thien Sach.” Ujar Diep Anh.
            “Saya baru akan memberitahu kamu. Saya terlalu senang bertemu dengan kamu sampai saya melupakan mengenai apa yang harus saya sampaikan.”
            “Apakah kamu akan kembali ke Thien Sach?”
            “Saya tidak mungkin menghindari itu, bukan?”

            Diep Anh terdiam, “itu artinya kamu akan meninggalkan saya.”

            Ly tidak menjawab.

            “Kamu juga tidak akan pernah meninggalkan Tang Kiem, bukan? Saya pun tidak berharap kamu meninggalkan Tang Kiem.”           

            Diep anh kelihatan kecewa.          

            “Anh,” Ly mendekat. “Saya berasal dari negeri yang berbeda jauh dengan negerimu, tradisi yang membuat negeri kita saling memusuhi. Namun, Anh…” Ly Thua An mengambil tangan Diep Anh dan menciumnya lembut, “Saya percaya akan selalu ada jalan untuk kita.”
            “Ly…”
            “Bahkan Iblis pun memiliki pasangannya di dalam kehidupannya, saya juga begitu. Oleh karena itu, Anh…” Ly menatap Anh dengan mata nanar. “Menikahlah dengan saya.”

            Diep Anh terkejut.


*****

            Diep Anh menyelesaikan semedinya setelah tiga hari mengurung dirinya di kamar. Saat itu Diep Hui datang ke tempatnya untuk memberitahukannya sesuatu.

            “Ly Thua An, kini ada di gerbang istana. Dia ditahan di gerbang depan dan tidak diijinkan masuk kecuali Gege mempersilahkannya.”

            Diep Anh hanya membisu.

            “Dia ingin menemui Gege.”

            Sementara itu di depan gerbang istana, Ly Thua An datang seorang diri sambil membawa kudanya. Dia tertahan di gerbang istana karena penjaga gerbang tidak bisa mempersilahkannya masuk. Ly masih menunggu di sana dengan harapan Diep Anh mau menemuinya kali ini.
            Ly tahu Diep Anh tidak mau menemuinya karena permintaan Ly beberapa hari lalu. Permintaan Ly yang memintanya untuk menikah jelas membuat Diep Anh terkejut. Tapi Ly begitu serius.

            “Ijinkan dia masuk.” Setelah seorang pengawal istana datang dan memberitahukan titah, Ly Thua An akhirnya diperbolehkan memasuki istana Tang Kiem.

            Ia datang sendiri menuju istana utama. Di pelataran utama Ly Thua An sampai dan menemukan Diep Anh yang berdiri di balkon istana.

            “Anh…”

*****

            Kedatangan Ly Thuan An dari klan Thien Sach ke negeri Tang Kiem jelas membuat geger seisi istana. Berbagai pendapat miring terdengar mengenai kedatangan Jenderal besar itu ke negeri Tang Kiem setelah peperangan.
            Ada pun penasehat istana yang telah lama mengasuh Diep Anh dan Diep Hui semasa kecil, begitu membenci kehadiran Ly Thua An ke istana. Dia beberapa kali meminta Diep Hui untuk meyakinkan Diep Anh agar ia mau mengusir Ly Thua An dari negeri Tang Kiem. Tapi hanya Diep Hui yang tahu alasan Ly Thua An sampai berani datang ke negeri Tang Kiem seorang diri.
            Ly Thua An sendiri seolah menulikan kedua telinganya dan tak mau tahu dengan itu semua. Tujuannya datang kemari hanyalah untuk menemui Anh semata.

            “Anh, bisakah saya bicara?” pintanya.
            “Baik. Tapi tidak di istana.”
            “Saya mengerti.”

            Sore itu, Ly Thua An membawa Diep Anh menunggangi seekor kuda ke luar istana. Ia membawa Diep Anh berjalan-jalan ke padang rumput yang terhampar di dekat danau.

            “Maafkan saya,” kata Ly Thua An.
            “Kenapa kamu meminta maaf?”
            “Karena permintaan saya beberapa hari lalu telah menyakiti perasaan-”
            “Saya tidak marah.” Jawab Anh. “Justru saya sedang berpikir.”
            “Anh,”
            “Sebelumnya saya belum pernah jatuh cinta dan tidak mengerti tentang hal itu. Bahkan tidak terpikirkan sama sekali. Tapi saya selalu merasa rindu setiap kali berpisah denganmu. Saya tidak tahu mengapa.” Diep Anh tertegun sejenak. “Tapi dulu saya berpikir kamu hanya berpura-pura, sehingga saya berusaha untuk menepisnya. Saya tidak bisa membedakan apakah saya sedang dipermainkan atau sedang dihadapkan pada sebuah ujian. Benar atau tidaknya perasaan ini. Lalu ketika saya sedang berada di tanah leluhur, saya tidak berhenti berdoa dan memutuskan untuk menutup mata saya selamanya. Jika penglihatan saya selama ini salah mengenai cinta secara nyata, maka saya lebih baik tidak melihatnya sama sekali.”
            “Anh…” Ly memegang pipi Anh yang pucat. Diep Anh memegangi tangannya secara lemah.
            “Ly, saya mencintai kamu.”

            Hati Ly berbunga-bunga. Ia merasa sangat bahagia. Ia memeluk Diep Anh dengan perasaan suka cita. Rasanya beban di hati Ly Thuan An selama ini hilang begitu saja. Ia lupa dengan segala kegundahan tentang siapa dirinya.

            “Anh, lupakan bahwa saya adalah seorang berdarah Thien Sach. Lupakan bahwa saya adalah Raja dari negeri Yaksha. Saya hanya ingin kamu ingat bahwa saya adalah seseorang yang mencintai kamu selama hidup saya.”
            “Tapi itu tidak bisa.” Diep Anh melepaskan pelukannya. “Kamu atau saya tidak bisa lari dari takdir mengenai siapa kita sebenarnya.” Ujarnya. Ly kelihatan bersalah. Sedikit kecewa dirasa. “Tapi siapa pun kamu, saya tetap mencintai sosok yang kini berada di hadapan saya. Tidak peduli apakah kamu seorang Thien Sach atau bukan.”
            “Anh…”
            “Saya juga tidak akan menyalahkan kamu jikalau suatu saat nanti kamu harus kembali ke Thien Sach.” Diep Anh tersenyum.

            Ly tertegun, “Saya tidak akan kembali ke Thien Sach.”

            “Ly…?” Diep Anh terkejut. Ly berlutut di depannya. Diep Anh yang menyadari perbuatan pria itu ikut turun ke tanah. “Apa yang kamu lakukan?”
            “Jikalau sekarang saya harus memilih antara kamu dan Thien Sach, maka saya akan lebih memilih untuk meninggalkan Thien Sach.”
            “Ly…”
            “Maafkan saya,”
           
            Diep Anh terenyuh. Dia membelai wajah Ly, merasakan setiap inchi permukaan wajahnya yang keras pria itu dengan lembut. Ly menikmati setiap sentuhan tangan Diep Anh. Rasanya terlalu nyaman hingga ia ingin menghentikan waktu.

            “Sepertinya saya memang harus menikah denganmu.” Ujar Diep Anh.

            Ly tersenyum dan menciumnya lembut.

*****

            Ly membawa Diep Anh kembali ke istana. Ia mengikuti kemana pun Diep Anh pergi walau mata-mata lain menatapnya dengan tak suka. Terutama penasihat Raja yang sangat membenci Ly Thuan An sejak tahu ia menginginkan Raja.
            Maka pada suatu hari ketika Penasihat Raja mendengar berita bahwa Ly Thua An akan menikahi Diep Anh, ia sangat murka.

            “Bagaimana mungkin dia menikahi Yang Mulia Raja!?” katanya menggebu kepada Diep Hui.
            “Apanya yang salah?”
            “Jelas saja itu adalah sebuah kesalahan yang sangat besar, Yang Mulia! Apakah Anda lupa bahwa Ly Thua An adalah seorang Jenderal Thien Sach? Apakah Anda lupa mengenai peperangan tempo hari? Bagaimana mungkin kita bisa membiarkan seorang Thien Sach masuk, bahkan dia akan menikahi Raja?”
            “Apakah kemarahanmu ini murni bahwa kau peduli dengan Tang Kiem atau kepada Raja semata?”
            “Tentu saja keduanya?”
            “Mana yang lebih berat? Tang Kiem atau Yang Mulia Raja Diep Anh?” tanya Hui lebih jelas.

            Ditanya seperti itu penasihat langsung terdiam.

            “Saya sudah menganggap Yang Mulia Diep Anh dan Yang Mulia Diep Hui seperti anak sendiri semenjak kematian Yang Mulia Raja. Saya sangat menyayangi kalian. Saya benar-benar tidak rela.”
            “Saya merasa tersanjung Penasihat, begitu pun dengan yang Mulia Raja Anh. Kami sangat menghormati dan menghargai bagaimana dulu kau mengasuh dan menjaga kami. Tapi ketahuilah satu hal, masa depan seseorang bukanlah orang lain yang menentukan. Walau pun itu orang tua sendiri. Apalagi Yang Mulia Raja sendiri yang menginginkannya, sudah tentu Beliau memikirkan baik dan buruknya untuk dirinya sendiri, apalagi untuk Tang Kiem.”
            “Tapi bagaimana kita bisa mempercayai Ly Thua An bahwa dia benar-benar mencintai Yang Mulia Raja Diep Anh?”
            “Kita tidak harus mempercayai dia, kita hanya harus tetap waspada terhadapnya.” Ujar Diep Hui. “Tugasku sebagai Jenderal di sini adalah untuk melindungi Raja dan Tang Kiem, oleh karena itu, tanpa menyakiti perasaan Yang Mulia Raja Diep Anh, kita lakukan apa yang ia inginkan dan tetap menjaganya di belakang.”
            “Yang Mulia…”
            “Menurut saya itulah tindakan yang paling tepat. Jika Anda menyayangi Yang Mulia Diep Anh sama seperti saya, lakukan apa yang menurut Anda benar.”
            “Saya mengerti.”

*****
           
            “Wajah kamu kelihatan pucat,” ujar Ly.
            “Saya sedikit lelah.” Diep Anh bersandar di bahu Ly. Ly menjaganya.
            “Apakah kamu mau saya antarkan ke kamar?” Ly membujuk.
            “Mm… tidak. Biarkan saya di sini.”

            Saat keduanya sedang asyik menikmati cuaca sore yang tenang. Ly mengetahui bahwa ada seseorang yang mengawasi mereka. Tetapi ia tidak menggubrisnya karena Diep Anh tengah bersamanya.
            Malamnya, Ly Thua An mendapatkan seorang tamu.

            “Ada yang bisa saya bantu?” tanyanya sopan.
           
            Pria di hadapan Ly itu tersenyum. “Apakah kau mengenali saya?”

            Ly tertegun, “Tentu.”

            Diep Hui kemudian duduk di kursi tamu. Ly mengikutinya.

        “Saya tahu niatmu untuk menikahi Raja. Saya hanya ingin memberitahukan kepadamu bahwa semua persiapannya hampir selesai dikerjakan.”
            “Terima ka--.”
            “Tapi dengan satu syarat.”

            Ly Thua An mulai waspada. “Apa itu?”

         Diep Hui tersenyum. Ia mengajak Ly Thua An merundingkan sesuatu yang tak diketahui oleh orang lain.
                       
            Di sisi lain, Diep Anh mendatangi kediaman Penasihat Raja malam itu. Ia datang untuk meminta restu sebelum menikah dengan Ly Thua An. Walau pun tak ada pertalian keluarga, tetapi Diep Anh menghargai dan menganggap Penasihat Raja seperti pengganti Ayahnya setelah ia menjadi yatim piatu.

            “Yang Mulia…”

            Di depan Penasihat, Diep Anh memohon restu atas keputusannya. Penasihat merupakan satu-satunya orang yang ia mintai restu secara pribadi.

            “Saya tidak bisa tenang sebelum saya mendapatkan restu darimu.”  
            “Yang Mulia,” Penasihat terenyuh. Dia memegang kedua bahu Diep Anh. “Apa yang harus saya lakukan selain merestui apa permintaan Anda. Apa yang membuat Anda bahagia akan menjadi sebuah kebahagiaan tersendiri bagi Saya.”
            “Terima kasih.”


            Beberapa hari setelah persiapan pesta selesai. Istana Tang Kiem merayakan pesta pernikahan Ly Thua An dan Diep Anh secara sederhana. Bukan ingin menutupi, namun keduanya ingin menjalankan ritual pernikahan ini dengan sakral. Tapi walau pun begitu, seisi istana tak pelak ikut berpesta dan bergembira. Siapa sangka, ternyata Ly Thua An sangat diterima oleh warga istana yang lain. Itu sebuah kebanggaan tersendiri untuk Ly Thua An tentu saja.
            Ly Thua An dan Diep Anh adalah orang yang paling bahagia saat itu.


*****

            Sejak itu Ly Thua An tinggal di Tang Kiem. Ly Thua An membantu Diep Anh di belakang layar untuk merencanakan strategi peperangan selain Diep Hui. Awalnya semuanya terlihat berjalan dengan baik, namun beberapa bulan kemudian seorang prajurit Thien Sach memaksa masuk ke istana Tang Kiem untuk bertemu dengan Ly Thua An.
            Mendengar keributan di depan istana, Ly Thua An sendirilah yang mendatangi si prajurit.

            “Yang Mulia!” ia bersujud di depan Ly Thua An. Kondisinya terlihat parah. Ia terluka dengan beberapa anak panah masih menancap di tubuhnya. “Bagaimana mungkin Anda bisa meninggalkan kami sendiri di negeri Thien Sach!”
            “Katakan padaku apa yang terjadi dengan Thien Sach?!” nada Ly terdengar marah.
      “Kami diserang. Setelah mereka tahu bahwa Anda menghilang dari Thien Sach, sepasukan asing datang menyerang kami.”
            “Bagaimana dengan Xiu Ling dan Yu Fan?!”
            “Mereka tewas, Yang Mulia. Kami dipukul mundur dan dipaksa menyerah!”
            “Siapa yang menyerang kalian?”
            “Mereka… mereka…”

            Belum sempat menjawab pertanyaan Ly, sang prajurit sudah lebih dulu tewas dan menyisakan pertanyaan besar serta perasaan bersalah di diri Ly.
            Setelah kejadian itu, Ly Thua An segera mendatangi Diep Anh dan mengatakan keinginannya untuk kembali ke Thien Sach. Sejak awal Diep Anh tahu bahwa suatu saat Ly Thua An akan kembali ke negerinya, cepat atau lambat. Dan akhirnya Ly Thua An tidak bisa mengurung keinginannya untuk pergi.

            “Saya tidak bisa mencegahmu,” ujar Diep Anh.
            “Anh…” Ly memeluk Diep Anh, “Saya akan lekas kembali.” Katanya mengusap pipi Anh.
            “Saya akan menunggu.” Bisik Diep Anh dengan nada lirih.

           



Continue…

2 komentar:

  1. How complicated *w* dari galau ampe semedi lama trus nikah lalu galau lagi.
    aku suka bagian ini.....
    "Ly mengambil kedua tangan Diep
    Anh dan meremasnya lembut.
    Merasakan kembali keberadaan jemari
    lentik itu di tangannya seperti dulu."
    Begiti rapuhnya Diep Anh di mata Ly.

    #melipirlanjutchapterend XD

    BalasHapus