The Housemates
(Part 2)
Title : The Housemates
Author : Duele
Finishing :
Agustus 2012 – April 2014
Genre : AU,
Drama Romance, Comedy
Rating : PG15
Chapter(s) : 2/on
going
Fandom(s) : Dir
en Grey
Pairing(s) : find by yourself :P
Note Author : 2 years, hahaha…. !
*****
Toshiya
membenarkan scarf-nya yang kelihatan kurang rapi. Sesekali matanya melirik
cowok jangkung yang kini sedang melihat-lihat menu di depan kafetaria. Tak
sengaja mata mereka saling bertemu, yang menghasilkan senyuman dari keduanya saling
melengkung. Toshiya mau mati rasanya. Girang.
“Hihihi..!”
Die
berusaha mencerna apa yang dosen jelaskan di depan kelas. Dia mencoba
menuliskan kata-kata jitu yang dosen katakan, siapa tahu itu akan menjadi
jawaban yang bakalan keluar di kuis besok siang. Die tidak mau berleha-leha untuk
dosen yang satu ini. Bukan hanya terkenal killer,
dosen yang satu ini juga ternyata pernah menjadi kekasih Ms. Erina. Saingan
Die!
“Ugh!”
Kyo
bersiap keluar rumah hari ini. Tapi bukannya pergi untuk ke kampus, melainkan
pergi ke tempat lain. Sepertinya agak jauh karena beberapa kali dia mengecek
isi dompetnya.
“Duit,
aman!” katanya lega. Mendadak Kaoru
muncul di depan pintu kamarnya yang memang terbuka. “Siap?!”
“Yoih!”
Keduanya
keluar dari rumah. Nampak Kaoru mengeluarkan mobilnya dari garasi saat Kyo
menunggu di depan rumah. Sepertinya pembicaraan bisnis yang mereka bicarakan
akan segera dimulai.
*****
“Makanannya
nggak terlalu enak.” Ucap Hakuei.
“Masa?
Padahal bakminya enak.” Toshiya mendelik.
“Harusnya
tadi aku pesan makanan yang sama kayak kamu.”
“Hihihi,
apa kubilang :P”
“Gak
puas, deh!”
“Apanya?”
“Makannya.”
Toshiya
diam. “Oh, ya. Aku punya teman yang menjual makanan enak, kok, deket sini. Mau
coba?”
“Tentu!”
Toshiya
tersenyum lebar.
Oh, GOD!
Die
merasa bosan sekali. Dosen Partiture-nya hari ini tak masuk. Membuat selang dua
jam kosong di antara kelas Kalkulus yang menyebalkan dan kelas Ekonomi yang
menjemukan. Kelas yang dia inginkan justru bolong di hari ini. Die menelengkan
kepalanya sedikit bingung. Apa yang harus dia lakukan?
“Skip!”
*****
Toshiya
senang sekali hari ini. Sepertinya harinya terlalu indah untuk disudahi saat
Hakuei mengantarkannya pulang petang itu. Tebak, dia mengantar Toshiya pakai
apa? Porsche Cayenne’s!
Duh!
Beneran mati bahagia, deh, Toshiya!
Dengan
riang, dia masuk ke dalam rumah. Menyapa Kaoru yang sedang memotong-motong
wortel.
“Kao~”
sapanya mengayunkan tangan. Melambai dengan penuh semangat. “Masak apa?”
“Sup,”
“Duh,
aku nggak makan malam deh,”
“Kenapa?”
“Udah
makan. Jadi, masih kenyang.”
“Jangan
begitu, aku ada pengumuman baru waktu makan nanti,”
Toshiya
yang mencomot butter cream
menoleh. “Eh, pengumuman apa lagi?”
“Itu..”
“Hey,
semua~” Die menyapa. Dengan wajah kusut, seperti kemarin.
“Hey!”sahut
Toshiya.
“Hey,
Tosh!” dengan malas Die melewati mereka dan naik ke lantai dua.
Pikirannya
benar-benar suntuk. Malam ini dia ingin melewati makan malam dan tidur selama
mungkin. Besok pun dia memutuskan untuk membolos
kuliah. Huh! Dua hari yang menyebalkan, cukup membuat moodnya turun. Tetapi sebelum Die mau menaiki tangga, Kaoru lebih
dulu mencegahnya.
“Sudah
makan belum?”
“Gak
lapar,”
“Yah,
supnya Kaoru mubazir, dong.” Toshiya mengaduk-aduk panci di atas kompor.
“Meskipun
nggak lapar aku minta kalian semua hadir di meja makan malam ini. Aku ada
sesuatu yang mau diumumkan.” Katanya.
Die
turun dan mendekati mereka.
“Bisa
tidak kita skip sampai besok pagi?”
tawarnya.
“Kalau
besok pagi, aku nggak bisa!” Toshiya yang menyahut.
Kaoru
melirik Die dengan mata ‘bagaimana?’
Die
menghela nafas berat.
Sepuluh
menit lagi waktunya makan malam. Tapi Die masih asyik dengan gitar lapuk
miliknya. Menyanyikan beberapa lirik menyayat hati yang dinyanyikan sambil
berbisik. Dia sadar suaranya tak terlalu merdu kecuali petikan sang gitar. Dia
memang tidak salah untuk mengambil bagian sebagai gitaris pada band kampusnya.
Die
menulis lagi partitur lagu di selembar kertas kecilnya. Dia menaruh puntung
rokoknya di atas asbak dan kembali memetik gitar. Selang beberapa saat
tiba-tiba dia berhenti. Keningnya mengerut. Kemudian dia menengok ke sekililing
kamarnya. Tetapi semuanya nampak baik-baik saja. Akhirnya Die mulai memetik
gitar lagi. Namun, saat Die hendak memulai lagi. Keningnya kembali mengerut.
Dia beranjak dari lantai dan bergerak ke arah dinding.
Dalam
suasana senyap itu, Die sepertinya mendengar suara air shower yang menyala.
Bukan di kamar mandinya, tetapi di kamar mandi sebelah kamarnya. Di sebelah itu
adalah kamar bekas milik si ‘anu’. Die tak yakin, karena sebetulnya kamar itu
sudah tak terpakai lagi. Die menempelkan telinganya pada dinding dan memastikan
pendengarannya. Semoga saja salah, ia berharap. Karena terus terang dia jadi
sedikit berdebar-debar karena merasa takut.
Suara
itu menghilang. Die mematung. Entah sedikit lega, atau mulai merasa takut
semakin besar.
“Makan
malam siap!”
Terdengar
suara Kaoru dari lantai bawah. Ah, Die segera menyongsong ke arah pintu dan
pergi dari sini sebelum pikirannya membuatnya semakin
paranoid. Saat Die membuka pintu, jantungnya hampir saja berhenti berdetak.
Deg!
Kemudian
dia mematung. Apakah yang dilihatnya benar??
Die
mengucek matanya, lalu melihat ke arah koridor. IHH ADA PEUYEUM, EHH! PEUYEUMPUAN!!
“Jadi,
ini Shinya Terachi. Dia adalah sepupu Kyo dari Osaka. Dia yang
akan menempati kamar si ‘anu’ mulai malam ini.”
Shinya membungkuk
sopan.
“Shinya
sudah tahu peraturan di sini, kan?” Kaoru mengingatkan. Shinya mengangguk-angguk, “Iya.
Kyo-san, sudah bilang.”
Yang
disebut hanya tersenyum bangga. Toshiya tersenyum minat pada Shinya. Die
membisu dengan wajah aneh.
“Tolong
dipatuhi, ya. Kalau ada yang tidak kau mengerti, jangan sungkan tanya padaku atau
sama Kyo, juga teman-temanmu yang lain.”
“Ya.”
Shinya mengedarkan pandangannya ke arah tiga pemuda yang duduk di depannya. Dan
berakhir pada seseorang berwajah bingung menatapnya serius. Ugh! Tampaknya dia
sedikit strict. Pikir Shinya kala
itu.
Bertambah
lagi penghuni baru. Namanya Terachi Shinya. Sepupu Kyo dari jauh. Ternyata
orang yang selama ini membuat Kyo cengengesan selama membalas sms adalah
Shinya. Sang warumono punya saudara. Apa mungkin Shinya juga punya mental
disorder yang mengerikan seperti Kyo yang hobi nonton horror di tengah malam?
Atau majalah-majalah mistis pengabdi setan?
Tapi
sepertinya Shinya adalah pribadi yang biasa-biasa saja. Cowok kalem bermuka
manis yang benar-benar kalem. Kenapa dikatakan kalem dua kali? Karena tidak ada
kata lain yang bisa menggambarkan seorang Shinya kecuali kata kalem. Dia
tenang, tidak berisik seperti Kyo, rapih, pendengar yang baik, dan dia juga
pandai memasak!
“Oh, aku
tidak tahu kalau kau jago masak.” Puji Kaoru di dapur.
“Ayahku
membuka kedai makanan di Osaka.”
“Oh, ya?
Pasti enak!”
“Un!
Berkunjunglah lain kali.”
“Pasti.
Kalau aku bermain ke Osaka, nanti aku akan mampir. Apa nama kedainya?”
“Mafuyu
Resto.”
“Eeecck!!!
Itu sih bukan kedai! Itu restoran gede!” Kaoru terkejut. Ternyata Shinya anak
juragan resto XD
Makan
malam dengan penghuni baru. Rasanya.....hm... Kalau Kyo sepertinya nampak biasa
saja dengan nafsu makan yang masih di atas rata-rata. Atau Toshiya yang masih
seru mengobrol dengan Kaoru dan sang penghuni baru. Dan Die yang,
Shinya
melirik Die yang makan dengan khidmat. Tak sekalipun dia bicara malam itu.
Tidak sekalipun sejak Shinya datang dan melihatnya duduk sambil terus
memandanginya kemarin malam. Malam inipun sama, Die terus melihatnya dalam
diam. Shinya membuang muka. Pikirannya sedikit terusik. Kenapa dengan pria itu?
*****
“Die
mana?” Kaoru sadar anggota rumah berkurang satu.
“Sepertinya
masih ngamar.” Toshiya mencolek krim pasta spaghetti, sajian makan malam mereka
di malam berikutnya.
“Atau....
dia sedang mengunci diri di kamar karena tenggelam dengan kegalauan. Kasihan.”
Kyo berkata dalam ketenangan.
“Kenapa?”
Toshiya jadi bingung.
“Belum dengar
berita mengejutkan tadi siang?”
“Belum.
Apa?”
“Ms.
Erina bakal menikah bulan depan.”
“HAH!!”
Mata Toshiya membeliak. “Si dosen
seksi?”
“Yess!” Kyo mengangguk mantap.
“Pantas
saja, Die agak pucat akhir-akhir ini.” Toshiya mengelus dagunya. Sementara
Kaoru bergeleng-geleng. Shinya hanya memperhatikan mereka yang sepertinya sudah
sangat dekat sekali. Bahkan mereka sepertinya sangat mengenal satu sama lain.
Shinya beranjak.
“Shinya
mau kemana?” tanya Kyo.
“Aku mau
ke kamar.”
“Sebentar
lagi makan malam, loh!”
“Ah,
bagus. Sekalian saja, tolong bilang pada Die agar segera turun buat makan
malam.” Timpal Kaoru.
Shinya
mengangguk.
Dia
berdiri di depan kamar cowok berambut semir merah itu.
Cukup lama sampai ia memutuskan untuk mengetuk pintu kamarnya.
Tok tok tok!
Tidak
butuh waktu lama sampai akhirnya pintu terbuka dan menyajikan wajah sang
empunya kamar dengan kondisi yang....
“Um..
makan malam sudah siap.” Kata Shinya singkat.
“Thanks.”
Untuk
pertama kalinya, Shinya dengar suara berat itu.
*****
“Bye!
Sampai ketemu besok!” Toshiya melambaikan tangan saat Hakuei menjauh darinya.
Toshiya
berbalik dan mulai cengengesan. Hari ini dia senang sekali. Tadi pagi secara
mengejutkan Hakuei datang ke gedung kuliahnya dan mengajaknya keluar makan
siang. Seperti dijemput oleh pacar, lalu pulangnya diantar pulang. Toshiya
hampir mimisan. Tapi sebelum dia berubah gila, sosok Die mengejutkannya.
“Siapa,
tuh?”
“Kasih
tahu nggak, yaaa~?” Toshiya bergerak centil.
Die
menggelengkan kepalanya maklum.
“Eh,
mana Shinya?” tanya Toshiya antusias. “Bukannya hari ini dia masuk untuk
registrasi, ya?”
“Bareng
Kyo.”
“Ooh~”
“Hey,
Tosh! Kau merasa nggak ada yang aneh dengan anak itu?”
“Hum,
siapa? Shinya?” Toshiya terdiam sebentar, “Nggak, ah! Kenapa? Apa yang aneh?”
Die
sekarang diam. “Ng, nggak apa-apa, sih.”
“Kenapa,
sih?!” Toshiya penasaran.
“Aku
curiga.”
“Curiga?”
Alis Toshiya bertaut bingung. “Curiga kenapa?”
Lagi-lagi
Die diam.
“Aku
curiga dia......perempuan.”
Lalu
hening. Sesaat kemudian....
“AHUAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHA!!!!”
*****
“Toshiya, itu gak lucu!” Die sudah kesal.
“Ahahahahahaha!”
Tapi Toshiya terus tertawa. Kala tawanya hampir mereda dan dia melihat muka
Die, maka tawanya kembali menggelegar. Terus begitu sejak dari kampus sampai ke
rumah. Sampai-sampai, Kaoru ikut bergeleng stress.
“Kenapa
bisa ngomong begitu, Die?” Kaoru melepas kacamata bacanya.
“Err...ya...curiga
aja.”
“Hihihi....sepertinya
salah satu di antara kita mesti membuktikan jati diri Shinya yang sebenarnya,
hihihihi!” Toshiya masih terkekeh geli. Die
melayangkan pandangan tak percaya pada Toshiya. “Usul, bagaimana kalau kita pesta bugil
nanti malam, hhmfffhh hihihi...” Toshiya mulai merasa mulas di perut karena
tertawanya sendiri. Kaoru memandangi
Die yang masih ingin melempar Toshiya dengan bantal sofa.
“Kamu....nggak
terpana kan, Die?”
Die
tertegun. Suara tawa Toshiya perlahan hilang. Dia melirik Kaoru kemudian
melihat Die yang mengerutkan keningnya. Lalu,
“BRUWAKAKAKAKAKAKAKAKAKAK!!!!
AMPUUN DIE, MIKIR APAAN, SIH!!!” Lagi-lagi
tawa Toshiya meledak tidak terselamatkan.
Bersamaan
dengan itu, Kyo dan Shinya muncul.
“Wah,
rame betul, nih!” kata Kyo lalu berlari ke arah lemari pendingin sementara
Shinya masih berdiri di sana sambil menenteng sebuah cartoon bag.
“Fuhuhuhu!!”
Toshiya memukul-mukul sofa. “Si Die, nih!”
“Toshiya!!”
Die meringkusnya.
“Kyaaaaa!!!”
Kaoru
memutar balikkan badan dan beringsut ke dapur. Tidak
mau ikut campur dengan perdebatan tak bermakna itu.
“Lemme go or I tell ‘em if Daidai fallin love
with Shinshin!!!” jerit Toshiya dalam tawa.
Freeze.
Brush!!
Air di
mulut Kyo tersembur!
Shinya
mematung. Kaoru tercengang. Die
membatu.
Kriik.
*****
Die melewatkan sarapannya pagi itu,
subuh buta dia sudah pergi ke kampus. Entah menahan malu bertemu muka dengan
Shinya lagi atau memang tugas kampus mulai menyerbu. Tak ada yang satu pun yang
berkomentar. Ini masih menjadi sebuah misteri xD
Walau pun semalam Toshiya sudah
menjelaskan tentang guyonan parah tentang kesalahpahaman Die terhadap
indentitas Shinya yang meragukan xD sepertinya orang-orang di rumah cukup
mengerti perangai pemuda berbadan bongsor tersebut. Tak ada lagi bahasan soal
semalam. Entah sudah sangat paham, atau terlalu enek. LOL.
Diin!
Diin!
Toshiya menggeser mejanya dan
berpamitan, “Bye, semua!” melenggang sambil menggumam lagu-lagu syahdu yang tak
biasa ia nyanyikan. Sungguh, bahkan Kyo pun terperanjat mendengarkannya
bernyanyi. Lagu India.
Melihat wajah penasaran Kyo yang
terlihat jelas setelah kepergian Toshiya, membuat Kaoru berdehem.
“Gak ada kuliah?” tanyanya sambil
menyeruput kopinya.
“Skip,
sih.”
“Bantu cuci piring,”
“Masya Tuhan! Lupa, ada tugas!” Kyo
menghindar cepat xD
Tinggal Shinya dan Kaoru yang saling
menatap.
*****
“Enak banget!”
“Beneran?” Toshiya sumringah.
Hakuei mengangguk-angguk sambil terus
mengunyah fettucini-nya. “Gak nyesel nih
jauh-jauh ke sini,” katanya.
“Fettucini
di sini emang enak. Aku sering makan di sini.”
“Oh, ya? Sama siapa?”
“Sendirian.”
“Kasian amat.”
“Dih!!” Toshiya sewot.
“Ahahaha, bercanda.” Hakuei
menepuk-nepuk tangannya. “Nanti supaya gak sendirian lagi, gimana kalau aku
temani?”
Seharusnya sih ajakan itu menjadi
sebuah ajakan biasa antara teman, tapi hati Toshiya keburu berbunga-bunga. Apalagi
Hakuei terus memegang tangannya. Duh, gak kuku~
“Jum’at besok, kosong?”
“Mm…kosong, sih.”
“Jalan-jalan, yuk.”
Jedderr!!
Toshiya seperti melayang ke udara.
Berasa diluncurkan pakai meriam.
“Kemana?” tapi jaim-nya lebih gede
daripada bunga di hatinya.
“Ke tempat bagus, deh.” Katanya sambil
tersenyum. “Anggap aja aku bayar ajakan kamu makan fettucini di sini. Giliran aku yang bawa kamu ke tempat yang enak.”
“Oooh…”
Habis ini Toshiya segera luluran dan
mandi bunga, deh.
“Itu kan dua hari lagi?!” Die memekik.
“Iya, dua hari lagi.” Ms. Miki meniru
suara Die.
“Duh, Miss. Kasih tenggang waktu, dong.”
“Tenggang waktu? Kamu kira saya provider pakai masa tenggang segala?” ledeknya.
“Lagipula, kenapa sejak awal kamu tidak melihat informasi? Sudah dihubungi via e-mail juga.”
“Duh, Miss! Koneksi internet di rumah lagi ngadat.”
“Jangan bohong, saya tahu ID vimeo kamu. Sering up-date!”
Die diam. Meski pun dibilang dosen,
Ms. Miki tipe dosen gaul juga sering menyantroni vimeo-nya.
“Pokoknya saya tidak mau tahu, kamu
selesaikan makalahnya dua hari dan tanda tangan dosen, atau kamu harus
mengulang satu SKS itu untuk bisa melengkapi SKS kamu mengajukan judul tugas
akhir.”
“Tapi, Miss…”
“Kalau kamu mau mengulang satu matkul
yang itu, kamu harus bergabung dengan juniormu di kelas bawah.”
“Kok?”
“Gak pakai ‘kok’! Pokoknya harus!”
Ini malapetaka!
“Mamam, tuh, statistik!” Kyo spontan komentar sewaktu melihat daftar SKS
milik Shinya. “Berat banget, tuh!”
“Masa? Pelajarannya susah banget?” Shinya polos bertanya.
“Sebenarnya sih, pelajaran itu gak ada yang susah (ciyee) asal yang ngajarinnya bener. Masalahnya, yang ngajarin
statistic ini dosennya rada terganggu gitu ‘anu’nya.”
Air muka Shinya langsung berubah. Kyo terkikik geli.
*****
Malam itu tak seperti biasanya. Makan
malam bersama kali ini rasanya kurang greget. Satu per satu dari penghuni rumah
pamit setelah menyelesaikan makan malam. Bahkan, Kyo yang biasanya kuat sampai
beronde-ronde juga langsung kabur. Tapi alasannya sangat jelas, ia malas
membantu cuci piring. Alhasil Shinyalah yang dijadikan budak training di kost-an membantu Kaoru malam
itu.
Orang yang pertama kali hengkang dari
meja makan adalah Toshiya. Ia memang tak makan banyak jika sedang dalam program
diet. Alih-alih ingin bertubuh kurus bak Mika Nakashima, ia rela menahan lapar
semalaman. Tapi kalau biasanya wajahnya selalu berjengit menahan lapar, kali
ini selalu ada senyum sumringah yang tak kunjung hilang.
Die adalah orang kedua yang pergi
setelah menghabiskan dua mangkuk sup miso favoritenya. Setengah mangkuk nasi
dan sehelai lauk. Semenjak insiden ‘peuyeum-peyeuman’
Shinya, ia tidak banyak bicara. Masih enek mungkin. Terbukti wajahnya selalu
kusut dari pagi hingga petang.
Kyo dan Shinya bertahan sampai makan
malam mereka habis. Entah apa yang ia katakan kepada Shinya sehingga pemuda itu
mau menggantikannya untuk mencuci piring malam ini. Melihatnya Kaoru hanya
bergeleng-geleng. Ternyata perpeloncoan itu bukan hanya ada di dunia
pendidikan, status anak baru di rumah tinggal pun berlaku.
Krriiingg! Krriing!
Kaoru mengangkat teleponnya dan
bercakap sebentar, “Ooh, Ibu Hara.”
Kyo menoleh, Shinya juga. Kyo
menjelaskan mengenai soal kebiasaan Ibu Toshiya yang menelepon ke kost-an untuk
mengontrol kegiatan Toshiya.
“Tipikal anak mami.” Jelas Kyo.
“Ooh,” Shinya mengangguk-angguk.
Sementara Kaoru kelihatan masih asyik
mengobrol, hingga beberapa menit kemudian ia menutupnya tepat saat Toshiya
muncul. Pemuda itu tidak pernah tahu kalau Kaoru dan Ibunya sering berbincang
mengenai dirinya. Walau pun bukan hal yang harus dirahasiakan, tetapi tak ada
seorang pun yang bilang pada Toshiya.
“Kaoru,” pemuda tinggi itu menghampiri
pria berjanggut itu. “Aku mau minta ijin.”
“Ijin apa?”
“Jum’at besok sampai Minggu aku tidak
pulang.”
“Mau ke mana?”
“Mau liburan sama teman.”
“Hmm…”
“Boleh, ya~”
“Kuliahmu?”
“Beres!” jawabnya mantap. “Soal bagian
cuci piring di hari Sabtu, limpahkan saja pada Kyo!”
“Eh, bongsor, seenak jidat!” Kyo
melempar bantal sofa di tangannya.
“Boleh.” Kaoru mengiyakan.
“Oke!” Toshiya melenggang ke tangga.
“Toshiya,” panggil Kaoru, pemuda itu
menoleh, “Hati-hati.” Katanya.
Sebuah senyum manis terkembang di
wajahnya.
*****
Berbeda dengan Toshiya yang melanglang
buana berlibur. Die harus merasakan pahitnya masuk di hari Sabtu. Terasa
bagaimana malasnya ia bangun karena harus mengulang mata kuliahnya. Saat ia membuka
pintu kamar, Shinya melewatinya di lorong. Baunya haruuuum sekali. Die
tertegun. Sabtu pagi begini, Shinya sudah sangat rapih menenteng tas dan
bindernya. Die mengikutinya turun ke bawah.
Di bawah, meja makan sudah ramai.
Meski pun dikatakan ramai, tetap saja minus tanpa Toshiya. Kyo sebetulnya tak
ada kuliah karena tinggal mengurus judul tugas akhirnya. Tetapi dia selalu
bangun pagi sekadar untuk merasakan sarapan pagi yang selalu spektakuler di
hari Sabtu. Kaoru memang pintar mengundang si tukang tidur ini untuk bangun
dengan harumnya makanan.
“Pagi,” sapa Kaoru saat Die mendekati
meja dan duduk di kursinya.
“Pagi.” Jawabnya.
“Pagi,” Shinya menyapanya.
“Umm.. iya, pagi.” Die kikuk membalik
piring makannya.
Kyo hanya memandang keduanya dengan mulut
yang penuh. Kaoru juga tak biasa masak sepagi ini. Dandannya juga sudah rapih.
“Kyo, titip rumah.” Katanya sambil
menyerahkan kunci.
“Lah, kok?”
“Bukankah cuman kau sendiri yang di
rumah?”
“Kau memangnya mau ke mana?”
“Pergi, bertemu dengan teman.” Kaoru
segera ke pintu depan. Tetapi ia melongokan kepalanya sebentar, “Oh, ya, satu
lagi. Giliranmu cuci piring.”
Die dan Shinya terkikik tak sengaja.
Menghilanglah selera makan Kyo.
*****
Hari ini sepertinya Die bakalan kena
banyak sekali serangan jantung. Setelah gugup disapa saat sarapan, sekarang Die
berada satu bus dengannya. Tempat duduknya pun tidak terlalu jauh. Die berusaha
mengacuhkannya, tetapi pikirannya mengenai kesalahpahaman tempo hari
mengusiknya. Entah apa yang Shinya pikirkan tentang dirinya sejak itu. Apakah
dia merasa Die ini agak gila atau sedang kelilipan. Yang jelas Die mau meminta
maaf sekali lagi soal kejadian hari itu.
Bus berhenti, Shinya segera turun
begitu pula dengan Die. Tak ada niat untuk menguntit, tetapi posisi yang
berjalan di belakangnya persis sekali seperti penguntit xD
Tetapi ternyata
nyali Die lebih kecil daripada surutnya air laut. Sesampainya di gedung
perkuliahan Die lebih dulu dipanggil oleh Ms. Miki yang tak sengaja
menemukannya.
“Jadi terpaksa mengulang, ya.” Kata
Ms. Miki mengeluarkan selembar kertas. Wajah Die sudah kusut, sekusut bajunya
yang tak disetrika hari ini. “Baiklah, sebenarnya kau masih punya satu
kesempatan lagi.” Dia mengajak Die duduk.
“Benar?”
“Ini, kau mintalah dosen itu menandatangani
ini. Asal dia mau menandatanganinya, selesai sudah perkaramu.”
“Kok, mudah?”
“Hhh…kali ini kau benar-benar harus
mentraktirku makan siang, Daisuke.”
“Iih, Miss Miki!” Wajah Die sumringah. “Thanks!” katanya sambil menyambar kertas pernyataan yang disediakan.
Habis gelap terbitlah terang, begitu
pula dengan Die yang wajahnya diliputi awan mendung, kini berubah sangat cerah
bahkan terik. Bergegas, pria itu menaiki tangga menuju lantai teratas di mana
dosen itu mengajar.
Kelas Statistik.
Die mengetuk pintu dengan tak sabar,
saat ia masuk ruangan itu tak begitu ramai. Beberapa siswa sedang mengobrol, mimbar
dosen nampak sepi. Dosen yang ditunggu belum menampakan hidungnya. Die sedikit
kecewa. Ketika dia hendak meninggalkan kelas itu, matanya menangkap sosok
Shinya duduk seorang diri sambil membaca buku.
Shinya?
Di kelas Statistik? Batin Die terheran-heran. Lama Die berdiri terpaku di
sana hingga Shinya kini beralih menatapnya tak sengaja. Inginnya Die segera
meninggalkan ruangan itu, sayangnya kakinya justru berkhianat. Dia justru
mendekat ke bangku Shinya.
“Kosong?”
“Iya,” Shinya mengangguk.
Die menaruh tasnya dan duduk berjarak
dari Shinya. Walau pun wajahnya kelihatan tenang, sebenarnya di dalam hatinya
Die sedang mengutuk dirinya sendiri. Hal bodoh apa yang ia pikirkan sampai
duduk di tempat seperti ini?
“Kau ikut kelas ini juga?”
“Mm… iya,” Katanya sambil mengantongi
kertas pernyataan yang tadi dibawanya.
“Bukannya kau satu semester dengan
Kyo?”
“Ng, iya, sih.” Die sepertinya bisa
membaca maksud pertanyaan Shinya, “Aku mengulang mata kuliah ini.” Doh! Ada
rasa malu dan bingung menjerit bersamaan. Mengulang? Bisa-bisa ia dikira
mahasiswa dungu yang tidak lulus mata kuliah begini. Tapi sejujurnya, Die
memang mengulang sih :P
“Ooh…” Shinya mengangguk-angguk
mengerti.
“Jadi, kau berubah pikiran?” Lelaki di
depan Kyo membenarkan kacamatanya yang melorot. Memerhatikan pemuda kecil di
depannya dari ujung rambut hingga ujung kaki.
“Iya, Sir.” Jawab Kyo.
“Hhh,” dia menghela panjang kemudian
menaruh kacamatanya ke atas buku. “Memangnya kau yakin bisa mengejar
ketinggalan?”
“Kalau tidak terkejar, paling
mengulang, Sir.” Kyo menjawab
nyeleneh.
“Kamu…!” Pria tinggi itu menggeleng
maklum, kemudian dengan berat hati membubuhkan tinta emas pada kertas
pernyataan yang dibawa Kyo. “Tapi saya mau selesai dalam waktu satu bulan.”
“Bunuh saja saya, Sir…” Kyo mengumpat pelan.
“Apa?”
“Satu bulan terlalu cepat, Sir.” Kata Kyo tegas.
“Jadi kesiapanmu berapa lama?”
“Enam bulan.”
“Mengulang saja sekalian!”
Kyo terkekeh dalam hati. “Tiga bulan, Sir.”
“Empat!” Sang dosen mantap menjawab. “Empat
bulan, atau tidak sama sekali!”
Kyo bengong.
*****
Ini malam Minggu. Malam yang amat
ditunggu baik Kyo mau pun Die. Setidaknya mereka bisa main sepuasnya di malam
hari dan hibernasi sepuasnya di siang hari. Dan yang lebih menyenangkan di
malam Minggu adalah menu makan malam biasanya jauh lebih bergizi daripada
malam-malam biasanya :P
“Toshiya masih belum ada kabar?” Kyo
mengambil sumpit khusus miliknya.
“Dia sudah memberi kabar, sih, katanya
pulang besok.” Kaoru memasukan ponselnya ke dalam kantung celananya.
“Pasti kecengan baru.” Kyo terkekeh
yang dibalas dengan anggukan Die. Kaoru melihat keduanya dengan lipatan kerut
di keningnya.
Ding dong!
Semuanya menoleh ke arah pintu depan.
Shinya yang baru saja turun menawarkan dirinya untuk membukakan pintu. Mulanya,
sih, biasa saja, tapi ketika Shinya datang sambil memanggul orang suasana malam
itu sedikit tegang. Orang yang Shinya papah ternyata Toshiya, ia dibantu oleh
seorang pemuda asing.
“Toshiya, kenapa?” Kaoru yang paling
panik. Pria itu yang langsung mengambil alih badan Toshiya yang lemas terkulai.
“Aku pusing,” suara Toshiya terdengar
lemah. Semua mata tertuju pada sang pendatang baru. “Dia sakit, dan meminta
pulang terus. Jadi kubawa pulang.” Jawabnya.
Kaoru sempat mendecak kesal lalu
meminta bantuan Shinya untuk memapahnya ke atas. Sementara Die termangu dan
melihat sang pendatang baru dengan wajah yang taka sing.
“Jadi temen baru Toshiya itu elo?”
Kyo menoleh ke arah Die, kemudian
berpindah ke si pria baru. Wah, berita seru!
Setelah membaringkan badan Toshiya
yang lunglai ke ranjangnya, Shinya membantu Kaoru untuk menaruh
barang-barangnya di sudut tembok. Ini pertama kalinya Shinya masuk ke kamar
Toshiya. Tidak seperti kamar anak laki-laki pada umumnya, kamarnya terlalu
rapih dan wangi. Banyak figura terpajang dan alat-alat elektronik canggih yang
tertata rapih di tempatnya.
“Shinya,”
“Oh, iya?!” Shinya gugup.
“Bisa minta tolong untuk ambil air minum ke bawah?” Kaoru memintanya.
“Iya.”
Turun ke lantai bawah, Shinya melihat
si pendatang baru masih menunggu bersama kedua pria penghuni rumah ini.
Sepertinya mereka sedang bercerita perihal Toshiya. Kyo mendatangi Shinya.
“Gimana?”
“Toshiya gak apa-apa. Dia bersama Kaoru.”
Shinya berlalu sambil membawa segelas air.
Kyo meninggalkan kedua pria itu di
bawah dan mengikuti Shinya ke atas. Die berbincang kembali dengan Hakuei.
Ternyata Hakuei adalah teman satu jurusan.
“Gila!” Die mengumpat pelan kepada
Hakuei. “Lo jangan bawa-bawa Toshiya, dong! Toshiya bukan anak terlalu gaul
kayak lo.” Protes Die. Ia sepertinya banyak mengetahui tentang Hakuei.
“Man,
seriously... gue benar-benar gak tahu kalau Toshiya punya darah rendah. Soalnya,
biasanya dia energik dan hyper.”
“Itu karena dia selalu take obatnya kemana-mana.” Jawab Die,
“Lagian kenapa lo bawa Toshiya main jauh-jauh, sih?”
“Itu gak jauh, Die. Lagian kita kan
cuman mau have fun!”
“Iya, have fun! Tapi lain kali, lo cari tahu dulu lawan lo kayak apa.
Toshiya luarnya aja enerjik, dalam rapuh kayak kepompong. Kaoru bakalan gak
suka sama lo.”
“Siapa Kaoru?”
“Pemilik rumah ini. Baby sitternya Toshiya. Jangan
macam-macam.”
Hakuei meringis geli mendengarnya.
Continue...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar