expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Follow me

04 Desember 2015

Re-post : The Housemates (Part 2)



The Housemates (Part 2)

Title : The Housemates
Author : Duele
Finishing : Agustus 2012 – April 2014
Genre : AU, Drama Romance, Comedy
Rating : PG15
Chapter(s) : 2/on going
Fandom(s) : Dir en Grey
Pairing(s) : find by yourself :P
Note Author : 2 years, hahaha…. !



*****


Toshiya membenarkan scarf-nya yang kelihatan kurang rapi. Sesekali matanya melirik cowok jangkung yang kini sedang melihat-lihat menu di depan kafetaria. Tak sengaja mata mereka saling bertemu, yang menghasilkan senyuman dari keduanya saling melengkung. Toshiya mau mati rasanya. Girang.

“Hihihi..!”



Die berusaha mencerna apa yang dosen jelaskan di depan kelas. Dia mencoba menuliskan kata-kata jitu yang dosen katakan, siapa tahu itu akan menjadi jawaban yang bakalan keluar di kuis besok siang. Die tidak mau berleha-leha untuk dosen yang satu ini. Bukan hanya terkenal killer, dosen yang satu ini juga ternyata pernah menjadi kekasih Ms. Erina. Saingan Die!

“Ugh!”


Kyo bersiap keluar rumah hari ini. Tapi bukannya pergi untuk ke kampus, melainkan pergi ke tempat lain. Sepertinya agak jauh karena beberapa kali dia mengecek isi dompetnya.

“Duit, aman!” katanya lega. Mendadak Kaoru muncul di depan pintu kamarnya yang memang terbuka. “Siap?!”
“Yoih!”

Keduanya keluar dari rumah. Nampak Kaoru mengeluarkan mobilnya dari garasi saat Kyo menunggu di depan rumah. Sepertinya pembicaraan bisnis yang mereka bicarakan akan segera dimulai.

*****

“Makanannya nggak terlalu enak.” Ucap Hakuei.
“Masa? Padahal bakminya enak.” Toshiya mendelik.
“Harusnya tadi aku pesan makanan yang sama kayak kamu.”
“Hihihi, apa kubilang :P”
“Gak puas, deh!”
“Apanya?”
“Makannya.”

Toshiya diam. “Oh, ya. Aku punya teman yang menjual makanan enak, kok, deket sini. Mau coba?”

“Tentu!”

Toshiya tersenyum lebar.



Oh, GOD!
Die merasa bosan sekali. Dosen Partiture-nya hari ini tak masuk. Membuat selang dua jam kosong di antara kelas Kalkulus yang menyebalkan dan kelas Ekonomi yang menjemukan. Kelas yang dia inginkan justru bolong di hari ini. Die menelengkan kepalanya sedikit bingung. Apa yang harus dia lakukan?

“Skip!”

*****

Toshiya senang sekali hari ini. Sepertinya harinya terlalu indah untuk disudahi saat Hakuei mengantarkannya pulang petang itu. Tebak, dia mengantar Toshiya pakai apa? Porsche Cayenne’s!
Duh! Beneran mati bahagia, deh, Toshiya!
Dengan riang, dia masuk ke dalam rumah. Menyapa Kaoru yang sedang memotong-motong wortel.

“Kao~” sapanya mengayunkan tangan. Melambai dengan penuh semangat. “Masak apa?”
“Sup,”
“Duh, aku nggak makan malam deh,”
“Kenapa?”
“Udah makan. Jadi, masih kenyang.”
“Jangan begitu, aku ada pengumuman baru waktu makan nanti,”

Toshiya yang mencomot butter cream menoleh. “Eh, pengumuman apa lagi?”

“Itu..”
“Hey, semua~” Die menyapa. Dengan wajah kusut, seperti kemarin.
“Hey!”sahut Toshiya.
“Hey, Tosh!” dengan malas Die melewati mereka dan naik ke lantai dua.

Pikirannya benar-benar suntuk. Malam ini dia ingin melewati makan malam dan tidur selama mungkin. Besok pun dia memutuskan untuk membolos kuliah. Huh! Dua hari yang menyebalkan, cukup membuat moodnya turun. Tetapi sebelum Die mau menaiki tangga, Kaoru lebih dulu mencegahnya.

“Sudah makan belum?”
“Gak lapar,”
“Yah, supnya Kaoru mubazir, dong.” Toshiya mengaduk-aduk panci di atas kompor.
“Meskipun nggak lapar aku minta kalian semua hadir di meja makan malam ini. Aku ada sesuatu yang mau diumumkan.” Katanya.

Die turun dan mendekati mereka.

“Bisa tidak kita skip sampai besok pagi?” tawarnya.
“Kalau besok pagi, aku nggak bisa!” Toshiya yang menyahut.

Kaoru melirik Die dengan mata ‘bagaimana?’
Die menghela nafas berat.


Sepuluh menit lagi waktunya makan malam. Tapi Die masih asyik dengan gitar lapuk miliknya. Menyanyikan beberapa lirik menyayat hati yang dinyanyikan sambil berbisik. Dia sadar suaranya tak terlalu merdu kecuali petikan sang gitar. Dia memang tidak salah untuk mengambil bagian sebagai gitaris pada band kampusnya.
Die menulis lagi partitur lagu di selembar kertas kecilnya. Dia menaruh puntung rokoknya di atas asbak dan kembali memetik gitar. Selang beberapa saat tiba-tiba dia berhenti. Keningnya mengerut. Kemudian dia menengok ke sekililing kamarnya. Tetapi semuanya nampak baik-baik saja. Akhirnya Die mulai memetik gitar lagi. Namun, saat Die hendak memulai lagi. Keningnya kembali mengerut. Dia beranjak dari lantai dan bergerak ke arah dinding.
Dalam suasana senyap itu, Die sepertinya mendengar suara air shower yang menyala. Bukan di kamar mandinya, tetapi di kamar mandi sebelah kamarnya. Di sebelah itu adalah kamar bekas milik si ‘anu’. Die tak yakin, karena sebetulnya kamar itu sudah tak terpakai lagi. Die menempelkan telinganya pada dinding dan memastikan pendengarannya. Semoga saja salah, ia berharap. Karena terus terang dia jadi sedikit berdebar-debar karena merasa takut.
Suara itu menghilang. Die mematung. Entah sedikit lega, atau mulai merasa takut semakin besar.

“Makan malam siap!”

 Terdengar suara Kaoru dari lantai bawah. Ah, Die segera menyongsong ke arah pintu dan pergi dari sini sebelum pikirannya membuatnya semakin paranoid. Saat Die membuka pintu, jantungnya hampir saja berhenti berdetak.
Deg!
Kemudian dia mematung. Apakah yang dilihatnya benar??
Die mengucek matanya, lalu melihat ke arah koridor. IHH ADA PEUYEUM, EHH! PEUYEUMPUAN!!


“Jadi, ini Shinya Terachi. Dia adalah sepupu Kyo dari Osaka. Dia yang akan menempati kamar si ‘anu’ mulai malam ini.”

Shinya membungkuk sopan.

“Shinya sudah tahu peraturan di sini, kan?” Kaoru mengingatkan. Shinya mengangguk-angguk, Iya. Kyo-san, sudah bilang.”

Yang disebut hanya tersenyum bangga. Toshiya tersenyum minat pada Shinya. Die membisu dengan wajah aneh.

“Tolong dipatuhi, ya. Kalau ada yang tidak kau mengerti, jangan sungkan tanya padaku atau sama Kyo, juga teman-temanmu yang lain.”
“Ya.” Shinya mengedarkan pandangannya ke arah tiga pemuda yang duduk di depannya. Dan berakhir pada seseorang berwajah bingung menatapnya serius. Ugh! Tampaknya dia sedikit strict. Pikir Shinya kala itu.


Bertambah lagi penghuni baru. Namanya Terachi Shinya. Sepupu Kyo dari jauh. Ternyata orang yang selama ini membuat Kyo cengengesan selama membalas sms adalah Shinya. Sang warumono punya saudara. Apa mungkin Shinya juga punya mental disorder yang mengerikan seperti Kyo yang hobi nonton horror di tengah malam? Atau majalah-majalah mistis pengabdi setan?
Tapi sepertinya Shinya adalah pribadi yang biasa-biasa saja. Cowok kalem bermuka manis yang benar-benar kalem. Kenapa dikatakan kalem dua kali? Karena tidak ada kata lain yang bisa menggambarkan seorang Shinya kecuali kata kalem. Dia tenang, tidak berisik seperti Kyo, rapih, pendengar yang baik, dan dia juga pandai memasak!

“Oh, aku tidak tahu kalau kau jago masak.” Puji Kaoru di dapur.
“Ayahku membuka kedai makanan di Osaka.”
“Oh, ya? Pasti enak!”
“Un! Berkunjunglah lain kali.”
“Pasti. Kalau aku bermain ke Osaka, nanti aku akan mampir. Apa nama kedainya?”
“Mafuyu Resto.”
“Eeecck!!! Itu sih bukan kedai! Itu restoran gede!” Kaoru terkejut. Ternyata Shinya anak juragan resto XD

Makan malam dengan penghuni baru. Rasanya.....hm... Kalau Kyo sepertinya nampak biasa saja dengan nafsu makan yang masih di atas rata-rata. Atau Toshiya yang masih seru mengobrol dengan Kaoru dan sang penghuni baru. Dan Die yang,
Shinya melirik Die yang makan dengan khidmat. Tak sekalipun dia bicara malam itu. Tidak sekalipun sejak Shinya datang dan melihatnya duduk sambil terus memandanginya kemarin malam. Malam inipun sama, Die terus melihatnya dalam diam. Shinya membuang muka. Pikirannya sedikit terusik. Kenapa dengan pria itu?

*****

“Die mana?” Kaoru sadar anggota rumah berkurang satu.
“Sepertinya masih ngamar.” Toshiya mencolek krim pasta spaghetti, sajian makan malam mereka di malam berikutnya.
“Atau.... dia sedang mengunci diri di kamar karena tenggelam dengan kegalauan. Kasihan.” Kyo berkata dalam ketenangan.
“Kenapa?” Toshiya jadi bingung.
“Belum dengar berita mengejutkan tadi siang?”
“Belum. Apa?”
“Ms. Erina bakal menikah bulan depan.”
“HAH!!” Mata Toshiya membeliak. “Si dosen seksi?”
“Yess!” Kyo mengangguk mantap.
“Pantas saja, Die agak pucat akhir-akhir ini.” Toshiya mengelus dagunya. Sementara Kaoru bergeleng-geleng. Shinya hanya memperhatikan mereka yang sepertinya sudah sangat dekat sekali. Bahkan mereka sepertinya sangat mengenal satu sama lain. Shinya beranjak.
“Shinya mau kemana?” tanya Kyo.
“Aku mau ke kamar.”
“Sebentar lagi makan malam, loh!”
“Ah, bagus. Sekalian saja, tolong bilang pada Die agar segera turun buat makan malam.” Timpal Kaoru.

Shinya mengangguk.


Dia berdiri di depan kamar cowok berambut semir merah itu. Cukup lama sampai ia memutuskan untuk mengetuk pintu kamarnya.
Tok tok tok!
Tidak butuh waktu lama sampai akhirnya pintu terbuka dan menyajikan wajah sang empunya kamar dengan kondisi yang....

“Um.. makan malam sudah siap.” Kata Shinya singkat.
Thanks.

Untuk pertama kalinya, Shinya dengar suara berat itu.


*****

“Bye! Sampai ketemu besok!” Toshiya melambaikan tangan saat Hakuei menjauh darinya.

Toshiya berbalik dan mulai cengengesan. Hari ini dia senang sekali. Tadi pagi secara mengejutkan Hakuei datang ke gedung kuliahnya dan mengajaknya keluar makan siang. Seperti dijemput oleh pacar, lalu pulangnya diantar pulang. Toshiya hampir mimisan. Tapi sebelum dia berubah gila, sosok Die mengejutkannya.

“Siapa, tuh?”
“Kasih tahu nggak, yaaa~?” Toshiya bergerak centil.

Die menggelengkan kepalanya maklum.

“Eh, mana Shinya?” tanya Toshiya antusias. “Bukannya hari ini dia masuk untuk registrasi, ya?”
“Bareng Kyo.”
“Ooh~”
“Hey, Tosh! Kau merasa nggak ada yang aneh dengan anak itu?”
“Hum, siapa? Shinya?” Toshiya terdiam sebentar, “Nggak, ah! Kenapa? Apa yang aneh?”

Die sekarang diam. “Ng, nggak apa-apa, sih.”

“Kenapa, sih?!” Toshiya penasaran.
“Aku curiga.”
“Curiga?” Alis Toshiya bertaut bingung. “Curiga kenapa?”

Lagi-lagi Die diam.

“Aku curiga dia......perempuan.”

Lalu hening. Sesaat kemudian....

“AHUAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHA!!!!”


*****


Toshiya, itu gak lucu!” Die sudah kesal.
“Ahahahahahaha!” Tapi Toshiya terus tertawa. Kala tawanya hampir mereda dan dia melihat muka Die, maka tawanya kembali menggelegar. Terus begitu sejak dari kampus sampai ke rumah. Sampai-sampai, Kaoru ikut bergeleng stress.
“Kenapa bisa ngomong begitu, Die?” Kaoru melepas kacamata bacanya.
“Err...ya...curiga aja.”
“Hihihi....sepertinya salah satu di antara kita mesti membuktikan jati diri Shinya yang sebenarnya, hihihihi!” Toshiya masih terkekeh geli. Die melayangkan pandangan tak percaya pada Toshiya. “Usul, bagaimana kalau kita pesta bugil nanti malam, hhmfffhh hihihi...” Toshiya mulai merasa mulas di perut karena tertawanya sendiri. Kaoru memandangi Die yang masih ingin melempar Toshiya dengan bantal sofa.

“Kamu....nggak terpana kan, Die?”

Die tertegun. Suara tawa Toshiya perlahan hilang. Dia melirik Kaoru kemudian melihat Die yang mengerutkan keningnya. Lalu,

“BRUWAKAKAKAKAKAKAKAKAKAK!!!! AMPUUN DIE, MIKIR APAAN, SIH!!!” Lagi-lagi tawa Toshiya meledak tidak terselamatkan.

Bersamaan dengan itu, Kyo dan Shinya muncul.

“Wah, rame betul, nih!” kata Kyo lalu berlari ke arah lemari pendingin sementara Shinya masih berdiri di sana sambil menenteng sebuah cartoon bag.
“Fuhuhuhu!!” Toshiya memukul-mukul sofa. “Si Die, nih!”
Toshiya!!” Die meringkusnya.
“Kyaaaaa!!!”

Kaoru memutar balikkan badan dan beringsut ke dapur. Tidak mau ikut campur dengan perdebatan tak bermakna itu.

Lemme go or I tell ‘em if Daidai fallin love with Shinshin!!!” jerit Toshiya dalam tawa.

Freeze.

Brush!!
Air di mulut Kyo tersembur!
Shinya mematung. Kaoru tercengang. Die membatu.

Kriik.


*****


          Die melewatkan sarapannya pagi itu, subuh buta dia sudah pergi ke kampus. Entah menahan malu bertemu muka dengan Shinya lagi atau memang tugas kampus mulai menyerbu. Tak ada yang satu pun yang berkomentar. Ini masih menjadi sebuah misteri xD
          Walau pun semalam Toshiya sudah menjelaskan tentang guyonan parah tentang kesalahpahaman Die terhadap indentitas Shinya yang meragukan xD sepertinya orang-orang di rumah cukup mengerti perangai pemuda berbadan bongsor tersebut. Tak ada lagi bahasan soal semalam. Entah sudah sangat paham, atau terlalu enek. LOL.

          Diin! Diin!

          Toshiya menggeser mejanya dan berpamitan, “Bye, semua!” melenggang sambil menggumam lagu-lagu syahdu yang tak biasa ia nyanyikan. Sungguh, bahkan Kyo pun terperanjat mendengarkannya bernyanyi. Lagu India.
          Melihat wajah penasaran Kyo yang terlihat jelas setelah kepergian Toshiya, membuat Kaoru berdehem.

          “Gak ada kuliah?” tanyanya sambil menyeruput kopinya.
          Skip, sih.”
          “Bantu cuci piring,”
          “Masya Tuhan! Lupa, ada tugas!” Kyo menghindar cepat xD

          Tinggal Shinya dan Kaoru yang saling menatap.


*****

          “Enak banget!”
          “Beneran?” Toshiya sumringah.

          Hakuei mengangguk-angguk sambil terus mengunyah fettucini-nya. “Gak nyesel nih jauh-jauh ke sini,” katanya.

          Fettucini di sini emang enak. Aku sering makan di sini.”
          “Oh, ya? Sama siapa?”
          “Sendirian.”
          “Kasian amat.”
          “Dih!!” Toshiya sewot.
          “Ahahaha, bercanda.” Hakuei menepuk-nepuk tangannya. “Nanti supaya gak sendirian lagi, gimana kalau aku temani?”

          Seharusnya sih ajakan itu menjadi sebuah ajakan biasa antara teman, tapi hati Toshiya keburu berbunga-bunga. Apalagi Hakuei terus memegang tangannya. Duh, gak kuku~

          “Jum’at besok, kosong?”
          “Mm…kosong, sih.”
          “Jalan-jalan, yuk.”

          Jedderr!!
          Toshiya seperti melayang ke udara. Berasa diluncurkan pakai meriam.

          “Kemana?” tapi jaim-nya lebih gede daripada bunga di hatinya.
          “Ke tempat bagus, deh.” Katanya sambil tersenyum. “Anggap aja aku bayar ajakan kamu makan fettucini di sini. Giliran aku yang bawa kamu ke tempat yang enak.”
          “Oooh…”

          Habis ini Toshiya segera luluran dan mandi bunga, deh.


          “Itu kan dua hari lagi?!” Die memekik.
          “Iya, dua hari lagi.” Ms. Miki meniru suara Die.
          “Duh, Miss. Kasih tenggang waktu, dong.”
          “Tenggang waktu? Kamu kira saya provider pakai masa tenggang segala?” ledeknya. “Lagipula, kenapa sejak awal kamu tidak melihat informasi? Sudah dihubungi via e-mail juga.”
          “Duh, Miss! Koneksi internet di rumah lagi ngadat.”
          “Jangan bohong, saya tahu ID vimeo kamu. Sering up-date!”

          Die diam. Meski pun dibilang dosen, Ms. Miki tipe dosen gaul juga sering menyantroni vimeo-nya.

          “Pokoknya saya tidak mau tahu, kamu selesaikan makalahnya dua hari dan tanda tangan dosen, atau kamu harus mengulang satu SKS itu untuk bisa melengkapi SKS kamu mengajukan judul tugas akhir.”
          “Tapi, Miss…”
          “Kalau kamu mau mengulang satu matkul yang itu, kamu harus bergabung dengan juniormu di kelas bawah.”
          “Kok?”
          “Gak pakai ‘kok’! Pokoknya harus!”
         
Ini malapetaka!



“Mamam, tuh, statistik!” Kyo spontan komentar sewaktu melihat daftar SKS milik Shinya. “Berat banget, tuh!”
“Masa? Pelajarannya susah banget?” Shinya polos bertanya.
“Sebenarnya sih, pelajaran itu gak ada yang susah (ciyee) asal yang ngajarinnya bener. Masalahnya, yang ngajarin statistic ini dosennya rada terganggu gitu ‘anu’nya.”

Air muka Shinya langsung berubah. Kyo terkikik geli.

*****

          Malam itu tak seperti biasanya. Makan malam bersama kali ini rasanya kurang greget. Satu per satu dari penghuni rumah pamit setelah menyelesaikan makan malam. Bahkan, Kyo yang biasanya kuat sampai beronde-ronde juga langsung kabur. Tapi alasannya sangat jelas, ia malas membantu cuci piring. Alhasil Shinyalah yang dijadikan budak training di kost-an membantu Kaoru malam itu.
          Orang yang pertama kali hengkang dari meja makan adalah Toshiya. Ia memang tak makan banyak jika sedang dalam program diet. Alih-alih ingin bertubuh kurus bak Mika Nakashima, ia rela menahan lapar semalaman. Tapi kalau biasanya wajahnya selalu berjengit menahan lapar, kali ini selalu ada senyum sumringah yang tak kunjung hilang.
          Die adalah orang kedua yang pergi setelah menghabiskan dua mangkuk sup miso favoritenya. Setengah mangkuk nasi dan sehelai lauk. Semenjak insiden ‘peuyeum-peyeuman’ Shinya, ia tidak banyak bicara. Masih enek mungkin. Terbukti wajahnya selalu kusut dari pagi hingga petang.
          Kyo dan Shinya bertahan sampai makan malam mereka habis. Entah apa yang ia katakan kepada Shinya sehingga pemuda itu mau menggantikannya untuk mencuci piring malam ini. Melihatnya Kaoru hanya bergeleng-geleng. Ternyata perpeloncoan itu bukan hanya ada di dunia pendidikan, status anak baru di rumah tinggal pun berlaku.

          Krriiingg! Krriing!

          Kaoru mengangkat teleponnya dan bercakap sebentar, “Ooh, Ibu Hara.”

          Kyo menoleh, Shinya juga. Kyo menjelaskan mengenai soal kebiasaan Ibu Toshiya yang menelepon ke kost-an untuk mengontrol kegiatan Toshiya.

          “Tipikal anak mami.” Jelas Kyo.
          “Ooh,” Shinya mengangguk-angguk.

          Sementara Kaoru kelihatan masih asyik mengobrol, hingga beberapa menit kemudian ia menutupnya tepat saat Toshiya muncul. Pemuda itu tidak pernah tahu kalau Kaoru dan Ibunya sering berbincang mengenai dirinya. Walau pun bukan hal yang harus dirahasiakan, tetapi tak ada seorang pun yang bilang pada Toshiya.

          “Kaoru,” pemuda tinggi itu menghampiri pria berjanggut itu. “Aku mau minta ijin.”
          “Ijin apa?”
          “Jum’at besok sampai Minggu aku tidak pulang.”
          “Mau ke mana?”
          “Mau liburan sama teman.”
          “Hmm…”
          “Boleh, ya~”
          “Kuliahmu?”
          “Beres!” jawabnya mantap. “Soal bagian cuci piring di hari Sabtu, limpahkan saja pada Kyo!”
          “Eh, bongsor, seenak jidat!” Kyo melempar bantal sofa di tangannya.
          “Boleh.” Kaoru mengiyakan.
          “Oke!” Toshiya melenggang ke tangga.
          “Toshiya,” panggil Kaoru, pemuda itu menoleh, “Hati-hati.” Katanya.

          Sebuah senyum manis terkembang di wajahnya.

*****
         
         
          Berbeda dengan Toshiya yang melanglang buana berlibur. Die harus merasakan pahitnya masuk di hari Sabtu. Terasa bagaimana malasnya ia bangun karena harus mengulang mata kuliahnya. Saat ia membuka pintu kamar, Shinya melewatinya di lorong. Baunya haruuuum sekali. Die tertegun. Sabtu pagi begini, Shinya sudah sangat rapih menenteng tas dan bindernya. Die mengikutinya turun ke bawah.
          Di bawah, meja makan sudah ramai. Meski pun dikatakan ramai, tetap saja minus tanpa Toshiya. Kyo sebetulnya tak ada kuliah karena tinggal mengurus judul tugas akhirnya. Tetapi dia selalu bangun pagi sekadar untuk merasakan sarapan pagi yang selalu spektakuler di hari Sabtu. Kaoru memang pintar mengundang si tukang tidur ini untuk bangun dengan harumnya makanan.

          “Pagi,” sapa Kaoru saat Die mendekati meja dan duduk di kursinya.
          “Pagi.” Jawabnya.
          “Pagi,” Shinya menyapanya.
          “Umm.. iya, pagi.” Die kikuk membalik piring makannya.

          Kyo hanya memandang keduanya dengan mulut yang penuh. Kaoru juga tak biasa masak sepagi ini. Dandannya juga sudah rapih.

          “Kyo, titip rumah.” Katanya sambil menyerahkan kunci.
          “Lah, kok?”
          “Bukankah cuman kau sendiri yang di rumah?”
          “Kau memangnya mau ke mana?”
          “Pergi, bertemu dengan teman.” Kaoru segera ke pintu depan. Tetapi ia melongokan kepalanya sebentar, “Oh, ya, satu lagi. Giliranmu cuci piring.”
         
          Die dan Shinya terkikik tak sengaja. Menghilanglah selera makan Kyo.


*****

          Hari ini sepertinya Die bakalan kena banyak sekali serangan jantung. Setelah gugup disapa saat sarapan, sekarang Die berada satu bus dengannya. Tempat duduknya pun tidak terlalu jauh. Die berusaha mengacuhkannya, tetapi pikirannya mengenai kesalahpahaman tempo hari mengusiknya. Entah apa yang Shinya pikirkan tentang dirinya sejak itu. Apakah dia merasa Die ini agak gila atau sedang kelilipan. Yang jelas Die mau meminta maaf sekali lagi soal kejadian hari itu.
          Bus berhenti, Shinya segera turun begitu pula dengan Die. Tak ada niat untuk menguntit, tetapi posisi yang berjalan di belakangnya persis sekali seperti penguntit xD
Tetapi ternyata nyali Die lebih kecil daripada surutnya air laut. Sesampainya di gedung perkuliahan Die lebih dulu dipanggil oleh Ms. Miki yang tak sengaja menemukannya.

          “Jadi terpaksa mengulang, ya.” Kata Ms. Miki mengeluarkan selembar kertas. Wajah Die sudah kusut, sekusut bajunya yang tak disetrika hari ini. “Baiklah, sebenarnya kau masih punya satu kesempatan lagi.” Dia mengajak Die duduk.
          “Benar?”
          “Ini, kau mintalah dosen itu menandatangani ini. Asal dia mau menandatanganinya, selesai sudah perkaramu.”
          “Kok, mudah?”
          “Hhh…kali ini kau benar-benar harus mentraktirku makan siang, Daisuke.”
          “Iih, Miss Miki!” Wajah Die sumringah. “Thanks!” katanya sambil menyambar kertas pernyataan yang disediakan.

          Habis gelap terbitlah terang, begitu pula dengan Die yang wajahnya diliputi awan mendung, kini berubah sangat cerah bahkan terik. Bergegas, pria itu menaiki tangga menuju lantai teratas di mana dosen itu mengajar.
          Kelas Statistik.

          Die mengetuk pintu dengan tak sabar, saat ia masuk ruangan itu tak begitu ramai. Beberapa siswa sedang mengobrol, mimbar dosen nampak sepi. Dosen yang ditunggu belum menampakan hidungnya. Die sedikit kecewa. Ketika dia hendak meninggalkan kelas itu, matanya menangkap sosok Shinya duduk seorang diri sambil membaca buku.
          Shinya? Di kelas Statistik? Batin Die terheran-heran. Lama Die berdiri terpaku di sana hingga Shinya kini beralih menatapnya tak sengaja. Inginnya Die segera meninggalkan ruangan itu, sayangnya kakinya justru berkhianat. Dia justru mendekat ke bangku Shinya.

          “Kosong?”
          “Iya,” Shinya mengangguk.

          Die menaruh tasnya dan duduk berjarak dari Shinya. Walau pun wajahnya kelihatan tenang, sebenarnya di dalam hatinya Die sedang mengutuk dirinya sendiri. Hal bodoh apa yang ia pikirkan sampai duduk di tempat seperti ini?

          “Kau ikut kelas ini juga?”
          “Mm… iya,” Katanya sambil mengantongi kertas pernyataan yang tadi dibawanya.
          “Bukannya kau satu semester dengan Kyo?”
          “Ng, iya, sih.” Die sepertinya bisa membaca maksud pertanyaan Shinya, “Aku mengulang mata kuliah ini.” Doh! Ada rasa malu dan bingung menjerit bersamaan. Mengulang? Bisa-bisa ia dikira mahasiswa dungu yang tidak lulus mata kuliah begini. Tapi sejujurnya, Die memang mengulang sih :P
          “Ooh…” Shinya mengangguk-angguk mengerti.


          “Jadi, kau berubah pikiran?” Lelaki di depan Kyo membenarkan kacamatanya yang melorot. Memerhatikan pemuda kecil di depannya dari ujung rambut hingga ujung kaki.
          “Iya, Sir.” Jawab Kyo.
          “Hhh,” dia menghela panjang kemudian menaruh kacamatanya ke atas buku. “Memangnya kau yakin bisa mengejar ketinggalan?”
          “Kalau tidak terkejar, paling mengulang, Sir.” Kyo menjawab nyeleneh.
          “Kamu…!” Pria tinggi itu menggeleng maklum, kemudian dengan berat hati membubuhkan tinta emas pada kertas pernyataan yang dibawa Kyo. “Tapi saya mau selesai dalam waktu satu bulan.”
          “Bunuh saja saya, Sir…” Kyo mengumpat pelan.
          “Apa?”
          “Satu bulan terlalu cepat, Sir.” Kata Kyo tegas.
          “Jadi kesiapanmu berapa lama?”
          “Enam bulan.”
          “Mengulang saja sekalian!”

          Kyo terkekeh dalam hati. “Tiga bulan, Sir.”

          “Empat!” Sang dosen mantap menjawab. “Empat bulan, atau tidak sama sekali!”

          Kyo bengong.


*****

          Ini malam Minggu. Malam yang amat ditunggu baik Kyo mau pun Die. Setidaknya mereka bisa main sepuasnya di malam hari dan hibernasi sepuasnya di siang hari. Dan yang lebih menyenangkan di malam Minggu adalah menu makan malam biasanya jauh lebih bergizi daripada malam-malam biasanya :P

          “Toshiya masih belum ada kabar?” Kyo mengambil sumpit khusus miliknya.
          “Dia sudah memberi kabar, sih, katanya pulang besok.” Kaoru memasukan ponselnya ke dalam kantung celananya.
          “Pasti kecengan baru.” Kyo terkekeh yang dibalas dengan anggukan Die. Kaoru melihat keduanya dengan lipatan kerut di keningnya.

          Ding dong!
          Semuanya menoleh ke arah pintu depan. Shinya yang baru saja turun menawarkan dirinya untuk membukakan pintu. Mulanya, sih, biasa saja, tapi ketika Shinya datang sambil memanggul orang suasana malam itu sedikit tegang. Orang yang Shinya papah ternyata Toshiya, ia dibantu oleh seorang pemuda asing.

          “Toshiya, kenapa?” Kaoru yang paling panik. Pria itu yang langsung mengambil alih badan Toshiya yang lemas terkulai.
          “Aku pusing,” suara Toshiya terdengar lemah. Semua mata tertuju pada sang pendatang baru. “Dia sakit, dan meminta pulang terus. Jadi kubawa pulang.” Jawabnya.

          Kaoru sempat mendecak kesal lalu meminta bantuan Shinya untuk memapahnya ke atas. Sementara Die termangu dan melihat sang pendatang baru dengan wajah yang taka sing.

          “Jadi temen baru Toshiya itu elo?”

          Kyo menoleh ke arah Die, kemudian berpindah ke si pria baru. Wah, berita seru!

          Setelah membaringkan badan Toshiya yang lunglai ke ranjangnya, Shinya membantu Kaoru untuk menaruh barang-barangnya di sudut tembok. Ini pertama kalinya Shinya masuk ke kamar Toshiya. Tidak seperti kamar anak laki-laki pada umumnya, kamarnya terlalu rapih dan wangi. Banyak figura terpajang dan alat-alat elektronik canggih yang tertata rapih di tempatnya.

          “Shinya,”
          “Oh, iya?!” Shinya gugup.
“Bisa minta tolong untuk ambil air minum ke bawah?” Kaoru memintanya.
          “Iya.”

          Turun ke lantai bawah, Shinya melihat si pendatang baru masih menunggu bersama kedua pria penghuni rumah ini. Sepertinya mereka sedang bercerita perihal Toshiya. Kyo mendatangi Shinya.

          “Gimana?”
          “Toshiya gak apa-apa. Dia bersama Kaoru.” Shinya berlalu sambil membawa segelas air.

          Kyo meninggalkan kedua pria itu di bawah dan mengikuti Shinya ke atas. Die berbincang kembali dengan Hakuei. Ternyata Hakuei adalah teman satu jurusan.

          “Gila!” Die mengumpat pelan kepada Hakuei. “Lo jangan bawa-bawa Toshiya, dong! Toshiya bukan anak terlalu gaul kayak lo.” Protes Die. Ia sepertinya banyak mengetahui tentang Hakuei.
          Man, seriously... gue benar-benar gak tahu kalau Toshiya punya darah rendah. Soalnya, biasanya dia energik dan hyper.”
          “Itu karena dia selalu take obatnya kemana-mana.” Jawab Die, “Lagian kenapa lo bawa Toshiya main jauh-jauh, sih?”
          “Itu gak jauh, Die. Lagian kita kan cuman mau have fun!
          “Iya, have fun! Tapi lain kali, lo cari tahu dulu lawan lo kayak apa. Toshiya luarnya aja enerjik, dalam rapuh kayak kepompong. Kaoru bakalan gak suka sama lo.”
          “Siapa Kaoru?”
          “Pemilik rumah ini. Baby sitternya Toshiya. Jangan macam-macam.”

          Hakuei meringis geli mendengarnya.
         

         

          Continue...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar