EXODUS
(Part 22)
Title : EXODUS
Author : Duele
Finishing : Desember
2013 – Januari 2014
Genre : Fantasy
Rating : PG15
Chapter(s) : 22/on going
Fandom(s) : Dir en Grey
Pairing(s) : Die x Shinya, Kaoru x
Toshiya
Note Author : Thanks for waiting :D
*****
Dengan
langkah yang terburu-buru dan kekesalan di hatinya, Jenderal Die akhirnya tiba
di tempat Shinya.
“Katakan
apa maksudmu berkata seperti itu di depan Raja?” Die bertanya dengan nada
tinggi.
Shinya
menoleh kemudian melanjutkan pekerjaannya meracik obat. Die menggebrak meja di
depannya.
“Jawab
aku!”
“Aku akan
pergi.”
“Kau
pikir kau siapa?!”
Shinya
menaruh alat penggerusnya dan berdiri di depan Die. Mereka saling bertatapan
sejenak, sebelum akhirnya Shinya beranjak dari sana. Tapi Die menarik lengannya
dengan kasar.
“Tidak
akan kubiarkan kau pergi. Kau dengar aku, Shinya?!”
Die
melihat Kyo dan Shinya bergantian. Tapi melihat raut wajah Shinya, Die sudah
lebih dulu kesal dan melepaskan pegangannya lalu pergi.
****
Kaoru
menemui Die yang sedang memeriksa senjatanya. Mengingat emosinya yang meletup
tadi siang setelah pembicaraan mengenai strategi perang yang mengikutsertakan
Shinya dalam peperangan tersebut membuat pria tersebut menjadi sedikit
khawatir. Apalagi Die keluar dari ruangan dengan wajah kesal yang sulit
disembunyikan.
“Kau
sudah siap?”
“Tentu.”
“Bukan
soal peperangan, tapi soal Shinya.” Katanya.
Die
sempat menghentikan aktifitasnya, namun ia melanjutkannya kembali seolah tidak
ada hal yang penting.
“Shinya
akan ikut berperang bersama kita.”
“Itu
bodoh kan?” Die menoleh padanya, “Bagaimana orang seperti itu justru diturunkan
dalam peperangan? Naik kuda saja dia tidak bisa, apalagi berperang? Mau
menjerumuskan tentara perang kita dalam kekalahan?
Kaoru
terdiam, kemudian tersenyum. “Menurutku daripada mencemaskan tentang
kemampuannya dalam bertarung, kau lebih mencemaskan keselamatannya, kan?”
Die
berbalik, “Iya, memang!” tandasnya. “Dia hanya orang gunung biasa. Dia tidak
tahu apa-apa soal peperangan. Kenapa kita harus mengikutsertakannya dalam
peperangan ini? Bukankah dia punya tugas yang jauh lebih penting untuk meracik
obat dan merawat para tentara kita yang terluka nantinya?” Kini Die berbalik.
Kaoru
tertegun, tak pernah dia melihat wajah Die seperti itu. Ada wajah cemas di
sana, namun gurat kemarahannya juga terlihat. Kaoru menghela, ia bangkit dari
kursinya dan mendekatinya.
“Tapi
hanya Shinyalah penyihir yang mampu menyeimbangkan kekuatan sihir yang akan
kita hadapi.”
“Lalu
membuatnya menjadi tameng untuk pasukan kita? Mengorbankan dia sendiri dalam
peperangan mengerikan ini?!”
Kaoru
lagi-lagi diam. Die menghela kemudian, lalu duduk sambil memijit keningnya yang
terasa lebih berat. Kaoru menepuk bahunya.
“Aku tahu
itu…”
“Kau
tidak tahu, Kaoru.”
“Ya, aku
tahu. Tapi apakah ego ini akan terus memerangi rasa kemanusiaan kita sebagai
manusia yang menginginkan kebebasan dan kedamaian?”
Die tidak
menjawab, kepalanya semakin terasa berat. Kaoru meninggalkannya di sana agar
dia bisa berpikir lebih jernih.
Die
mungkin masih lebih beruntung daripada Kaoru. Jikalau benar Shinya harus turun
ke medan perang, mereka akan berperang melawan orang yang sama. Mereka satu tim
untuk memperjuangkan hal yang sama. Sementara Kaoru…?
‘…apa hanya dengan aku saja tidak cukup?!’
‘Aku sudah tidak bisa membantumu lagi sekarang.’
Kaoru
mengelap wajah basahnya dengan handuk kecil. Cermin besar di depannya
memantulkan wajahnya di sana.
Kaoru
akan melawan orang yang dia cintai.
****
“Hakuei?”
Pemuda
berparas tampan itu menoleh. Seulas senyum terlihat diwajahnya yang masih
menyiratkan kesedihan. Hakuei nampaknya masih bersedih atas kematian Hyde
kemarin.
“Apakah
kau sudah siap untuk berperang besok?” ia menoleh pada Shinya yang bergabung
dengannya di balkon utara istana kala itu.
“Ya..”
Shinya mengangguk pelan.
Hakuei
melihatnya sebentar, kemudian mengalihkan pandangannya ke langit senja yang
kekuningan.
“Sebenarnya
aku sudah muak dengan peperangan. Aku ingin bebas.” Ujar Hakuei. Senyum teduh
itu terlihat bersahaja. Di antara semuanya, mungkin hanya Hakuei yang memiliki
hati sederhana.
“Seperti
apa peperangan itu?”
“Aku
yakin kau tidak ingin tahu. Karena rasanya akan jauh lebih menyakitkan seperti
saat melihat temanmu mati.”
“Aku
pernah sekali melihat peperangan dalam hidupku. Sejak saat itu aku mengasingkan
diri ke gunung.”
“Jika aku
bisa, akupun ingin sepertimu. Walau terasing, tetapi aku tidak harus melihat
semua orang mengangkat senjata dan membunuh satu sama lain.”
“Iya, aku
tahu.”
Keduanya
diam. Angin senja bertiup sedang mengurai anak-anak rambut mereka.
“Kenapa
kau mengajukan diri untuk ikut berperang, Shinya?” Tanya Hakuei kemudian.
“Karena
kupikir ini sudah saatnya.”
“Huh?”
“Ini sama
seperti ramalan dari para penyihir putih dalam mimpiku.”
Shinya
hanya tersenyum melihat wajah bingung Hakuei.
****
Shinya
adalah penyihir terakhir yang masih hidup. Bangsa penyihir yang mampu
menandingi kuatnya sihir dari para penyihir hitam. Penyihir putih seperti
Shinya diibaratkan sebagai gadis suci yang mampu menyucikan kembali segala
sihir dan keburukan dari suatu penyakit. Itu sebabnya Shinya tidak mudah
terserang penyakit ataupun sihir kecil. Karena Shinya memiliki perisai yang tidak
terlihat yang hanya dimiliki oleh bangsanya.
Sebagai
bangsa penyihir ia bisa memanggil peri dan makhluk-makhluk yang tak pernah
orang lain ketahui sebelumnya. Tapi, karena keberadaannya yang seorang diri,
Shinya dengan mudah diserang oleh kumpulan para penyihir hitam. Oleh karena
itu, Shinya menghilangkan perisai pelindung yang ia miliki dan berperilaku
seperti bangsa manusia pada umumnya. Ia bahkan menyamar menjadi penyihir hitam
karena auranya sebagai penyihir tidak bisa benar-benar dihilangkan.
Saat kedua
orang tua Kyo menemukannya, Shinya yang masih bayi mengapung di anak sungai. Mereka
tahu bahwa Shinya bukanlah bangsa manusia. Mereka menemukan bayi Shinya tidur
di atas sebuah kelopak bunga seperti bunga matahari raksasa. Tubuhnya
dilindungi oleh daun-daun bunga segar yang menjaga suhu tubuhnya tetap hangat.
Saat mereka mengambilnya, kelopak bunga besar itu berubah menjadi sebuah
bayangan seorang pria berambut putih yang mengatakan tentang kejadian di masa
depan Shinya nantinya. Dengan kata lain, kehidupan Shinya sekarang telah ada
dalam sebuah ramalan. Walaupun Shinya bisa meramal juga, tapi dia tidak bisa
meramalkan tentang kehidupannya sendiri. Dari keluarga Kyolah Shinya mengetahui
tugas beratnya sejak lahir, yaitu tetap hidup untuk menidurkan kembali iblis yang
akan hidup dari pembangkitan sihir dan darah.
“Jadi
Shinya memang datang untuk itu?” Kaoru meremas kedua tangannya.
“Walaupun
aku tahu kekuatannya sangatlah besar, namun secara emosional Shinya hanyalah
seorang pemuda biasa. Ia memiliki emosi dan terkadang sihirnya tak terkontrol
karenanya. Maka dari itu…”
“Maka
dari itu kau tidak membiarkan Shinya dekat siapapun untuk menjauhkannya dari
segala kemungkinan.”
“Kemungkinan?”
“Jatuh
cinta, misalnya…”
Kyo
berdehem, “Ternyata kau jauh lebih pintar daripada apa yang kuduga.”
“Tapi
sepertinya ramalan itu agak meleset.” Kata Kaoru. Kyo mengerutkan keningnya,
tapi ia paham kata yang Kaoru maksudkan.
“Apapun
yang terjadi, aku harus melindungi dan mengawasinya hingga tugasnya selesai.”
****
Sore harinya,
pasukan perang yang dipimpin oleh Jenderal Die dan Kaoru telah pergi. Sesuai
dengan taktik yang sudah direncanakan, mereka akan membuat pasukan berlapis.
Untuk mengantisipasi serangan yang datang paska perang berakhir, mereka harus
menyisakan pasukan untuk tetap mempertahankan istana. Kali ini, Hakuei mendapat
tugas yang cukup berat karena harus memimpin pasukan di istana. Ksatria itu
nampak gentar, menunggu kabar dari kedua Jenderal utama tentang status
peperangan mereka.
“Ya,
Tuhan semoga kami menang.”
Sementara
itu, di ujung hutan terlarang, ratusan kuda berlari gagah menyongsong. Derap
langkah kaki mereka tidak berhenti menghantam tanah dengan niat dan kegigihan
dari setiap prajuritnya. Sebentar lagi mereka akan tiba di medan dimana tempat
pertarungan hidup dan mati dipertaruhkan.
Akhirnya
mereka sampai di tempat yang telah ditentukan. Jenderal Die memerintahkan
pasukannya berhenti. Namun dirinya dan semua pasukannya kelihatan sangat
bingung. Karena tak ada satupun prajurit lawan yang berdiri menghadang di sana.
Hanya ada sebuah kereta kuda yang perlahan muncul dengan ditarik dua ekor Orc
yang mengerikan. Kaoru menahan jeritan batinnya saat melihat orang yang ia
cintai muncul di kubu lawan untuk memeranginya. Hatinya mulai goyah.
“Mana
pasukanmu, Toshiya!” Die berteriak kesal.
Penyihir
berbaju serba hitam itu berdiri dari kursi keretanya dengan senyuman mengejek.
Tak ada yang ia lakukan kecuali menatap setiap prajurit yang berada di sebrang
matanya. Die mulai kesal.
“Hahaha!”
Toshiya tertawa. “Tentu aku tidak meremehkanmu, Jenderal. Karena itulah…”
Toshiya menoleh ke arah belakangnya. Dua orang prajurit sambil menunggang kuda
muncul. Wajahnya tak terlihat karena ditutupi oleh topi baja. Die dan Kaoru
waspada. Walau hanya dua orang itu yang ia munculkan, namun kekuatannya terasa
begitu kuat. “… mereka cukup untuk melawan kalian.”
“Ck!”
Hanya ada
beberapa menit sebelum akhirnya matahari tenggelam. Kaoru mencengkram erat tali
pelana kudanya saat Die menarik pedangnya dan berteriak.
“SERAAANG!!”
Dan
ratusan pasukan berkuda itu melaju dengan sangat cepat. Die kali ini tak akan
memberi ampun ataupun melepaskan penyihir yang satu itu. Toshiya harus mati!
Kubu
Toshiya yang hanya terdiri dari dua orang ksatria berbaju perang hitam itu juga
melaju dengan cepat. Gerakannya sangat lincah dan secara kasat mata, ada aura
yang mengitari mereka. Sehingga pada saat pasukan Die menyerang mereka, mereka
terpental begitu saja. Dua ksatria itu dengan cepat menyerang balik dan menghabisi
banyak sekali pasukan Die.
“Heeeeaaah!!”
Kaoru melaju.
Trang!
Pedang mereka
sempat beradu, Kaoru segera membalikan kudanya untuk menyerang kembali. Dan
gerakan yang sama terjadi. Kaoru dan ksatria kegelapan itu berduel.
Tak
bedanya dengan ksatria kegelapan yang satu lagi, namun yang ini lebih gila.
Setelah menghabisi puluhan prajurit, ksatria aneh itu menyongsong Die yang
berdiri di tengah medan peperangan. Ia bernafsu sekali untuk mengalahkan
Jenderal Die kala itu.
Trang!
Trang!
Sabetan
pedang berulang kali beradu keras. Namun nampaknya musuh Die lebih lincah,
selain menggunakan pedang, ia pandai menggunakan kakinya untuk mendepak pemuda
itu hingga terjatuh dari kudanya. Die terguling. Ksatria aneh itu menarik
kudanya dan hendak menginjaknya. Namun Die lebih cepat menghindar dan bangkit. Bahkan
Die membalasnya. Tanpa ampun Die menebas kaki kuda ksatria hitam itu hingga ia
juga jatuh ke tanah.
Saat
kedua Jenderal mereka sibuk berduel dengan dua ksatria yang disiapkan Toshiya.
Penyihir itu telah menyiapkan pasukan lain di belakangnya untuk menghancurkan
pasukan Die. Tak lama setelah mereka disibukan dengan dua ksatria hitam itu
ratusan Orc muncul. Monster-monster bertubuh besar dan tegak. Selain itu,
mahkluk-makhluk mengerikan lainpun muncul. Mereka berdatangan dengan senjata
seperti pasukan perang dan mulai menyerang pasukan Die. Dengan mudahnya,
pasukan Die banyak yang binasa karenanya.
Die
terkejut, karena lengah, ksatria itu berhasil mendepak tubuhnya lagi ke tanah.
Ia berlari, menginjaknya! Tapi lagi-lagi, Die berhasil menghindar walau nyaris
injakan kakinya mengenai tubuhnya. Lain dengan Kaoru yang seimbang dengan lawan
duelnya. Keduanya masing-masing belum kelihatan siapa yang lebih unggul.
Toshiya
kembali naik ke kereta kudanya. Ia memperhatikan dengan senyum sinis bagaimana
pasukan Jenderal Die banyak yang tewas. Saat Toshiya menarik aba-aba, seluruh
pasukan mengerikan yang mengiringinya datang berhamburan seperti kelereng yang
dijatuhkan. Mereka datang seperti banjir bandang yang menakutkan.
Kaoru dan
Die sama-sama terkejut dengan serangan balasan yang tak pernah mereka
perkirakan sebelumnya. Setengah dari pasukan mereka habis binasa. Tetapi untuk
membantu menyerangpun sulit, karena keduanya kini benar-benar sibuk dengan dua
ksatria hitam yang terus-menerus menyerang tanpa lelah.
Saat
keadaan semakin kritis, sesuatu muncul dari arah lain. Sesuatu beriak seperti
air mengembus dengan kekuatan yang besar. Kekuatan itu berhasil membuat para
monster itu terpelanting sementara para prajurit mereka tak menyadari itu. Die
yang tengah duel dengan ksatria hitam itu melihat munculnya Shinya dengan
menunggangi seekor srigala berbulu perak. Di belakangnya ikut segerombolan
srigala yang berlarian mengikuti Shinya dan Kyo yang berlari ke tengah medan
peperangan. Bukan hanya srigala, binatang-binatang hutan seperti gajah, singa,
leopard, harimau dan badak terlihat berhamburan. Itu terlihat seperti parade
binatang yang lepas dari habitatnya. Tetapi bukan itu saja, entah dari mana
asalnya banyak peri bermunculan. Bahkan jumlahnya sangat banyak, mungkin
ratusan.
Mereka
muncul dan melawan para monster seperti peperangan di era batu. Sekejap para
pasukan monster yang Toshiya pimpin banyak binasa. Itu membuat Toshiya terkejut
dan geram. Penyihir itu melompat dari kereta kudanya dan terbang ke arah Shinya
yang juga datang menyongsongnya. Mata Shinya menatap tajam kedatangan Toshiya
di atasnya, Kyo segera memutar arah saat Toshiya melancarkan serangannya.
Duarr!
Walaupun
tidak kena, akibat serangan itu Shinya dan Kyo hampir terpental dari tempat
itu.
Tap!
Toshiya
mendarat dengan anggun. Tetapi kemarahan jelas terlihat di wajahnya. Kini ia
memegang sebuah pedang dan berdiri angkuh di tengah medan peperangan. Saat itu,
beberapa srigala mencoba menyerangnya namun semuanya mati dengan sekali
tebasan. Shinya dan Kyo terkejut, tapi tak menyurutkan niat mereka untuk
melawan penyihir jahat tersebut. Shinya mencengkram erat bulu-bulu Kyo, saat
keduanya mengangguk paham dengan strategi selanjutnya, mereka segera berlari
dan membalas serangan tersebut. Dalam serangannya, Shinya mulai menggunakan
sihirnya yang sebenarnya.
Toshiya
tak berdiam diri saat lawannya mulai menyerang, di tangannya telah muncul
sebuah petir hitam yang siap ia lontarkan ke arah mereka. Dan saat Kyo
melompat, Shinya pun ikut melompat dan melancarkan serangan dari arah lain.
Toshiya tak memperkirakannya dan menyerang hanya pada satu arah. Sehingga
serangannya hanya mengenai Kyo dan Shinya berhasil menyerangnya dari arah lain.
Alhasil, tubuh Toshiya terpental cukup jauh dan jatuh menghantam tanah.
“Toshiya!”
Kaoru menggeram. Dengan cepat ia mendepak ksatria hitam dan berhasil membuatnya
terjerembab beberapa saat. Kaoru berlari. Die yang melihatnya menjadi aneh.
Tetapi dengan posisinya yang terjepit seperti sekarang ini tak memungkinkannya
untuk bergerak ke manapun. Makhluk ini seperti tak memiliki kelemahan dan rasa
lelah. Stamina Die saja sepertinya sudah hampir habis akibat diserang
bertubi-tubi dan menghindar. Namun, walaupun ia menyerang balik dan berhasil
memukul atau menjatuhkannya ke tanah, makhluk itu selalu bisa bangkit kembali.
Bahkan kini, Die terlalu sibuk karena kini dia bertahan saat mata pedang dari
makhluk itu berusaha memotong lehernya.
Toshiya
bangkit kembali. Dengan mudahnya dia berdiri tanpa merasakan sedikitpun luka
akibat serangan Shinya. Shinya waspada ketika penyihir itu berjalan ke arahnya.
Senyuman sinisnya masih menghias di wajah cantiknya. Lalu kekuatan lain muncul,
setitik awan hitam bergerak memutar seperti badai tepat di atas Toshiya.
Perlahan titik itu membesar dan semakin meluas, sehingga bulan menghilang dan
segalanya terlihat temaram dan mulai gelap. Petir-petir menyambar, bahkan beberapa di antaranya
sampai menyentuh bumi. Tubuh Toshiya perlahan terangkat ke udara, gumpalan awan
itu membentuk seperti asap hitam pekat berbalut listrik kemerahan yang
mengitari seluruh tubuhnya dari ujung kepala hingga kaki. Senyumnya pun pudar,
wajahnya memucat dan kedua bola matanya menghitam seluruhnya seperti gagak.
Tubuhnya seperti terbungkus dalam sebuah kepompong asap.
Pelan-pelan,
Toshiya seperti berubah. Kuku-kuku dari buku jarinya memanjang tajam. Kulit
putihnya perlahan ditumbuhi bulu-bulu halus berwarna legam. Rambut panjangnya
tergerai dan memanjang berkibar terterpa angin besar. Gemuruh dari langit dan
sambaran petir membuat Toshiya menjerit dan meringkuk kesakitan.
“Aaarrrgghh!!”
jeritannya melengking tajam. Membahana ke seluruh penjuru. Jeritan yang sangat
dahsyat bahkan mampu menggetarkan seluruh medan peperangan hingga tubuh mereka
melonjak seketika. Saat itulah kepompong asap yang menggeliat di tubuh Toshiya
perlahan memudar. Penyihir itu berubah menjadi makhluk setengah siluman. Dengan
bulu-bulu halus berwarna hitam pekat yang menutupi sekujur tubuhnya. Kaki yang
mirip dengan kaki binatang dengan kuku-kuku yang runcing, wajahnya pun tertutup
bulu halus dan ada dua pasang rulai di atas kepalanya. Kedua bola matanya hitam
bagai gagak.
Tubuhnya
yang berada di udara perlahan turun ke tanah, dan dia berdiri dengan seulas
senyum yang menghias di wajahnya. Ia melihat Shinya denga mata yang tajam.
Shinya sendiri mulai merasa gentar dengan perubahan drastis yang terjadi pada
Toshiya. Tentu saja itu bukan kekuatan sihir biasa yang mampu mengubahnya
hingga sampai seperti itu. Ada kekuatan gelap lain yang mengiringinya.
Sementara
itu, duel antara kedua Jenderal dan ksatria hitam masih terus berlangsung.
Masih belum diketahui siapa yang menang. Die kelihatannya sudah kewalahan
dengan berbagai serangan dan hentakan pedang bertubi-tubi yang menyerangnya.
Bahkan ia terluka di beberapa bagian tubuhnya. Keringatnya mengucur, desahan
nafas akibat rasa lelahnya terdengar keras. Staminanya sudah terkuras dan Die
masih belum mampu mengalahkan ksatria hitam ini. Tapi Die tidak menyerah begitu
saja.
“Heaa!!”
Lagi, serangan dari Die kembali dilancarkan. Pedang mereka beradu dan memekik.
Die menyerangnya membabi buta, diselingi dengan pukulan dan depakan kaki yang
memungkinkan untuk menjatuhkannya. Tetapi anehnya, ksatria hitam ini seperti
mampu membaca seluruh gerakannya. Bahkan untuk beberapa saat, Die merasa ada
kemiripan cara bertarung yang dipakainya. Ia seperti mencopy semua gerakan Die
dan mementalkan kembali serangan demi serangan yang ia keluarkan.
Bugh!
Die jatuh
lagi setelah sebuah tendangan mengenai perutnya. Darah muncrat dari mulutnya
saat ia terbatuk karena sakit. Darah mengalir ke tanah, kepala Die tertunduk
menahan rasa perih yang menyegat di perutnya. Badannya serasa remuk. Namun ia
tetap bertahan dengan pertarungannya. Die berusaha memikirkan strategi lain di
saat genting seperti ini. Namun dia tidak menyadari bahwa ksatria hitam itu mendekatinya
sambil menghunuskan pedangnya. Ia berniat hendak memenggal kepala Die saat itu.
Tetapi Die melihat langkah kakinya, tangannya yang memegang pedang semakin
mengerat. Lalu dengan sangat cepat, ia menarik pedangnya dan memotong kaki
ksatria hitam tersebut hingga ia terkapar ke tanah.
Bruuk!!
Die
bangkit dan menginjak ksatria tersebut. Ia melihat kakinya yang terpotong,
namun matanya membeliak besar saat kaki dari lawannya kembali utuh.
“Ap..apa?”
ia tidak percaya. Bagaimana bisa? Dan kelengahan itu membuat posisi terbalik,
ksatria hitam itu menarik kaki Die dan menjatuhkan ke tanah. Kini Die yang
terinjak. Ksatria hitam itu menarik pedangnya dan mengarahkannya kepada Die.
Mata Die membulat, antara rasa takut dan amarah yang bercampur menjadi satu. Ketika
ksatria hitam itu hendak menusukan pedangnya tepat ke wajahnya, sesuatu yang
bersinar lagi-lagi menyelamatkannya.
Ngiiing!!
Dash!!
Ksatria
hitam itu tiba-tiba terjerembab ke tanah. Die yang sadar kemudian bangkit.
Aneh. Tapi bukan ini bukan saatnya untuk memikirkan keanehan yang terjadi.
Karena dia harus cepat untuk menghabisi makhluk merepotkan ini. Die mengambil
pedangnya dan segera menancapkannya tepat di dada ksatria hitam itu.
“Mati
kau!!”
Jleb!
Die
memutar pedangnya hingga membuat luka yang parah di dada makhluk tersebut. Ia
menggelepar hingga akhirnya mati. Saat itulah Die menarik topi dari ksatria itu
dan membukanya. Dan betapa terkejutnya dia saat melihat sang ksatria ternyata
adalah dirinya sendiri. Die mundur teratur. Tubuh ksatria hitam itu pun berubah
menjadi asap, dari dalam baju zirahnya berhamburan ular-ular yang kemudian
kabur. Die tahu ini sihir. Kemudian ia langsung menginjak ular-ular itu hingga
hancur dan meludahinya. “Cih!”
Selesai
dengan pertarungannya, Die berjalan dan merampas sebuah kapak besar yang
menancap di tubuh salah satu prajuritnya dan berlari ke arah Kaoru. Dengan
sekali tebas, Die memenggal kepala ksatria hitam yang sedang berduel dengan
Kaoru hingga putus. Hal yang sama terjadi seperti ksatria yang tadi. Ksatria
itu berubah menjadi asap dan banyak ular keluar dari dalam baju zirah ksatria
itu.
Kaoru
menatap Die yang sedang menginjak ular-ular tersebut. Die membalas memandangnya
dengan bengis. Tanpa membantu Kaoru yang masih terduduk di tanah, Die telah
kembali mengambil senjata untuk menghabisi para monster yang masih tersisa.
Kaoru tak tinggal diam, ia pun melakukan hal yang sama.
Sementara
itu, Shinya masih berusaha bangkit dari rasa gentarnya melihat kekuatan besar
yang terlihat dari Toshiya. Toshiya kini bukanlah seorang penyihir, melainkan perpaduan
dari iblis yang masuk ke tubuhnya. Perubahan itu telah mengubahnya menjadi
makhluk kegelapan, walaupun sejak awal bertarung dengannya, Shinya sudah
merasakan hal itu. Tetapi kepekatan dari kegelapan itu sekarang semakin menusuk
dan mengerikan. Shinya harus berhati-hati.
Shinya
mulai menghimpun tenaga. Dari dalam tanah keluar sebuah mata air yang mengikuti
lurusnya jemari Shinya, air-air itu memancar dan semakin lama semakin besar.
Dari mata air tersebut, muncul tunas yang perlahan tumbuh dan membesar
mengikuti aliran air yang memancar dari dalam tanah. Angin dingin menyejukan
berkumpul di sekitarnya dan berputar menjadi topan kecil yang mengubah diri
mereka menjadi peri-peri yang mengitari Shinya. Akar pohon yang tumbuh dari
mata air tersebut berubah menjadi peri pohon yang bangun setelah dibangkitkan.
Air-air yang memancarpun berubah menjadi peri air. Shinya mampu membangunkan
peri dari semua unsur. Bahkan peri logam dari semua senjata yang telah terjatuh
ke tanah, mereka beterbangan dan berubah menjadi para peri yang ikut menghimpun
tenaga untuk Shinya.
Para
prajurit dan kedua Jenderal itu terdiam dan melihat bagaimana besarnya kekuatan
yang Shinya keluarkan. Ratusan peri muncul dan memutari tubuh rentannya dengan
aura bercahaya yang meneduhkan. Shinya benar-benar penyihir yang dilindungi
oleh cahaya.
Alis
Toshiya naik, senyumnya pudar. Melihat kekuatan penyihir putih terhimpun begitu
besar. Tetapi, penyihir itu tak gentar. Ia justru mulai melancarkan serangan ke
arah penyihir putih tersebut. Kekuatan Toshiya yang terhimpun dari petir dan
angin membuat sebuah gumpalan awan berlistrik yang menyerupai seekor naga besar
yang mampu menyemburkan petir. Naga besar itu menyerang Shinya yang dilindungi
oleh kumpulan peri yang kemudian balik menyerang naga hitam tersebut. Kedua
kekuatan itu menuju angkasa dan meledak di sana.
Duaaarrr!!
Angin
besar terpental begitu kuat dan membuat topan yang dahsyat. Semua pasukan dan
monster yang masih berperang terpental jauh hingga ke dalam hutan yang letaknya
cukup jauh. Bahkan saking besarnya kekuatan itu membuat Kaoru dan Die bergeser
dan hampir terbawa bersama angin. Tetapi mereka berhasil bertahan. Tetapi
keduanya sama sekali tak mampu mendekati area pertempuran antara Shinya dan
Toshiya yang seperti dilapisi sebuah kekuatan besar.
Kedua
penyihir itu menguarkan kekuatan yang tak bisa dijangkau oleh manusia biasa.
Terlalu kuat dan besar. Cahaya ledakan dari pertarungan keduanya membuat medan
perang itu semakin kacau balau. Kaoru memalingkan wajahnya karena tidak mampu
melihat dengan jelas di antara angin topan yang menerjang sekitar tempat itu.
Sementara Die berpegangan pada pedang yang ia tancapkan ke tanah. Dengan
kondisi antara gelap dan cahaya bercampur menjadi satu dalam debu, mereka tidak
bisa melihat dengan jelas kekuatan magis macam apa yang dikeluarkan keduanya.
Bahkan langit pun begitu gelap dan tak menyisakan cahaya kecuali dari kekuatan
peri Shinya yang sedang bertarung.
Dalam
pertarungannya dengan penyihir hitam, Shinya mampu merasakan energinya terkuras
dan mulai menipis. Peri-peri yang ia panggil tak cukup untuk menghentikan
kekuatan besar iblis yang Toshiya keluarkan. Toshiya tertawa melihat Shinya
yang sepertinya hampir kalah.
“Kau
menyerah?” tukasnya. Shinya menggigit bibirnya, penyihir hitam itu terus
mengoceh, “Menyerahpun percuma. Kau akan kubinasakan dan kubuat dunia ini
seluruhnya gelap tanpa cahaya. Sepertimu. Ahahahaha!!”
Serangan
selanjutnya, dari dalam tanah binatang buas mirip kelabang dengan kaki-kaki
mereka yang tajam menyembul dan menyongsong tubuh Shinya. Peri pohon di sekitarnya
membuat tameng kayu dari pepohonan keras untuk menahan laju serangan yang
dilancarkan. Mereka berusaha begitu kuat. Tetapi serangan itu seperti tidak ada
habisnya, karena selain serangan dari binatang-binatang bawah tanahnya, Toshiya
melemparkan bola-bola api yang pelan tapi pasti membakar pertahanan para peri
pohon yang terbakar.
“Kalian!”
Shinya tak tega melihat usaha keras para peri yang melindunginya. Sebagian
tubuh dari peri-peri pohon terbakar, walau suara mereka tak terdengar tetapi
jeritan pedihnya mampu menembus hati Shinya. Saat itulah peri air lain muncul
dan memadamkan kobaran api yang membakar tubuh para peri pohon. Para peri air
lebih gesit dalam menyerang, mereka menyongsong Toshiya bak tembakan dengan
kecepatan yang sangat cepat.
Duaar!!
Duaarr!!
Namun
bukan berarti Toshiya tak memiliki perisai. Karena serangan dari para peri air
itu buyar karenanya.
Crassh!!
Shinya
mendongak, para peri di langit berguguran satu demi satu. Kekuatan mereka tak
sebesar kekuatan naga hitam milik Toshiya. Akibatnya mereka semua hilang
melebur. Shinya panik. Toshiya tertawa atas kemenangannya.
“Mati
kau!” kini penyihir hitam itu mengeluarkan sebuah petir dari tangannya dan
menggunakan seperti pedang. Ia berlari dan bersiap menghancurkan perisai
terakhir milik Shinya.
“Hiyaaaa!!!”
“Masih
belum…!” Shinya bangkit. Toshiya terkejut melihat perubahan lain dari penyihir
itu. Ia mengerem kakinya dan berbalik saat kekuatan besar muncul dari tubuh
Shinya dan berubah menjadi naga putih yang keluar dan menerjang angkasa. Die
dan Kaoru bisa melihat dua ekor naga berbeda warna saling menyerang satu sama
lain. Saling melilit dan menyemburkan kekuatan yang begitu besar.
DUAAARRR!!!
Kaoru
melihat ledakan yang sangat besar dari dalam perisai pertarungan para penyihir
itu. Sebuah petir besar tiba-tiba menghantam tepat di tengah-tengah pertarungan
mereka. Seketika itu juga perisai peperangan mereka pecah dan menimbulkan
guncangan yang hebat hingga membuat keduanya terpelanting.
“Aaaarrrghh!!”
“Shinya!!”
Die bisa
melihat tubuh Shinya yang terpental. Pria itu menarik kakinya dari tempatnya
berpijak dan berlari menangkap tubuh penyihir tersebut dengan tubuhnya hingga
keduanya terjatuh dan terguling di atas tanah. Hasil dari guncangan itu membuat
tanah di medan perang itu retak dan membuat banyak lubang yang besar.
Asap
memuai ke udara paska ledakan itu. Semua yang ada di tempat itu seperti binasa
tak tersisa. Die sadar, ia bangkit namun menyadari bahwa Shinya tergolek di
sisinya.
“Shinya!
Shinya!” dia berusaha membangunkannya, tetapi Shinya tidak sadarkan diri.
“Shinya!! Shinya!!”
Die
terlalu panik dan tidak menyadari bahwa satu serangan telak akan membunuh
mereka. Sebuah pedang meluncur halus dan menusuk.
“Kkhh!!”
Darah
menetes ke tanah, semakin lama semakin banyak. Pedang itu berhasil menusuknya.
Dan suara kesakitan membuncah pelan dengan dalamnya luka yang ia derita.
“Aaakkhh…!”
Die mengerang.
Shinya
terbangun, dan terkejut. Melihat darah menetes tepat ke kakinya. Saat ia
melihat pedang Toshiya berhasil menusuk telapak tangan Die hingga menembusnya
dan membuat luka memanjang di atas lengan Die hingga ke bahunya. Toshiya
mencabut pedangnya, dan jeritan kesakitan Die membahana seketika.
“AAAARRGGH!”
Toshiya
terlalu cepat bergerak hingga Shinya tak sempat menyerangnya balik saat
penyihir hitam tersebut kembali menusukan pedangnya ke,
Trang!!
… tanah.
Kini
darah mengalir dari luka yang berbeda. Di lengan Toshiya menancap sebuah anak
panah. Shinya menoleh ke arah serangan itu datang. Kaoru berdiri dengan busur
panahnya.
“Kaoru...”
To be
continue…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar