expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Follow me

06 September 2013

EXODUS (Part 19)



Title : EXODUS
Author : Duele
Finishing : Agustus – September 2013
Genre : Fantasy, Adventure, Action
Rating : PG15
Chapter(s) : 19/on going
Fandom(s) : Dir en Grey, Hakuei (Pennicilin), Hyde
Pairing(s) : DiexShinya
Note Author : Thanks for keep reading :*

****

Toshiya kembali ke tempat persembunyiannya. Dengan kekuatannya ia membuat sebuah cermin perantara yang mampu membuatnya melihat keadaan siapapun yang ia ingini. hal yang pertama yang ia lihat adalah rombongan Kaoru yang kelihatan ya masih baik-baik saja. Sebelum ia berpisah dengan Kaoru tadi, Toshiya sudah memberitahukan lokasi prsembunyian Ursula. Walaupun tak yakin dengan kekuatan mereka, namun Toshiya sudah berniat untuk membantu mereka. Walaupun ia sendiri tak yakin apakah ia mampu membantu mereka untuk mengalahkan Ursula. Terlebih lagi dengan kecurigaannya terhadap ritual yang tengah Ursula lakukan bebrapa tahun ini. Jika ia tidak salah menilai dengan segala korban dan tumbal yang ia hisap sari kehidupan dan darahnya, Ursula sedang melakukan sebuah ritual pembangkitan iblis. 


Ritual yang hanya mampu dilakukan oleh penyihir yang sudah memiliki ilmu yang sangat tinggi. Resikonya pun sangat besar. Yaitu, setelah iblis berhasil dibangkitkan maka makanan pertama yang akan dimakan oleh iblis adalah penyihir itu sendiri. Daging dan darahnya akan menyatu bersama iblis dan secara tidak langsung menbuatnya menjadi iblis. Jika pemikirannya benar maka dunia ini akan segera berakhir. Dan Toshiya pun tak yakin suatu saat dia akan dibiarkan hidup atau ikut binasa dengan semua makhluk yang ada di dunia. Namun mencoba membunuh Ursula sekarang jika hanya dengan kekuatannya saja ia rasa tak akan cukup.Ia butuh sekutu. Dan ia menemukan sekutu yang menurutnya bisa membantunya untuk melenyapkan Ursula.

****

“Kau yakin jalannya ke arah sini?” tanya Die.
"Instingku mengatakan demikian." Kaoru turun dari kudanya.

Mereka semua singgah di sebuah hutan di tempat antah berantah. mereka mencoba mengumpulkan makanan untuk persiapan selanjutnya. Sementara Hyde yang benci matahari bersembunyi di dalam kereta, mereka yang lain pergi mencari bahan-bahan lain. Kaoru dan Hakuei mencari makanan, Shinya berniat untuk mencari ramuan obat.

Saat ia menyusuri isi hutan dan memetik beberapa tanaman obat, Shinya melihat Die yang sedang duduk berdiam diri di tengah hutan. Entah apa yang ia lakukan. tiba-tiba ia melihat suatu sinar yang memancar di dada Die. Sinar itu berasal dari kalung yang Die pakai. Shinya mengerutkan alisnya ketika Die beranjak dari sana. Shinya mengikuti diam-diam kemana pria itu pergi.

Pemuda itu seperti digiring ke suatu tempat oleh kalung itu. Shinya semakin curiga. Kalung itu bukanlah kalung sembarangan. Karena dari jauh pun sebetulnya Shinya mampu merasakan aura kekuatan yang sangat besar yang terkandung di dalam bandul kalung tersebut. Namun Shinya belum bisa memastikan kekuatan macam apa yang tersimpan di dalamnya.

Shinya kehilangan jejak Die. Pria itu menghilang. Tapi saat Shinya berusaha mencarinya, tiba-tiba dia muncul di depannya dan mengejutkannya.

“Kenapa membuntutiku?” tanya Die.
"Aku melihat kau berjalan tak tentu arah. Aku pikir kau mabuk." jawab Shinya asal. namun Die sepertinya sadari bahwa sejak tadi yang Shinya perhatikan adalah kalungnya. Die mengeluarkannya dari balik bajunya. "Kau juga tertarik dengan benda ini?"

Shinya menatapnya.

"Kau tahu benda macam apa ini? Benda ini sulit sekali aku lepaskan." Die mencoba menariknya lagi, tetapi tetap saja talinya tidak mau putus. "Aku juga sudah mencoba memutuskannya dengan pedangku, tapi benda ini seperti memiliki kekuatan yang tidak bisa dipatahkan."

Saat Die berkata demikian, tangan Shinya sudah singgah di dadanya dan menyentuh bandul kalungnya. Ia memejamkan matanya sesaat dan tersenyum kemudian.

"Ini jimat pelindung. Tidak ada kekuatan jahat yang terkandung di dalamnya. Kau tidak perlu khawatir. Jimat ini melindungimu dan membawamu untuk menjauhi hal-hal yang jahat."

Shinya tersenyum dan menurunkan tangannya. Tetapi Die memeganginya. Shinya terperanjat. Tapi Die menatapnya dengan begitu lembut. Shinya merunduk di sana. Merasakan sentuhan tangan Die yang menjalar dari pergelangannya menuju punggung tangannya. Ia mampu merasakan telapak tangan Die memeganginya dan mengikatnya erat namun tak menyakitkan.

“Aku harus mengakui satu hal padamu,” ujar Die, Shinya mencoba melihat matanya, “dulu aku sangat membenci siapapun yang ada hubungannya dengan penyihir,” ia menjeda, “tetapi…sekarang rasanya perasaan itu mulai hilang, karenamu.”

Shinya menunduk lagi.

“Mungkin kau sekarang masih membenciku dengan segala perlakuan kasarku terhadapmu sejak pertama kali kita bertemu,” Die mencoba melihat Shinya yang tertunduk, “Aku minta maaf.” Shinya masih tidak menjawab, rasanya ia gugup.

Kabut mulai turun. Sekeliling mereka mulai memutih. Shinya mencoba mengalihkan perhatiannya. Tapi Die sepertinya tidak terlalu tanggap dengan itu. Justru dia mengambil tangan Shinya yang lain dan memegangnya. Mata Shinya membulat.

Seharusnya dalam keadaan itu Shinya mampu memecahkan sunyi di antara keduanya dengan sebuah pertanyaan yang datar. Tetapi Shinya sudah kaku lebih dulu. Saat Die meletakan kedua tangannya pada dadanya, Shinya mampu merasakan detak jantung pria itu berdebar keras. Hal yang Shinya tak pernah sadari sebelumnya dan membuatnya menjadi sangat gugup. Ironisnya, hal yang sama kini merasuki Shinya. Dadanya berdegup lebih keras. Wajahnya rasanya tak ingin ia perlihatkan pada siapapun. Namun saat itu hanya Die yang ada di sana. Shinya tidak tahu apa yang sedang merasuki Die saat itu ketika dia mencoba menyongsong wajah Shinya yang merunduk. Shinya menolak tapi beberapa kali Die berusaha dan Shinya terperangkap.

Dalam lebatnya kabut yang melapisi hutan saat itu, Shinya hampir tak mampu melihat sekelilingnya,  kecuali wajah Die dan suhu panas wajahnya yang kini bersentuhan dengannya. Sampai Shinya sadar ia harus menghentikan ini.

"Ja-jangan...!" Shinya melepaskan diri tapi tidak mampu beranjak dari sana, Die masih memiliki kedua lengannya. Tapi sungguh Shinya juga tidak bisa berdiri dengan baik. Kedua kakinya serasa lemas dan matanya menolak untuk melihat wajah Jenderal di depannya saat itu. Tidak, bukan rasa benci. Melainkan perasaan malu. Perasaan malu yang seperti sedang telanjang di depan orang lain.

“Le-lepaskan aku,” Shinya harus menghentikan ini. Ia harus menghindari hal semacam ini. Tetapi Die menahannya. Saat kedua mata mereka bertemu, Shinya merasakan ada sesuatu yang menusuk jantungnya saat itu. Entah apa, namun terasa begitu sakit dan nyata. Hingga degup jantungnya berdebar tak keruan. Ia berusaha melepaskan pegangan Die yang masih menahannya di sana. Shinya benar-benar gugup!

“Aku menyukaimu, Shinya…!”

Rasanya raga Shinya terlepas.


****

Shinya kembali ke tempat awal dimana mereka semua berkumpul. Saat itu kabut sudah semakin tebal dan hampir menutupi seluruh hutan. Hakuei dan Kaoru sudah menyiapkan kereta mereka yang ditutupi dengan terpal yang diikat pada kayu yang ditancapkan ke tanah. Hyde sudah menyalakan lampu minyak, ia meggantungkannya di sisi kedua sisi kereta. Sementara Kyo masih berbaring di dalam. Mereka semua sepakat untuk bermalam di sana hingga kabut hilang.

“Kabut semakin tebal, sebaiknya kita cepat berkumpul. Hawanya juga sudah mulai dingin,”  kata Kaoru mengambil selimut dari dalam kereta.

Hakuei yang tidak melihat kemunculan Die saat Shinya datang menanyakannya. “Loh, di mana Jenderal Die?”

Mereka semua terdiam.


****

Die duduk menatap aliran sungai kecil yang mengalir tenang. Walaupun di sekitarnya sudah mulai diselimuti oleh kabut dan hawa dingin mulai menusuk, namun ia tetap di sana. Bercengkrama dengan kedua teman lamanya, logika dan perasaannya. Meskipun kelihatannya ia tenang, tapi sesungguhnya di dalam kepalanya sekarang dia sedang bertengkar hebat.

Pengakuannya terhadap Shinya barusan jelas membuatnya hampir gila. Apa yang ia katakan sebenarnya memang tidak bisa dielakan lagi. Namun ada yang merongrong perasaannya karena logikanya mengatakan ini bukanlah sesuatu yang bagus. Apa yang akan Shinya pikirkan tentangnya? Apakah benar tindakannya dengan mengatakan demikian? Walau di sisi lain hatinya ia sedikit lega telah mengatakannya, tapi ada lubang penyesalan yang sekarang tergali dalam.

Karena baru kali ini Die merasakan perasaan seaneh ini. Tetapi dengan lugas dapat ia katakan bahwa ia menyukai sang penyihir. Tapi terkadang Die ragu, apakah benar ini perasaan suka atau hanya perasaan lain. Ia masih suka kepada putri-putri cantik. Tetapi baginya Shinya pun cantik dan spesial.

“Aah, mikir apa aku ini?!” Die menepuk keningnya.

Dari balik hutan, Kaoru dan Hyde yang cemas akhirnya turun dan mencari Die. Mereka memanggil-manggil nama Die namun tak ada respon.

“Apa mungkin dia sudah kembali ke tempat kita?” Hyde melirik Kaoru.
“Entahlah. Mungkin iya, mungkin tidak.”
“Baik, kita cari dia lagi. Sepuluh menit tak ada respon, kita harus segera kembali.”

Setelah mereka melanjutkan perjalanan beberapa langkah dari sana, Hyde kemudian jatuh setengah berlutut. Tubuhnya gemetaran hebat. Kaoru menjadi panik. “Kau kenapa?!”

“Kaoru kita harus segera kembali ke perkemahan!” Hyde panik.
“Kenapa?”
“Pemakan arwah!”

Kaoru tak mengerti dengan apa yang ia katakan, saat beberapa detik kemudian dari balik hutan muncul sekelebat bayangan dengan jubah serba hitam mengapung di udara. Mereka terbang dengan cepat dan muncul di hadapan mereka secara mengejutkan. Bahkan Kaoru tidak sempat mengambil pedangnya saat mereka menyerangnya.

Gabruk!

Hyde jatuh ke tanah, ia merasa tubuhnya sekarat. Kaoru terliputi dengan serangan kejut saat makhluk-makhluk itu mengenai dirinya dan tembus begitu saja seperti hantu! Kaoru jatuh terduduk dengan jantung yang berdetak hebat. Pemakan-pemakan arwah itu mengelilingi mereka dan mencoba mengambil arwah mereka. Hyde diserang dan arwahnya tengah dimakan sedikit demi sedikit.

“Hhhhkkk kkkk!!” Matanya membulat, kulitnya kian memucat. Hal yang sama terjadi pada Kaoru yang sedang dihisap arwahnya oleh sang pemakan arwah. Mata Kaoru membelalak besar saat ia bisa melihat wajah sang pemakan arwah dengan begitu dekat. Mereka semua tidak memiliki wajah. Mereka tak memiliki tubuh, namun cekikannya terasa begitu menyakitkan. Kaoru merasa ujung kakinya mulai melumpuh dan sesuatu yang begitu berat sedang dipaksa keluar dari tubuhnya.

Dash!!
Syung!

Angin besar berhasil menghantam para pemakan arwah itu. Toshiya segera mengambil tubuh Kaoru dan Hyde yang lunglai dan kabur kembali ke dalam lubang hitam. Toshiya terjatuh bersama kedua orang itu. Hampir saja dirinya ikut menjadi korban para pemakan arwah itu. Karena sebelum ia berhasil kabur, salah satu pemakan arwah itu sempat menarik tubuhnya kembali. Jelas mereka bukanlah sesuatu yang dibuat oleh sihir sehebat apapun. Mereka adalah iblis!

Sepertinya apa yang Toshiya bayangkan sebelumnya akan menjadi tragedi terburuk dalam sejarah.


****

Die yang kembali ke perkemahan disambut wajah cemas Hakuei. Ia menanyakan tentang Kaoru dan Hyde yang mencarinya. Die menjadi panik. Ia berniat untuk mencari mereka, tetapi Kaoru dan Hyde sudah keburu muncul. Walaupun dengan kondisi yang lemas.

“Apa yang terjadi?!” Die membantu Kaoru berbaring. Sementara Hyde sepertinya sekarat.
“Kami diserang pemakan arwah,”
“Huh?”

Shinya dan Kyo menoleh bersamaan. “Pemakan arwah kau bilang?” Kyo mengulang.

“Itu yang Hyde bilang,” Kaoru mengiyakan. “Mereka muncul benar-benar cepat. Mereka seperti hantu dan salah satunya menembus di badanku!”
“Kalau begitu kita harus segera pergi dari sini!” Shinya berkata.

Mereka segera meninggalkan hutan itu walaupun kondisi sedang berkabut. Kali ini Die sendiri yang mengendalikan kemudi bersama Hakuei. Sementara Shinya mengurus ketiga orang yang sekarat itu. Perlahan kondisi mereka sudah mulai membaik.

“Pemakan arwah? Seperti apa bentuknya?”
“Menurut buku mereka seperti malaikat pencabut nyawa.” Jawab Hakuei, bulu kuduknya merinding.
“Tapi dari mana mereka muncul?”

Hakuei menggeleng tak tahu. Shinya muncul dari dalam mulut kereta. “Seharusnya mereka tidak muncul,”

“Lalu kenapa mereka sekarang muncul?”
“Mereka dipanggil,”
“Apa? Oleh siapa?”
“Seseorang atau sebuah kaum yang melakukan ritual pemanggilan iblis, atau yang lebih buruk pembangkitan sesuatu yang bersifat jahat.”
“Apa kau pikir ini ulah Ursula?” Die menoleh pada Shinya.
“Aku tidak tahu, tapi bisa saja.”
“Argh!! Kenapa penyihir jahat itu melakukan ini?! Apa yang sebetulnya sedang ia rencanakan!?” Die menjerit kesal.

Sesaat mereka semua terdiam,

“Tapi Jenderal, kenapa kau tidak bertemu dengan pemakan arwah itu?” cetus Hakuei.
“Maksudmu?”
“Saat kau datang, mereka baru saja diserang. Melihat dari darimana kau muncul juga mereka, bukankah kalian berada di jalan yang sama? Kalau pun kau tidak berpapasan dengan mereka, setidaknya kau pasti bisa merasakan sesuatu yang aneh dengan suara-suara yang berisik atau…”
“Aku tidak mendengar apapun.” Jawab Die cepat. “dan aku tidak melihat siapapun di jalanku,”

Hakuei dan Shinya saling menatap. Die menatap keduanya dengan perasaan yang aneh. Kenapa Die tidak melihat para pemakan arwah itu?


****

Kereta mereka mulai melambat pada siang hari. Jenderal Die kelihatan sudah mulai lelah karena semalaman tidak tidur. Hakuei sudah menguap beberapa kali.

“Jenderal, sekarang kita mau kemana? Sekarang kita jadi tidak tentu arah begini…” keluh Hakuei.
“Kita harus menemukan desa terdekat untuk mencari tempat menginap dan membeli persediaan makanan,”
“Tapi ke mana?”

Shinya yang mendengar percakapan mereka teringat sesuatu saat tangannya tidak sengaja menemukan sesuatu di saku gaunnya.

“Aku tahu harus ke mana!”


****


Atas petunjuk Shinya, mereka akhirnya mencari arah ke kerajaan Savalis –sesuai yang tercantum di stempel yang Shinya miliki. Akhirnya mereka sedikit mengubah rencana awal mereka. Kali ini mereka akan mencoba mendatangi kerajaan Savalis dan meminta bantuan dari kerajaan itu untuk memerangi Ursula. Hakuei yang berpengetahuan lumayan, ternyata tahu bahwa kerajaan Savalis adalah kerajaan makmur dan besar yang terletak di negeri Savador. Savalis dikenal sebagai kerajaan yang maju dengan hasil bumi yang melimpah ruah dan negeri yang kuat. Samar Die juga ingat bahwa ada satu kerajaan yang hingga saat ini belum pernah mereka tandingi karena kehebatan senjata perang dan rencana yang brilian. Walau ia tak yakin benar apakah Savalis adalah kerajaan yang dimaksud. Tetapi mereka akan mencobanya.

Sehari semalam mereka berjalan tanpa berhenti. Hakuei akhirnya kelelahan dan beristirahat. Die memegang kemudi sejak kemarin hingga hari ini. Tanpa lelah ia terus mengarahkan kuda-kuda mereka ke negeri Savador. Hingga malam berikutnya perjalanan mereka masih belum menemukan ujungnya. Hingga hari berikutnya saat posisis pengemudi digantikan oleh Hakuei, tiba-tiba saja kereta mereka berhenti.

Kuda-kuda mereka panik dan melonjak ketakutan saat beberapa orang muncul dan menghadang mereka. Hakuei kewalahan menenangkan kuda-kudanya. Akibatnya mereka yang berada di dalam kereta berayun dan panik satu sama lain. Die dan kawan-kawannya turun, tapi di depan mereka sudah muncul orang-orang bersenjata dengan tubuh yang tinggi besar. Sepertinya mereka perampok. Shinya yang hendak turun di tahan oleh Hyde yang bersembunyi di balik selimut.

“Serahkan harta kalian!” gertak salah seorang yang lebih besar. Die dan Kaoru saling menatap.
“Kami bukanlah orang kaya,” kata Kaoru.
“Kalau kalian tidak ingin mati, maka segera serahkan harta kalian. Kelihatannya kalian bukanlah orang sembarangan,”

Tangan Die merayap ke sarung pedangnya, tapi salah satu mereka segera mencegahnya. Die dijatuhkan ke tanah dan diringkus. Kaoru panik.

“Jangan sakiti dia!”

Die dipaksa berlutut, kepalanya diinjak ke tanah. Die menggeram kesal, tetapi kedua tangannya dipegangi sangat kuat. Dari dalam Shinya meringis. Melihatnya mereka meminta Shinya dan orang-orang yang masih ada di dalamnya untuk keluar. Mau tak mau mereka keluar juga. Tapi Hyde tetap bersembunyi di sana. Melihat itu salah satu perampok itu memaksa masuk ke dalam kereta.

“Lebih baik jangan!” tukas Hakuei.
“Heuh! Memangnya apa yang kalian sembunyikan?”pria berkepala botak itu tersenyum mengejek. Kemudian ia masuk dan melihat Hyde yang tertidur di dalam, “Hoo…ternyata masih ada orang di dalam,” ia menarik Hyde keluar dari selimutnya, tiba-tiba matanya memerjap dan menggeram. “Hoaaa!!!”

Mereka semua menjadi panik, saat itulah Die dan yang lainnya menyerang. Hakuei mengambil pedangnya di dekat kursi kemudi dan segera menyerang si perampok.  Dan perkelahian itupun tak terhindarkan. Kyo tiba-tiba muncul di atas kereta dan menyerang para perampok itu dengan taringnya. Perkelahian itu ternyata terlihat oleh salah seorang prajurit yang sedang berpatroli dan ikut membantu mereka untuk menyergap para perampok itu. Beberapa prajurit berkuda datang berbondong-bondong dan melawan mereka. Walaupun akhirnya para perampok itu berhasil kabur, rombongan Jenderal Die berhasil selamat.

“Kami berasal dari negeri yang jauh,” Kaoru tengah menjawab pertanyaan sang kepala prajurit yang menanyai mereka.
“Kemana tujuan kalian?”
“Kerajaan Savalis,”

Sang kepala prajurit menoleh ke beberapa anggotanya, “Itu kerajaan kami. Apa yang kalian cari?”

Shinya merogoh sesuatu dari kantungnya dan memperlihatkan stempel kerajaan yang ia miliki, “Kami mencari pemilik dari stempel ini,”

“Oh…!” dan entah mengapa, mereka semua serentak tunduk dan berlutut memberi hormat pada Shinya.

****

“Kereen!! Shinya keren sekali!” Hakuei memujinya sepanjang perjalanan. Die bermuka masam. Sementara Kaoru tersenyum-senyum saja.

Mereka berempat digiring ke dalam kerajaan, tempat itu sungguh besar. Mungkin dua kali lipat besarnya dari kerajaan tempat Jenderal Die dan Kaoru. Sekitarnya begitu indah dengan padang luas dan kebun bunga yang sangat luas. Bahkan ketika mereka melewati desa-desa kecil di bawah kerajaan semua orang di sana kelihatan begitu senang dan ramah pada mereka. Kerajaan Savalis benar-benar kerajaan yang makmur. Namun aneh dengan kerajaan semegah dan semakmur ini masih ada perampok berkeliaran di luar sana.

“Iya, para perampok itu tiba-tiba saja muncul. Dulu sepanjang hutan tidak pernah ada perampok. Tapi kalian tenang saja, selama berada di kerajaan ini keamanan para rakyat selalu kami jaga.” Kata sang prajurit yang membawa mereka ke dalam kerajaan.

Sampai di dalam istana mereka bertemu dengan seorang wanita yang sangat cantik. Walaupun wajahnya yang cantik tidak bisa menyembunyikan umurnya. Dia seperti wanita dewasa yang sudah berumur. Mungkin dia adalah permaisuri dari Raja.

“Ratu,” kepala prajurit berlutut memberi hormat. Die dan kedua temannya yang lain membungkuk. Shinya ikut-ikutan.
“Siapa mereka?”
“Saya menemukan mereka tengah dirampok di hutan, maka dari itu…” sang prajurit mendekati Ratu dan membisikan sesuatu, setelahnya Ratu seperti terkejut tapi kemudian dia kembali bersikap biasa.

Ratu mendekati mereka, dan berhenti tepat di depan Shinya. “Benarkah kau seorang tabib?”

“Huh?” Shinya terdiam.

Die mengerutkan keningnya, wajahnya jadi aneh. Kaoru dan Hakuei tidak bisa menyembunyikan rasa bingungnya juga.

“Tolong selamatkan Putraku,” ujar Ratu.


****

Die menatap lorong istana yang panjang dari pintu kamarnya. Secara mengejutkan mereka dipersilahkan untuk beristirahat. Die, Kaoru dan Hakuei mendapatkan kamar yang berdekatan, sementara Shinya dibawa ke tempat lain.

“Shinya diperlakukan istimewa di sini,” celetuk Kaoru.
“Memangnya apa hubungan Shinya dengan kerajaan ini?” Hakuei muncul.
“Kau lupa bagaimana Shinya mendapatkan stempel kerajaan itu? Shinya bertemu dengan Raja dan membantunya untuk mengobati para prajuritnya yang sekarat. Maka Raja memberikan stempel pribadinya untuk Shinya supaya ketika mereka bertemu Raja bisa mengenalinya dan membalas budi,” jelas Kaoru.
“Raja yang ditolong Shinya itu ternyata penggosip,” tukas Die.
“Eh? Apa yang kau bicarakan Jenderal,”
“Iya, dia sampai menggosipkan bahwa Shinya itu adalah seorang tabib, sampai seluruh istana tahu dan langsung mengenalinya. Padahal di kerajaan seluas ini tidak mungkin tidak ada tabib hebat. Kenapa dia harus mengagung-agungkan Shinya yang hanya tabib kenalan dari luar?”
“Mungkin Shinya itu istimewa Jenderal,”

Die beranjak dari sana dengan muka kesal, “..ck! Justru itu yang aku tidak suka.” Rutuknya pelan.


****

“Oh, Shinya!”

Shinya bertemu lagi dengan Yoshiki, Raja dari kerajaan Savalis. Namun kali ini kondisinya sedikit berbeda dari yang sebelumnya. Sesuai yang ia dengar dari Ratu, Yoshiki tengah mengidap suatu penyakit yang aneh. Sudah hamper satu bulan ini sejak ia kembali dari medan pertempurannya melawan pasukan kegelapan kondisi kesehatannya menurun drastis. Sudah berpuluh-puluh tabib yang mencoba menyembuhkannya angkat tangan dan menyerah dengan penyakit yang ia derita. Dan kini, Raja yang selalu tersenyum pada siapapun itu sekarang hanya bisa terbaring di ranjang agungnya.

“Aku tidak mengerti gejalanya, tapi setiap malam aku merasa badanku terbakar. Sakit sekali. Saking sakitnya terkadang aku sampai tak sadarkan diri. Aku merasa ini bukanlah penyakit biasa.” Keluhnya.
“Apa sebelumnya kau makan sesuatu atau melakukan sesuatu yang jarang dilakukan oleh orang lain?”

Yoshiki mengingat-ingat lalu menggeleng, “…kurasa tak ada.” Ia menghela berat.

Shinya tidak mendapatkan petunjuk sama sekali. “Kapan biasanya rasa sakit itu muncul?”

“Biasanya mendekati tengah malam,” Yoshiki melihat Shinya yang kelihatannya sedang berpikir keras. “Kau juga mungkin berpikir bahwa ini bukanlah sebuah penyakit bukan?” Mereka saling menatap. “Apa mungkin aku sudah terkena kutukan seseorang?”

Shinya menunduk, “Aku tidak tahu. Tapi aku akan berusaha menolong semampuku.” Jawabnya.

“Terima kasih, Shinya… Itu cukup membuatku sedikit lebih kuat.” Ujarnya tersenyum.
“Aku akan mencoba membuatkan obat penghilang rasa sakit. Aku harap itu akan membantumu,”
“Terima kasih.”

Shinya keluar dari kamar Raja dan berjalan gontai. Di tengah jalan dia bertemu dengan Die yang kelihatannya sedang menunggunya. Shinya menunduk saja dan mencoba menghiraukannya. Saat Shinya melewatinya begitu saja, Die tahu ini bukan sesuatu yang penting untuk menanyainya sekarang.


“AARGGH!!”

Shinya baru saja akan ketika ia mendengar suara jeritan itu ia langsung melompat dari tempat tidurnya dan bergegas keluar dari kamarnya. Beberapa prajurit berlarian, dari arah berlawanan Ratu dan beberapa dayang berlarian menuju satu kamar; kamar Raja.

Yoshiki menggelinjang di atas ranjangnya, dengan keringat dan jeritan kesakitannya. Tubuhnya memerah dan keringatnya membanjiri seluruh tubuhnya. Ia merintih dan menjerit hingga membuat semua orang panik.

“Yang Mulia! Yang Mulia!!”
“Seseorang tolong bantu memeganginya!”

Suasana itu memang sudah kerap kali terjadi, namun tetap saja membuat mereka sibuk dan cemas dengan keadaan sang Raja yang aneh. Penyakit yang dideritanya tak kunjung sembuh walau pun sudah mencoba beberapa kali cara pengobatan, bahkan teraneh sekalipun. Hasilnya tetap sama saja. Nihil. Penyakitnya sama sekali tak hilang, justru kelihatannya semakin parah saja.

“Yang Mulia!” Ratu mencoba mendekat, tetapi dihalau oleh penasihat dan dayangnya.
“Hati-hati, jika sedang begini penyakitnya bisa menular!”
“Apa?!”

Mereka yang belum tahu tentu akan merasa kaget. Sungguh seram mengetahui bahwa penyakit aneh ini bisa menulari siapapun yang mendekatinya. Shinya muncul dengan sekantung obat, ia mencoba mendekati Raja tetapi dihalau oleh beberapa prajurit dan dayang.

“Anda bisa tertular!”
“Kalau kalian diam saja dia bisa semakin parah!” tandas Shinya.

Melihat kericuhan tersebut, Die justru mendekat dan memegangi Raja yang tidak tenang.

“Me-menyingkirlah, kau bisa tertular oleh penyakit ini…”
“Aku tidak akan diam saja melihat orang kesusahan seperti ini!” jawab Die. “Shinya cepat obatnya!”

Shinya segera menyambar sebuah cawan dan meracik obat, dengan cepat dia memberikan obat tersebut dan membantu meminumkannya kepada sang Raja yang menderita. Dan ajaibnya, rasa sakit yang menyergap tubuh Raja berangsur hilang. Hingga setengah jam kemudian, dia bisa merasakan tubuhnya kembali. Warna merah yang seolah membakar tubuhnya hilang perlahan. Mereka semua yang menyaksikan hal itu benar-benar takjub dan mengagumi kehebatan Shinya sebagai seorang tabib.

Tubuh Raja melemas, wajahnya yang lesu kelihatan terlelap. Die membantu membaringkannya. Setelah tenang, Ratu mendekatinya dan merawat Raja dengan baik.

“Apakah Raja sudah sembuh?” Tanya penasihat Istana.
“Belum,” jawab Shinya kecewa. “Itu hanya obat penghilang rasa sakit. Sebenarnya penyakitnya belumlah sembuh,”
“Tapi mungkin dengan meminum obatmu setiap kali penyakitnya kambuh itu akan membuatnya bertahan,”
“Itu tidak akan lama, ini hanya bersifat sementara. Kalau kalian memang mau melenyapkan penyakitnya, lenyapkan dari akarnya.”

Shinya segera beranjak keluar, diikuti oleh Die dan kedua temannya yang lain.

“Apa yang kau berikan padanya?” Tanya Die.

Shinya berhenti dan berbalik.

“Obat dan air suci.”
“…air suci?”


****

“Jadi maksudmu dia kerasukan?” Hakuei membuka pembicaraan dengan wajah yang panik.
“Aku tidak yakin,” Shinya menjawab pelan.
“Tapi obat yang kau campurkan dengan air suci itu bekerja sangat bagus.” Ujar Die.
“Aku tidak memikirkan untuk mencampurkannya dengan obat. Tapi, saat aku melihat matanya aku tahu ada sesuatu yang menempel ditubuhnya,”
“Hantu!?” Hakuei mendelik ngeri.

Shinya menunduk.

“Kurasa bukan,” jawab Die, “Ini seperti… kekuatan gelap seperti,”
“…sihir.” Shinya melanjutkan.
“Tapi ini kasusnya mirip dengan penyakit Pangeran Die dulu,” kata Kaoru. “Kalian ingat saat Pangeran Die terkena racun dan tangannya melepuh seperti terbakar? Bukankah itu hampir mirip?”
“Tidak, itu berbeda.” Shinya menjelaskan lagi, “Yang diidap oleh Raja adalah sihir yang sudah bercampur dengan kekuatan gelap. Ini seperti ada sesuatu yang hidup yang ikut menempel di jasadnya.”
“Hantu!?” Hakuei mendelik lagi.
“Aku bingung menjelaskannya, tapi yang jelas jika Raja tidak segera disembuhkan, dia bisa mati.”

Duk! Duk! Duk!!

Tiba-tiba mereka terkejut karena suara pintu yang digedo keras. Die segera membukakan pintu dan mendapati seorang dayang berdiri dengan wajah yang pucat.

“Tolong tabib!” katanya panik. “Tolong Ratu!”

Tanpa bertanya mereka segera berlari ke kamar Ratu. Mereka terkejut tatkala mengetahui bahwa Ratu mengalami penyakit yang sama.

“Ratu tertular! Ratu tertular! Ini karena Beliau menyentuh Raja tadi!” sang penasehat berkata dengan panik sambil menarik Shinya ke dalam.

Saat mereka tiba di sana, mereka mendapati tubuh Ratu sebagian memerah. Tubuh Ratu yang lemah membuatnya tak bisa melakukan apapun kecuali merintih dan merasakan rasa sakit di tubuhnya yang terkena penyakit aneh itu.

“A-aku tidak bisa mendekati Ratu, tolong kami…!” seorang dayang kesayangan Ratu kelihatan histeris dan panik.

Shinya kebingungan, ia berpikir keras. Tapi sepertinya kepalanya tidak mau membantunya untuk berpikir. Die muncul, membenamkan kepalanya ke dekatnya dan membantunya mencari jawaban.

“Obat racikanmu masih ada?”
“Ma-masih,”
“Di mana aku bisa mendapatkan air suci seperti yang kau punya,”
“Di-dikamarku, di kantung tasnya.”

Die segera berlari mengambil air suci yang Shinya simpan, sementara Shinya mencoba meracik obatnya sekali lagi. Ia berharap cara ini cukup berhasil untuk menghambat penularan penyakit mematikan ini.









Continue…

1 komentar:

  1. Aaaaarrrggggghhh aku cemburu...
    Mau diposisi Toshiya..
    Mau diposisi Shinya..
    (maruk)
    Aku dah nunggu2 kapan yoshiki muncul..

    Halo thor due..jangan lupa part 25.
    Makasih

    BalasHapus