EXODUS (Part 23)
Title : EXODUS
Author : Duele
Finishing : Januari 2014
Genre : Fantasy
Rating : PG15
Chapter(s) : 23/on
going
Fandom(s) : Dir
en Grey
Pairing(s) : Die
x Shinya, Kaoru x Toshiya
Note Author : Thanks for keep waiting! :)
*****
Wajah Kaoru memucat, tangannya yang baru melepas anak panah nampak
bergetar. Bibirnya gemetaran menahan rasa ragu dan ketakutan yang
menyelimutinya. Napasnya naik turun. Toshiya terdiam sejenak untuk menyadari
lukanya yang mengucurkan darah. Ia tidak menyadari bahwa Kaoru masih hidup dan
menyerangnya. Penyihir hitam itu menoleh perlahan. Kedua mata mereka beradu.
Toshiya menatapnya dingin, lalu perlahan melangkahkan kakinya. Kaoru mengambil
anak panah yang selanjutnya di belakang punggungnya. Menarik tali busurnya dan
mengarahkannya ke arah Toshiya. Suara tarikan dari tali busur yang ia tarik
menandakan sekuat apa ia mengeluarkan tenaga. Yang meragukan hanyalah, target
busurnya. Haruskah ia menembakan lagi anak panah ini pada Toshiya?
Die mengerang, darahnya mengucur sangat banyak. Shinya menarik tangannya
dan melihat luka yang ia derita. Sangat parah. Luka tusukan itu sampai menembus
telapak tangannya sehingga menimbulkan lubang dan luka menganga yang besar.
Saat Toshiya mencabut pedangnya tadi, juga menimbulkan luka iris yang hampir
memotong telapak tangannya di antara jari telunjuk dan jari tengahnya.
“Ggghh!” Die menahan rasa sakitnya sambil memegangi tangannya yang
terluka. Shinya segera merobek kain dari kerudungnya dan membalut lukanya
sementara. Keringat dingin mengucur dari dahi Die, wajahnya berangsur pucat. Ia
kehilangan banyak darah. Shinya mengambil kantung obat di sakunya dan memaksa
Die untuk menelan beberapa butir pil penambah darah yang ia siapkan.
Tapi walau
kondisinya parah, Die tidak bisa berdiam diri melihat Toshiya yang perlahan
mendekati Kaoru. Shinya bingung, karena Kaoru tak kunjung melepaskan anak
panahnya padahal Toshiya sudah semakin dekat.
“Kenapa dia tidak melepaskan anak panahnya?”
“Dia tidak bisa menembakan anak panah lagi,” jawab Die. Shinya semakin
bingung, “Dia tidak bisa melawan orang yang dia sukai.”
“Apa?” Shinya telat menyadari.
Die segera mengambil pedang di tanah dan berjalan menuju mereka. Jika
Kaoru memang tak mampu membunuhnya, ini sudah menjadi tugasnya untuk
melenyapkan Toshiya.
Sementara itu Toshiya semakin mendekat ke tempat Kaoru yang hanya diam
di tempat. Kaoru tak yakin bisa menembakan anak panah lagi sekarang. Tapi,
Syut!!
Tap!
Tertangkap!
Anak panah itu tertangkap dengan begitu mudahnya oleh Toshiya. Toshiya
membuang anak panah tersebut tanpa melewatkan pandangan matanya dari pria
tersebut. Kaoru menjadi berdebar-debar sekarang. Ia membuang busur panahnya dan
mengambil pedang yang tergolek di tanah. Toshiya menghentikan langkahnya. Ia
menatap Kaoru tanpa berkedip. Kemudian dia membungkukan badannya untuk mengambil
pedang yang tergeletak di bawah kakinya. Kaoru menyadari Die bergerak ke arah
mereka.
“Jenderal!” teriaknya. Die berhenti. “Ini pertarunganku. Biar aku yang
menanganinya.”
Die mematung di sana, Toshiya melirik ke belakangnya sebentar lalu kembali
menatap Kaoru yang telah bersiap dengan pedangnya. Sedetik kemudian Toshiya
datang berlari sambil membawa pedangnya. Shinya mencoba membantunya namun
ditahan oleh Die.
“Jangan merusak pertarungan Kaoru.”
“Tapi dia bisa terbunuh! Toshiya bisa menggunakan sihirnya untuk membunuhnya.
Kaoru bisa mati konyol!”
“Kaoru juga ksatria. Ada pertarungan yang harus ia lakukan seorang diri.
Apalagi ini memang pertarungannya. Jangan merusak harga dirinya sebagai ksatria
sekaligus Pangeran.”
****
“Hyaaaaattt!!!”
Trang! Trang! Trang!!
Kaoru mengelak dari serangan
bertubi-tubi yang Toshiya lancarkan. Penyihir itu seperti sangat
bernafsu untuk membunuhnya. Gerakannya sangat lincah dan cepat. Kaoru hampir
tidak bisa melihat semua gerakannya saat dia menyerangnya.
Bugh!
Kaoru jatuh. Pemuda itu
terbatuk-batuk karena pukulan yang mengenai bahunya. Melihat Kaoru yang
tersungkur, Toshiya segera melancarkan serangan yang berikutnya.
Trak!!
Untungnya Kaoru berhasil menghindar
dari serangan pedang yang mematikan itu. Ia segera bangkit dan mewaspadai
setiap gerakan Toshiya yang sulit terbaca. Toshiya seperti orang lain. Bahkan
ia tak bisa melihat diri Toshiya yang sesungguhnya.
“Hyaat!!”
Trang! Trang! Trang!!
Pedang mereka kembali beradu dan,
Bugh!!
Lagi-lagi Kaoru terkena pukulannya.
Kaoru terjatuh ke tanah lagi. Kali ini saat ia terbatuk, darah segar keluar
dari mulutnya bersamaan dengan ludahnya. Nafas Kaoru memburu dengan sangat
cepat. Entah karena kelelahan atau perasaan ngeri dalam dirinya. Kaoru tak bisa
membayangkan jadinya akan seperti ini.
“Hyaaa!!”
Toshiya menyerang lagi, dan hampir
mengenai kepala Kaoru saat pedang itu menancap tepat di sisi wajahnya. Toshiya
menariknya kembali dan menancapkannya kembali ke arah Kaoru tapi ia berhasil
mengelak. Kaoru bangkit lagi. Dia menjaga jarak dari wanita itu. Toshiya
berdiri.
“Apa yang kau lakukan? Kenapa tidak
menyerang?” katanya.
“Aku tidak bisa menyerangmu.”
“Huh…? Benar-benar mencari mati!”
Toshiya menyerang lagi, terus dan
terus begitu. Kaoru terjatuh, dan terjatuh. Beberapa kali, belasan kali bahkan
mungkin puluhan kali. Tetapi Kaoru sama sekali tak membalas serangannya. Dia
lebih memilih bertahan dan terus mengelak dari serangan Toshiya. Hingga
akhirnya penyihir itu kesal, karena ia rasa orang ini hanya membuang banyak
waktu.
“Dia akan menggunakan sihir!” Shinya
panik. Die mengerutkan keningnya. Jika benar maka Kaoru akan benar-benar
terbunuh.
Namun mereka tak menyadari bahwa di
belakang mereka kekuatan lain telah muncul. Dan saat Shinya mengetahui hal itu
nampaknya sedikit terlambat.
Bwoooosssh!!
“Aaarrgghh!!”
Kekuatan itu mendorong tubuh mereka
hingga terseret sangat jauh dari tempat mereka berdiri. Shinya dan Die
berguling tak beraturan dan membentur bebatuan.
Jduk!!
Punggung Shinya membentur batu besar
hingga membuatnya tak sadarkan diri. Melihat itu Kaoru menjadi lengah.
“Jenderal Die!! Shinya!!”
Wusshh!!
“Aaakkh!!”
Hal yang sama mengenai Kaoru. Saat
kekuatan angin itu mendorong tubuhnya hingga terseret jauh dan membentur batang
pohon di hutan. Toshiya mendekatinya. Kaoru kesakitan. Toshiya berdiri di
depannya. Kaoru sepertinya sekarat. Dengan ujung kakinya, dia mengangkat wajah
Kaoru yang terluka. Wajah sayu Kaoru menatapnya lekat.
“Kenapa kau tak mau melawanku?”
“Aku…tak mau…”
Toshiya geram. Ia menarik tubuh
Kaoru dan mengangkatnya ke udara dengan mudah lalu membantingnya ke batang
pohon lainnya.
“Ukh!!”
Kaoru terjatuh ke tanah dengan luka
lebih serius akibat benturan. Toshiya mendekatinya lagi, “Kenapa kau tak mau
melawanku?!!” suara lebih keras.
“A..ku…hh tak…m..au..”
“Ck!”
Toshiya terus melakukan hal yang
sama; menarik tubuh Kaoru lalu membantingnya ke manapun hingga pemuda itu
benar-benar sekarat.
“Kenapa kau tidak mau melawanku!!!”
****
Di tempat lain, Die berhasil bangkit
dari rasa sakit yang di deritanya paska serangan tadi. Ia melihat kemunculan
seorang wanita berwajah anggun berrambut hitam legam dengan busana yang mirip
dengan para penyihir hitam. Senyumnya terlihat begitu menakutkan. Seketika
emosi Die kembali memuncak. Wajah itu benar-benar membekas di ingatannya.
“Ursula…hh…”
Dengan sisa tenaganya Die meraih
pedang yang tak jauh darinya, lalu ia bangkit dengan susah payah. Akhirnya, ia
menemukan sosok Ursula yang selama ini dicarinya. Inilah kesempatannya untuk
membalas dendam atas kehancuran kerajaan dan negerinya.
Melihat bangkitnya Die dari serangan
tadi, cukup membuat Ursula terpana. Namun, dia cepat mengulas senyumnya kembali
dan menyapa sang Jenderal.
“Kau ternyata lebih kuat dari apa
yang aku bayangkan.”
“Berisik!!” Die menggeram. “Aku
tidak akan mati sebelum aku memenggal kepalamu dan membawanya ke kerajaanku!!”
“Oooh, begitu?”
Die menggenggam pedangnya kuat-kuat.
“Akan kubunuh kau!!”
Emosi yang memuncak membuat Die
menjadi lebih kuat untuk berlari menyongsong Ursula yang masih mematung di
sana. Tetapi ketika ia semakin dekat, Ursula melayangkan sihirnya sehingga
mementalkan tubuh Die jauh darinya.
Gabruuk!!
“Uhukk!! Uhukks!! Ukh!!” Nafas Die
memburu. Rasa sakitnya tidak dapat ia elakan. Sangat sakit. Badannya terasa
remuk saat itu. Tubuhnya seperti mati rasa akibat banyaknya luka yang ia
derita. Darah segar mengalir terus dari luka di tangannya. Die sepertinya akan
mati sekarang. Namun ia melihat sosok Ursula kini berdiri tepat di depan
wajahnya. Bahkan pipi Die menyentuh ujung sepatunya.
“Belum saatnya kau mati.” Katanya.
“Keparat kau…!”
Senyuman mengerikan Ursula kembali
muncul. “Aku akan membiarkanmu hidup lebih lama.”
“Bunuh saja aku!!” jeritnya.
“Hoo, lalu kalau kau mati… siapa
yang akan menyelamatkannya?” telunjuk Ursula menunjuk tubuh Shinya masih
tergolek. Tak jauh dari tubuhnya, dari tanah muncul tangan beberapa tangan
mengerikan yang kemudian keluar beberapa monster pengerat yang biasa memangsa
manusia.
Mata Die membulat, “SHINYAA!!!”
Ursula tertawa, tubuhnya perlahan
mundur teratur dan kemudian menghilang di balik portal hitam kegelapan.
“Shinya!! Bangun!!”
Die memaksakan tubuhnya bangkit
secepat mungkin dan merampas pedang di tanah. Ia melemparkan pedangnya saat
monster pengerat itu menapaki tubuh Shinya.
Craasshh!!
Satu dari monster pengerat itu
terkena lemparan pedangnya dan jatuh. Shinya yang saat itu merasa ada suatu
merayap di badannya akhirnya terbangun dan terkejut.
“Akkhh!!”
Die berlari secepat mungkin dan
berhasil menarik pemuda itu dari sana.
“Bangun!!” katanya cepat. Shinya
segera bangkit dan mengikuti Die yang berlarian dari sana. Sementara dua
monster pengerat itu mengejarnya. Die membutuhkan kuda, karena monster pengerat
itu berlari sangat cepat. Namun dengan kondisi peperangan mematikan seperti
ini, tak ada satupun makhluk hidup di sana. Hanya berlarilah satu-satunya jalan
mereka untuk bertahan hidup.
****
Gabruk!!
Kaoru sekarat. Tubuhnya penuh luka
memar dan berdarah dari sekujur tubuhnya. Entah yang ke berapa kalinya dia
dibanting dan dibenturkan secara kejam oleh Toshiya. Tetapi pemuda itu tetap
tak mau melawannya.
“Kenapa…? Kenapa kau tidak mau
melawanku…”
Bahkan rasanya Kaoru sudah tidak
punya tenaga untuk menjawab satu pertanyaan Toshiya yang terus ia ulang. Kenapa
ia tidak mau melawan Toshiya? Kaoru hanya tak mau melawan orang yang ia cintai.
Itu saja.
Toshiya terpaku melihat tubuh Kaoru
yang tak bergerak. Ia masih tidak paham mengapa lawannya begitu bodoh dan tidak
mau melawannya. Apakah dia terlalu meremehkannya? Kurang ajar! Baru kali ini
ada bangsa manusia sepertinya yang merendahkan kekuatannya. Toshiya benar-benar
membencinya.
Maka, dia menarik tubuh Kaoru yang
lemah tak berdaya, membalikan tubuhnya hingga ia bisa melihat parahnya kondisi
lukanya. Toshiya tersenyum sinis. Tapi saat ia berpikir bahwa Kaoru sudah mati,
pria itu malah kembali membuka matanya.
“To..shiya…”
Toshiya, yang tadinya hendak
mengakhiri pertarungan membosankan ini dengan cara membunuhnya dengan pedang
petirnya mendadak terdiam. Telinganya mendengar suara Kaoru.
“Toshiya…”
Toshiya membatu.
“Toshiya…” Kaoru berkata, tetapi
sangat pelan. Bahkan mungkin tak terdengar, namun Toshiya mampu mendengarnya.
“…maafkan aku, Toshiya…”
Petir di tangan Toshiya menghilang.
Walau ia tidak menurunkan posisi tangannya seperti tadi. Namun kekuatannya
jelas melemah. Auranya perlahan menghilang.
“Toshiya…”
Kedua mata Toshiya kembali seperti
sedia kala. Bulu-bulu hitam di sekujur tubuhnya perlahan menghilang bergantikan
dengan warna kulitnya yang bersih. Kedua tangan Toshiya bergetar, bibirnya
menjadi kelu. Ia ingin melawan perasaan itu, beberapa kali matanya kembali
menghitam dan tubuhnya kembali menjadi setengah siluman. Namun, seperti ada
rasa lain yang bergejolak di kepalanya sehingga Toshiya kembali menjadi dirinya
yang sesungguhnya.
“…Kaoru.” Bibirnya mengucapkan nama
itu. “Kaoru…?! Kaoru!!” ia panik melihat kondisi Kaoru yang mengenaskan di
bawah kakinya. Penyihir itu mengambil tubuh Kaoru dan berusaha membangunkannya.
“Kaoru! Sadarlah!! Kaoru!!” panggilnya berulang kali.
Mata Kaoru kembali terbuka, ia
melihat Toshiya di depan wajahnya. Kaoru tersenyum, “Toshiya…”
“…Kaoru.” Toshiya tersenyum
kepadanya, walau dengan jentik airmata mengalir di pipinya kini. Wanita itu
memeluk pria itu dengan gembira. Ia senang bahwa Kaoru masih bertahan hidup.
Walaupun ia menyadari apa yang terjadi padanya pastilah karenanya. Tetapi
sesungguhnya, Toshiya telah disihir sehingga apapun yang ia lakukan ia tak bisa
mengontrolnya.
“Ah…” Toshiya teringat sesuatu.
“Toshiya?”
Wajah Toshiya memucat. Lalu panik,
“Cepat pergi dari sini. Dan temukan penyihir itu, jangan sampai ia diketemukan
oleh Ursula dan… aaakkkhh…”
“Toshiya?!”
Toshiya berusaha tersenyum walaupun
rasa sakit mulai menyegat di dadanya. Kaoru menjadi khawatir melihatnya.
“Toshiya, kau kenapa?”
“Aku tidak bisa bersamamu.”
“Apa yang kau katakan?! Kau akan
pulang bersamaku!”
Toshiya menggeleng kencang. “Pergi!”
“Aku tidak akan meninggalkanmu untuk
kedua kalinya!”
Toshiya terenyuh, airmatanya
mengalir. Tapi itu semua sudah terlambat. Toshiya sudah tidak mungkin bersama
dengan Kaoru.
Tiba-tiba…
Syut!!
Toshiya sadar ada yang menyerang
mereka, ia dengan cepat menangkis serangan itu dengan sihirnya. Tetapi hal
fatal terjadi, ia mulai menjerit kesakitan. Kaoru bingung dan panik.
“Toshiya!! Toshiya!!”
Tetapi Toshiya hanya bisa menjerit,
ia merasakan sakit yang luar biasa. Hingga kemudian, Kaoru menyadari bahwa ada
sesuatu di dada Toshiya yang bergerak. Benda itu bergerak membentuk seperti
tangan dan mengambil sesuatu di dalam tubuhnya. Mata Kaoru membeliak hebat.
“TOSHIYA!!!”
Darah segar keluar dari mulut
Toshiya yang menganga, wajahnya berubah pucat dan matanya seolah sedang
menghadapi maut.
“TIDAAK!! Toshiya!!! Toshiya!!”
Kaoru mengambil tubuhnya dan memeluknya. Saat ia memegang punggungnya, Kaoru sadar ada darah mengucur dari sana.
Tangan Kaoru gemetaran, matanya melihat lubang besar di punggungnya. Ada
gumpalan daging yang keluar dari luka itu. Air mata Kaoru mengalir. Toshiya
memegangi pundak Kaoru.
“Pergilah...” Bisiknya. Kaoru tidak
bisa berkata apapun saat itu. Airmatanya terus mengalir. “Ursula mengambil
jantungku, dan menyihirku… dan…jika aku…kembali menjadi diriku… jantungku…akan
hancur…”
“Kkhh…” Kaoru benar-benar syok
parah.
“Ka..Kaoru…” Toshiya memegangi wajah
pria itu. “…ukh… maafkan…aku...” Airmata menetes di ujung matanya sesaat
sebelum kemudian tangan dingin di wajah Kaoru melesat jatuh dari pipinya. Mata
Toshiya tertutup perlahan.
“…Toshiya?” Hening. “Toshiya…
jangan…” Kaoru memeluk tubuhnya dan memegangi wajahnya yang kotor karena darah.
“Toshiya…!” Dia berusaha membangunkannya, “…Toshiya!!!” tapi Toshiya tak
kunjung membuka matanya. Napas Kaoru terasa tercekat. Ia memeluknya, lalu membenamkan
wajahnya ke wajah Toshiya dan menangisinya.
“Hhkkss…kkhhs… Shh…iy..aa…hhkkss…”
Kini, Kaoru benar-benar kehilangan
orang yang ia cintai.
Lagi.
****
“Lari!!”
Die dan Shinya masih terus berlari
dari kejaran monster-monster pengerat yang mengejar mereka hingga ke dalam
hutan. Die tak bisa melawannya karena luka dan jumlah mereka yang semakin lama
semakin banyak. Mereka berlari hingga akhirnya tersudut di tepian jurang. Die
mendecak, Shinya terkejut melihat jurang curam yang ada di depan mereka. Mau
tak mau mereka harus melawan mereka sekarang.
Saat Die berbalik, gerombolan
monster-monster itu telah mengepung mereka. Die dan Shinya sudah tidak bisa
berlari ke manapun. Mereka terpojok dan benar-benar berada dalam keadaan yang
sangat genting. Die memegang pedangnya dan memasang tampang gahar ke arah
mereka. Tetapi monster-mosnter itu sepertinya tahu seberapa parah luka Die dari
aroma darah yang menguar dari luka di tangannya sehingga para monster itu tetap
maju mendekati mereka. Die kesulitan, mungkin jika hanya seekor monster
pengerat, Die masih bisa mengalahkannya. Tetapi mereka berjumlah banyak. Bisa
dihitung ada delapan monster pengerat yang sekarang tengah mengepung mereka.
Shinya bersiap menggunakan sihirnya,
Die bersiap menyerang. Die menghentakan kakinya saat seorang monster pengerat
datang menyerang mereka.
“Heaaa!!”
Shinya menggunakan sihirnya untuk
memanggil peri hutan untuk membantu mereka. Maka bermunculanlah para peri kecil
yang datang membantu dan menyerang para monster itu. Tetapi dari delapan
monster yang ada, ada satu monster yang tak disibukan oleh Die ataupun para
peri sehingga ia dengan leluasa menyerang Shinya.
Shinya terkejut, Die waspada menarik
Shinya ke dekatnya sehingga mereka terhentak bersamaan dan tak mampu mengontrol
laju kaki mereka hingga terpeleset dan jatuh ke jurang.
“Aaaaaaaaaaaaaaa!!!”
Die menarik tubuh Shinya sementara
daya gravitasi bumi seolah melahap mereka. Sialnya, walaupun sudah jatuh
monster pengerat itu ikut menjatuhkan diri bersama mereka. Die yang geram
akhirnya melawan monster itu di udara walaupun posisinya benar-benar tak
memungkinkan. Nasib mujur memihak pada Die saat ia berhasil membunuh monster
pengerat itu dengan menusuknya dan mendepaknya jauh dari tubuh mereka. Tapi
berselang beberapa saat setelah nasib mujur, nasib naas menanti saat tubuh
keduanya membentur air sungai yang deras.
BYUUURR!!!
“Akkhh!!”
Die dan Shinya terpisah karena
derasnya aliran sungai. Shinya beberapa kali tenggelam tak mampu mengungguli
derasnya sungai. Sementara tubuh Die dibawa berputar-putar oleh aliran sungai yang
menyeret tubuh mereka lebih jauh.
“Shinya!!”
Die melihat tangan Shinya di atas
air, tetapi tak melihat ujung kepalanya. Shinya benar-benar tenggelam. Die
berusaha berenang, namun derasnya aliran sungai dan parahnya luka di sekujur
tubuhnya membuatnya sangat lemas. Hingga Die pun akhirnya termakan oleh
derasnya sungai tersebut. Air banyak yang masuk melalui hidung dan mulutnya.
Perutnya benar-benar terasa penuh. Lebih dari itu, ia tidak bisa bernafas
sekarang. Tubuh Die melemas dan akhirnya mulai tak sadar.
****
Hakuei turun dari kudanya dengan
ekpresi terkejut. Pria itu benar-benar kaget melihat banyaknya korban di sana.
Mayat-mayat prajurit dan monster banyak bergelimpangan di bawah kakinya.
Hakuei terjun datang setelah mendengar
ledakan dahsyat yang berhasil membuat gempa di istana. Getaran itu sangat hebat
dan membuatnya tidak tahan untuk berdiam diri di istana. Akhirnya ia memutuskan
untuk memeriksa kondisi peperangan. Namun alangkah terkejutnya ia dengan apa
yang ia lihat sekarang ini.
Tuk!
Tiba-tiba Hakuei berhenti. Ujung
sepatunya menabrak sebuah topi kebesaran. Ia membungkuk untuk mengambil topi
perak berlapis emas itu dan seketika pikirannya mulai dirambati perasaan takut.
“Jenderal Dieee!!!” Hakuei
memanggil-manggil. “Jenderal Kaoruu!!”
Hakuei merasa putus asa. Tak ada
satupun makhluk hidup tersisa di tempat itu. Rasanya ia ingin sekali menangis.
Ia tidak tahu apakah perang ini benar-benar usai dengan berhasilnya mereka
membinasakan Ursula atau tidak? Sementara orang yang ia harapkan kembali justru
menghilang tanpa jejak. Ataukah tewas? Ataukah masih hidup? Hakuei benar-benar
merasa bingung dan takut.
“Jenderal Dieee!! Jenderal
Kaoruuu!!”
Ia memanggil lagi, tapi tak ada
jawaban. Ia benar-benar putus asa sekarang. Akhirnya, ia memutuskan untuk
kembali ke istana. Tetapi saat Hakuei hendak menaiki kudanya, matanya menangkap
sesosok manusia berjalan dari dalam hutan. Hakuei menajamkan penglihatannya dan
kemudian memacu kudanya untuk segera bergerak ke arah hutan. Sampai di sana,
Hakuei segera melompat turun dari kudanya dan mendatangi sosok yang ia kenal.
“Jenderal Kaoru!!” pekiknya lega.
Tapi Kaoru tidak seperti
kelihatannya. Ia muncul sambil menggendong tubuh seorang wanita dalam
dekapannya. Wanita yang Hakuei kenali, itu Toshiya.
“Pangeran Kaoru…”
Bruuk!!
Hakuei panik ketika Kaoru jatuh ke
tanah. Pria itu sekarat.
“Pangeran Kaoru!!”
To be continue…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar