expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Follow me

17 April 2013

EXODUS (Part 12)

Title : EXODUS
Author : Duele
Finishing : Februari-April 2013
Genre : Fantasy
Rating : PG15
Chapter(s) : 12/on going
Fandom(s) : Dir en Grey
Pairing(s) : DiexShinya
Note Author : Thanks for keep reading this story J

 
 

*****

  

Mereka semua berjalan perlahan-lahan menyusuri hutan. Mereka sudah tidak bisa kembali ke istana karena Lexus sudah menitah prajurit istana untuk menangkap mereka jika diketemukan dengan tuduhan menculik sang Pangeran.

 
“Ke hutan pun bukan pilihan yang tepat.” Tutur Kyo.

“Kan tadi kau sendiri yang bilang aman.” Cibir Die. “Lagipula, aku masih penasaran dengan pemuda misterius itu. Aku yakin dia pasti tahu sesuatu mengenai makhluk-makhluk menyeramkan semalam. Apa mungkin dia yang menyebabkan Pangeran Hyde jadi begini?” Die melirik pada pria kecil yang kini sedang digendong oleh Hakuei, ia tak sadarkan diri sejak semalam.

“Sepertinya hutan ini banyak menyimpan misteri.” Sahut Kyo.

“Kukira kau tahu segalanya.” Sindir Die.

“Cih!”

 

Jenderal tersenyum mengejek ke arah lain, hingga tak sadar dia melihat Shinya yang berjalan dengan tubuh gemetaran. Die melirik pada Kaoru yang masih berjalan tak jauh darinya.

 

“Ini masih belum terlalu siang. Sejak semalam kan kita semua bertarung, bagaimana kalau kita beristirahat dulu sebentar.” Tukas Die kemudian.

“Bagus! Bagus! Istirahat dulu. Pinggangku serasa mau patah menggendongnya.” Seru Hakuei senang. “Walaupun tak berat, menggendongnya selama lima jam lumayan juga.”

 

Kaoru hanya tersenyum kemudian membantunya menurunkan Pangeran Hyde yang masih tertidur. Mereka semua mencari tempat ternyaman yang bisa dijadikan tempat beristirahat. Hanya Shinya yang sepertinya masih ingin berjalan-jalan.

 

“Aku akan mencari air.” Katanya.

 

“Hati-hati!”

 

Tanpa sepengetahuan yang lainnya, Die diam-diam mengikuti Shinya yang berjalan mencari air. Tetapi di tengah jalan, pemuda itu duduk kelelahan. Die masih bersembunyi di balik pohon di belakangnya saat dia melihat Shinya mengangkat gaunnya dan memperlihat kedua kakinya yang terluka. Shinya memijit kedua kakinya yang masih bengkak di kedua lutut kakinya. Luka itu ia dapat karena terjatuh semalam. Mungkin semalam Kaoru dan Pangeran Hyde tak menyadari bahwa Shinya jatuh dan mendarat di ujung bebatuan di tanah saat mereka hendak menyusul Jenderal Die.

 

“Kakimu kenapa?”

 

Shinya terkejut sewaktu Die muncul. Pria itu mengesampingkan pedangnya dan berjongkok melihat luka di kedua lutut Shinya sebelum Shinya menyembunyikannya.

 

“Kau jatuh, ya? Kenapa tidak diobati? Membiarkan lukamu semakin parah begini. Ck!” Die mencari-cari sesuatu untuk membersikan luka Shinya yang sudah setengah mengering. Tetapi ia tidak mendapatkan apapun kecuali kain dari baju zirahnya sendiri. “Ayo, bangun. Kita harus cari air dulu untuk membersihkan lukamu.”

 

Maka keduanya mencari air. Beruntungnya tak jauh dari sana mereka menemukan anak sungai kecil dengan air yang cukup jernih. Shinya duduk di pinggiran sungai sambil membersihkan lukanya. Kemudian Die muncul dengan seuntai kain yang entah darimana dia dapatkan. Ia berjongkok di depan Shinya saat itu.

 

“Sini biar kubalut lukamu.” Ujar Die.

“A-aku bisa sendiri.”

“Jangan sombong,” tolak Die, “kau pikir karena kau tabib kalau kau terluka bisa kau obati sendiri? Kau kan bukan dewa.”

 

Die merobek sedikit kain dari baju jirahnya untuk membalut luka Shinya yang sudah ia bersihkan. Shinya hanya termangu dibuatnya. Terkadang, pemuda ini begitu baik, tetapi cara bicaranya sangatlah kasar. Sadar sejak tadi diperhatikan Shinya, Die menjadi gugup.

 

“Kenapa?” tanyanya, agak kaku.

“Mmm…tidak ada apa-apa.”

“Kau bisa berjalan? Mau kubantu untuk berjalan.” tawarnya.

“Aku bisa sendiri.”

 

Die beranjak, Shinya mengikuti. Tetapi kali ini perkataannya sedikit meleset saat kakinya terasa semakin perih. Untung saja Die segera memeganginya sebelum Shinya oleng dan jatuh ke air.

 

“Kurasa kau butuh bantuan.”

 

Shinya membisu saat Die merangkul bahunya dan memapahnya berjalan. Ia mungkin tak melihat semburat yang membercak di kedua pipi Shinya.

 

 

*****

 

 

Hari sudah mulai gelap dan perasaan was-was pun mulai menghantui mereka. Perjalanan yang lambat membuat mereka kesulitan untuk segera keluar dari hutan. Tapi anehnya seharian berjalanpun mereka tak kunjung menemukan ‘pintu’ keluar dari hutan ini.

 

“Eh..? Sepertinya tadi kita sudah melewati tempat ini…?” Hakuei mendekati pepohonan yang agak sedikit aneh. Mendengar itu, Kaoru agak sedikit panik. Ia segera mengecek sekitar tempat itu.

“Mungkin kau salah lihat, semua pepohonan di tempat ini sama semua, kan?” Die menengahi.

 

Tetapi muka Kaoru berangsur pucat. “Sepertinya…. Kita memang hanya berputar-putar di sini.” Ujarnya berbalik lalu memperlihatkan sebatang kayu runcing ke arah mereka. “Aku tadi meninggalkan kayu ini di tempat kita berjalan tadi karena kupikir kita memang berputar-putar saja sejak tadi. Tapi aku tak yakin,” wajahnya menjelaskan kebingungannya.

 

“Jadi kita hanya berputar-putar?” Die melihat ke arah mereka semua. “Kalau memang kita hanya berputar-putar sejak tadi, seharusnya di dekat sini ada sebuah gua kecil kan?” ingat Die.

“Yang itu maksudmu?” Kyo mengarahkan sebelah kakinya ke arah gua yang dimaksud.

 

 

Setelah menyalakan api, mereka mulai meregangkan otot-otot tegang mereka untuk sekadar beristirahat. Namun itu tak membuat mereka menurunkan kewaspadaannya. Karena mereka kuatir jika makhluk-makhluk mengerikan itu muncul dan menyerang lagi. Jenderal Die, Kaoru maupun Hakuei tetap sigap dengan pedang di pinggang mereka.

 

“Bagaimana dengan lukamu?”

 

Shinya terdiam sejenak ketika Die tiba-tiba berjongkok di depannya dan menanyakan keadaannya.

 

“Kurasa sudah mulai baik.”

“Masih sakit?”

“Umm…” ia bergeleng.

 

Tak sadar Kyo memperhatikannya dengan mata yang tak senang. Die yang melihatnya membalasnya dengan mata sengit. Sengaja untuk angkuh. Kyo melengos dengan muka sebal. Pertarungan sengit antara Jenderal Die dan Kyo bisa saja menjadi agenda yang panjang sebelum akhirnya Kaoru memanggil Jenderal Die dengan nada yang panik.

 

“Jenderal!”

 

Die menoleh.

 

“Ada yang tak beres dengan Hakuei!”

 

Die segera beranjak mendekati Kaoru. Shinya, Kyo dan Pangeran Hyde pun demikian. Mereka mengerubungi Hakuei yang kelihatan kesakitan.

 

“Haku! Kau kenapa?” tanya Die sedikit panik.

 

Hakuei tersenyum dengan nafas yang tersengal, keringatnya mengucur banyak. “Aku tidak ap- AAAAHH!!” ia mengerang kesakitan sambil memegangi bahunya yang terluka.

 

“Gawat!” Die segera membantunya melepaskan baju zirahnya dan merobek kain pakaiannya pada bahunya yang terluka. Mereka semua terkejut karena luka Hakuei terlihat parah. “Ini bekas luka cakar tadi!”

 

Muka Hakuei semakin pucat dan melemah.

 

“Siapa yang menyerang kalian?” tanya Kaoru panik.

“Iblis! Iblis setengah binatang jadi-jadian yang berbentuk kelelawar penghisap darah. Jumlah mereka banyak sekali.”

“Jangan-jangan kulit mereka beracun dan Hakuei terkena racunnya karena telah berhasil dilukai.” Ujar Kaoru.

“Biar kulihat!” Shinya menyongsong, Die dan Kaoru memberikan ruang.

 

Shinya mengecek suhu tubuh Hakuei yang tinggi. Kulitnya yang semakin pucat dan keringat dingin yang tak henti-hentinya mengucur. Lebih dari itu, luka cakar di bahunya berangsur berubah menjadi luka yang sangat mengerikan.

 

“Aku butuh air!”

 

Tanpa diminta, Kaoru segera beringsut dari sana dan mengambil kantung airnya. Sesaat sebelum dia pergi keluar, Die memanggilnya.

 

“Jangan pergi sendiri!”

 

Kaoru berbalik sejenak, tetapi dia tak mengindahkan perkataan Jenderal Die dan berlari keluar gua. Kyo berlari mengikutinya. “Akan kuurus yang satu itu…!”

 

Die kembali pada Hakuei, “Bagaimana dia?”

 

“Aku butuh kain kering yang bersih. Apakah kita masih punya persediaan pakaian?” tanya Shinya.

“Kurasa ada. Sebentar,” Die berlari ke arah tas bawaan mereka dan mengeluarkan seluruh isinya untuk mencari pakaian yang tersisa. “Ini!”

“Sepertinya dia memang keracunan,” sahut Pangeran Hyde. Die meliriknya, namun kembali fokus pada prajuritnya tersebut.

“Aku haus…” dengan nafas yang setengah tercekat, Hakuei mengeluarkan suara. Die segera berlari mengambil kantung air mereka yang masih tersisa. “Minumlah!”

 

Dibantu oleh Shinya, ia meminumkan sisa air itu padanya hingga ia terbatuk.

 

“Uhuk!! Uhhuk!!”

 

Shinya membaringkannya, Die membantunya untuk menyediakan tempat berbaring. Shinya berlari mencari sesuatu di dalam tasnya, sementara Die kini membantu Hakuei untuk menyamankan pembaringannya.

 

“Tanganku seperti mati rasa, Jenderal…” kata Hakuei lirih.

“Shinya!!” Die berteriak panik, Shinya segera datang setelah mengambil sekantung obat yang telah ia siapkan.

“Mana airnya?” Shinya panik.

 

Tak berapa setelah itu Kaoru dan Kyo muncul dengan membawa beberapa kantung air.

 

“Cepat!”

“Kita harus merebus obat ini. Cepat panaskan air!” kata Shinya cepat.

 

Die dan Kaoru sibuk untuk menyiapkan rebusan air. Hyde membantunya untuk mengumpulkan sisa-sisa ranting di sekitarnya. Shinya memeras kain bersih untuk membersihkan luka Hakuei yang kelihatan semakin memburuk. Ia tercenung saat mendapati beberapa ekor belatung bergerak di tangannya.

 

“Hnn!!” Shinya berjingit ngeri. Die tanggap dengan cepat.

“Ap-apa…” saat Hakuei hendak menoleh pada lukanya, Die segera menutup wajahnya dengan kain.

“Jangan lihat!” tukas Die.

“Jenderal…”

“Semuanya akan baik-baik saja!” ujar Die tegas. Namun wajahnya tak pelak menyembunyikan kekhawatiran besar. Ia menatap Shinya sambil mengangguk kecil. Dengan dibantu oleh Die, Shinya meneruskan membersihkan lukanya. Di ujung sana Kaoru mengepal dengan perasaan yang campur aduk.

 

Shinya beringsut ke perapian dan merebus obatnya. Dengan sangat terampil dan cepat, ia segera menaruh rebusan obat tersebut pada mangkuk kayu dan memberikannya pada Die untuk ia tiup agar dingin sementara ia mulai menumbuk obat.

 

“Aku butuh akar cendana untuk membuat baluran lukanya…” Shinya berkata sedikit frustasi.

 

Kaoru dan Die saling melirik. Kaoru mengambil pedangnya, namun Die mencegahnya lebih dulu.

 

“Biar aku yang pergi.” Katanya.

 

 

 

****

 

 

Dengan sebuah obor kecil di tangannya, Die datang menyusuri hutan gelap tersebut. Hutan ini jauh lebih gelap daripada hutan-hutan yang sudah ia sambangi sebelumnya. Bahkan, cahaya bulan tak mampu menembus gelap dan rimbunnya pepohonan di sekitar sini.

 

Dengan kewaspadaan yang tinggi, Die melihat sekelilingnya dengan sigap untuk mencari pohon cendana. Namun, sudah berjalan cukup jauh dari gua hingga saat inipun pemuda itu tak menemukan pohon yang ia maksud.

 

“Apa karena terlalu gelap makanya aku tidak mengenali mana pohon cendana?” gumamnya sambil melihat ke arah langit. “Benar-benar gelap.”

 

Sssshhh!!

 

Tiba-tiba saja sapuan angin dingin menusuk tulang mengusiknya dan mematikan obor milik Jenderal Die. Saat itulah dia sadar ada seseorang di sekitarnya.

 

“Iblis…”

 

Die merapatkan dirinya ke dekat pohon besar di belakangnya. Pelan-pelan dia keluarkan pedangnya dan memasang kuda-kuda. Namun kegelapan ini membuatnya sedikit gugup. Terus terang dia sedikit takut. Suasana saat itu benar-benar sepi dan angin terus berhembus dengan pelan. Jenderal Die menajamkan telinganya. Ia mencoba untuk tenang dan fokus hingga akhirnya ia memejamkan matanya sejenak.

 

 

“Hakuei! Hakuei!!” Kaoru panik ketika Hakuei tak bergerak. Shinya segera mendatanginya dan mengecek detak nadi di tangannya.

“Tidak dia masih hidup,”

“Tapi dia tidak bernafas!” Kaoru yang telah mengecek hembusan di hidungnya masih panik.

“Dia bernafas, tapi sangat lemah.” Shinya menenangkan. “Sepertinya racun itu mulai menyebar ke organ dalamnya.”

 

Kaoru kelihatan semakin pucat.

 

“Aku harus mencari Jenderal Die! Ini sudah terlalu lama!” tandasnya kemudian. Namun sesaat dia hendak berlari keluar, Kaoru menyadari sesuatu. “Eh… di mana Pangeran Hyde…?”

 

Mereka semua terdiam.

 

 

Set!

 

Mata Die terbuka lebar, kakinya berlari kencang menuju ke depan dan menebas sesuatu di depannya.

 

Crasssh!!!

 

Akibat tebasannya sebuah sapuan angin kencang berhembus kemudian dan lalu tenang. Die kembali memejamkan matanya. Ia mampu mendengar sesuatu dengan lebih baik sekarang. Saat itu yang ia dengar adalah suara tetesan air yang menetes begitu pelan.

 

“Aku tahu, pedangku sudah melukaimu… keluarlah.” Katanya tenang.

 

Dari balik kegelapan yang pekat, terdengar bunyi suara langkah kaki yang kemudian menampakan dirinya tak jauh dari tempat Jenderal Die berdiri. Camui berdiri di sana dengan luka tebas di tangan kanannya.

 

“Kau bukan orang sembarangan ternyata,”

“Huh.”

“Kupikir kau sama saja dengan yang lain,”

“Jangan menganggapku remeh.” Die tersenyum sinis.

“Tapi… manusia, tetap saja manusia kan..?!”

 

Camui berlari menyerang, Jenderal Die berusaha menghindar. Sesaat setelah serangan pertama, ia kehilangan jejak makhluk penghisap darah itu dan agak sedikit panik. Selang beberapa detik setelah itu serangan kedua muncul dari atas dan meluka pelipisnya.

 

Trang!

 

Pedang Die terlempar dan ia jatuh terpelanting beberapa langkah dari tempatnya berdiri. Camui berdiri di atas ranting pohon besar dan mulai menunjukan taringnya. Die segera bangkit dan merambat pedangnya di tanah ketika Camui menyerangnya untuk ke sekian kalinya.

 

Duk!

 

Die terbanting lagi ke tanah dengan perut membentur lebih dulu. Nafasnya mulai tersengal. Dan konsentrasinya sudah pecah. Ia tak berhasil menemukan sosok Camui kecuali suaranya yang menggema.

 

“Sehebat apapun prajurit yang datang kemari, semuanya hanya mengantarkan nyawanya untukku.”

 

Die mulai panik. Ia tak bisa menemukan pedangnya dengan keadaan gelap seperti ini.

 

“Pasrahkan saja dirimu padaku, hihihi…”

“Jangan berharap kau bisa memakanku!” Die berteriak.

“Haha, kalimat klasik.”

 

Die merangkak, tetapi dia sangat terkejut karena ujung jarinya mengenai sesuatu yang aneh. Saat ia mendongak ke atas, Camui sudah berdiri di sana dan mencabik tubuhnya ke udara.

 

“AAAAAAAAAARRRGGGHHH!!”

 

 

“Pangeran Die!” Kaoru tersadar dari bingungnya setelah Pangeran Hyde menghilang karena mendengar gema jeritan pria tersebut. Shinya dan Kyo juga mulai panik.

“Tetap di sini!!” titahnya saat Shinya hendak menerobos keluar. “Kau urus Hakuei!”

 

Shinya seolah terpaku di tempatnya dan kembali pada Hakuei yang sekarat saat itu. Namun perasaannya benar-benar campur aduk saat itu. Ia mulai ketakutan.

 

 

Gabruk!!

 

Die merasakan sakit yang teramat sangat ketika tubuhnya kembali jatuh ke tanah. Namun bukan hanya dirinya saja yang terluka saat itu, karena Camui pun terpelanting dan jatuh tersungkur setelah seseorang menyerang mereka. Die yang masih sadar berusaha melihat siapa orang yang sudah menghalangi Camui untuk membunuhnya.

 

“Pangeran Hyde!”

 

Pangeran itu berdiri di tengah-tengah hutan seperti tak terjadi apapun. Namun melihat kuku-kuku jarinya yang memanjang, ia tahu Pangeran Hyde sedang dalam siklus perubahannya yang terjadi setiap malam.

 

“Kau…”

“Akhirnya kita bertemu lagi,” Hyde berujar, “…Camui.”

 

Camui seperti belum sadar sepenuhnya saat melihat Pangeran Hyde di sana. Dan sesaat kemudian, ia merasakan hantaman bertubi pada tubuh depan dan belakangnya yang menabrak semak dan ranting-ranting pohon saat Pangeran Hyde menyerangnya. Die terkejut saat melihat gerakan super cepat yang dilancarkan oleh Pangeran Hyde. Matanya tak kuasa melihat gerakan apa yang dia buat untuk menghajar iblis bernama Camui itu.

 

Keterkejutan Die tak berhenti sampai di situ saat tubuh Camui jatuh tepat di depan matanya.

 

Gabruk!!!

 

Saking kerasnya bunyi suara jatuhnya makhluk tersebut, Jenderal Die sampai bisa merasakan angin kecil memoles anak-anak rambutnya karena gaya gravitasi itu. Dan ia semakin terkejut saat dari atasnya, Hyde melancarkan serangan yang sayangnya meleset karena Camui terlebih dulu bangkit dan menghindar.

 

Tendangan Hyde yang berhasil meremukan bumi terantuk sesaat, ia menoleh cepat ke arah Camui yang menghindar dan berteriak marah.

 

“Kubunuh kau!” dan secepat kilat, dia sudah melancarkan jurusnya yang tak berbayang. Die mengambil kesempatan itu untuk beranjak mengambil pedangnya dan mencoba membantu Pangeran Hyde.

 

Tapi baru saja dia mendapatkan pedangnya, suara dentuman hebat hampir saja membuatnya tuli.

 

Jdaar!!

 

Kali ini posisi mereka berubah, dengan Pangeran Hyde yang terluka saat ini. Mata telanjangnya melihat bagaimana Camui mencekik dan membantingnya ke pohon besar hingga Pangeran Hyde terkulai tak berdaya.

 

“Setengah vampire tak lebih hebat dariku!” katanya bengis.

 

Camui berjalan dengan cepat menghampiri tubuh Hyde yang sudah tak berdaya di tanah dan menginjaknya. Die yang kesal melihatnya membuatnya tak berpikir panjang dan segera melancarkan serangannya. Sayangnya, Camui lebih cepat darinya dan berbalik menghajarnya hingga tubuhnya kembali jatuh ke tanah.

 

“Nah, bagaimana kalau aku menghisap darahmu dulu sebelum akhirnya aku binasakan setengah vampire itu!” Camui mengambil tubuh Die yang sudah lunglai dan meremat kerah baju zirahnya sambil mengangkatnya ke udara. Bukan itu saja, saat tangan lainnya meremat leher Jenderal Die, tangan lainnya mengeluarkan buku jarinya dan menusuk dada Pangeran Die hingga ia menjerit kesakitan.

 

Sluurpp…!

 

Camui merasakan setiap tetep darah segar pemuda itu yang tertinggal di buku jarinya. Rasa hausnya untuk minum darah sudah tidak bisa ia bending.

 

“Nng!!” tapi Jenderal Die tak mau mati konyol. Ia sangat marah dengan iblis yang satu ini. Ia menggeram dan mengerahkan seluruh tenaganya untuk melepaskan diri darinya. Namun sayang, hal itu sia-sia. Camui pun tertawa mengejeknya.

“Kau tidak bisa lepas sekarang,”

“Aku… tidak akan mati!!!”

 

Mata Die membulat besar dengan aura kemarahan yang begitu besar. Entah darimana datangnya, kini angin kencang berhembus mengelilinginya. Camui terkejut saat sebuah sinar muncul dari balik dada Jenderal Die. Sinar itu teramat terang dan berkilau hingga membuat tangan Camui yang sedang merematnya perlahan terbakar.

 

“Aakhh!!”

 

Ia melepaskan Die yang hampir jatuh tersungkur. Jenderal Die yang melihat ada sesuatu yang aneh padanya kemudian jatuh terduduk dengan wajah yang sulit digambarkan. Camui memegangi tangannya yang meleleh perlahan, ia menatap bengis pada Die yang menatapnya bingung.

 

“Kau…!” Camui menajamkan matanya. Ia melihat pemuda itu dengan wajah yang aneh. Bagaimana mungkin dia memiliki kekuatan sehebat itu? “Apa yang kau sembunyikan… siapa kau sebetulnya?”

 

Die tak mampu menjawabnya, ia pun bingung dengan apa yang barusan terjadi. Itu tak pernah terjadi sebelumnya selama hidupnya. Camui yang merasa sudah kalah kemudian melompat naik ke dahan pohon besar dan menghilang dengan angin.

 

“Jenderal Diee!!!”

 

Die tersadar saat melihat Kyo muncul lebih dulu dari kegelapan disusul dengan Kaoru yang terengah. Pemuda itu segera membantunya berdiri.

 

“Apa yang terjadi? Kau tidak apa-apa?”

“Ya…ya…”

“Aku melihat ada sinar dari arah sini, apa itu?” tanya Kaoru.

“Aku tidak tahu,”

“Hey, Pangeran cebol itu di sini.” Panggil Kyo.

“Dia sudah membantuku, bantu dia, Kaoru.”

“Baik.”

 

 

Shinya menoleh ke arah mulut gua saat suara berisik itu datang dari sana. Wajah-wajah yang dia kenal akhirnya kembali lagi ke tempat itu. Meskipun di antara mereka terluka.

 

“Aku tidak apa-apa, kau obati saja dulu Hakuei. Selamatkan dia!” ujar Die serius.

 

Shinya menerima potongan akar cendana dari tangan Die lalu mengangguk kecil. Ia berusaha sebisanya untuk menyelamatkan Hakuei dan mengobati mereka kemudian. Shinya sudah tak mau banyak berpikir banyak kecuali untuk menyembuhkan mereka semua.

 

Semuanya, termasuk Die.

 

 

*****

 

 

Kicauan burung pagi itu membangunkan mereka semua. Jenderal Die memaksakan membuka matanya yang pedih karena hanya tidur beberapa jam. Ia sadar bahwa lukanya sudah diobati. Ia mengamati sekitarnya dan melihat Shinya yang masih menunggui Hakuei. Lukanya sudah ia perban dan kelihatannya sudah mulai membaik. Shinya sendiri terlihat kacau dan kuyu. Ia sepertinya tidak tidur semalaman karena sibuk mengurusi Hakuei dan mereka. Die mendekatinya tanpa bersuara.

 

“Bagaimana keadaannya?”

 

Shinya menoleh sedikit terkejut, sepertinya dia tidak menyadari bahwa Die telah berada di situ.

 

“Racunnya sudah ternetralisir. Tetapi mungkin butuh waktu untuk membuatnya sembuh seperti sedia kala.” Jawabnya dengan suara hampir tak terdengar.

“Kau sepertinya kacau sekali…” Die tersenyum lucu.

 

Shinya membalas senyum dengan senyum tipis yang menghiasi wajahnya yang pucat. Die memperhatikannya dengan penuh minat.

 

“Terima kasih sudah menyelamatkan prajuritku,” katanya. “Hanya Hakuei yang bisa aku andalkan.”

“Sebetulnya yang menyelamatkannya adalah kau. Kalau kau terlambat membawa obatnya, mungkin dia sudah tidak bisa diselamatkan.”

“Begitu…”

“Hm..”

“Aku pikir aku harus memberimu hadiah karena sudah menyelamatkan prajurit terbaikku.”

 

Shinya menoleh penasaran. Die terdiam sejenak, wajahnya jadi aneh. Shinya menatapnya dengan wajah yang datar, ia masih menebak apa yang akan dia berikan. Ia tidak memperkirakan dengan hal yang kemudian terjadi saat Die mendekatkan wajahnya ke wajahnya dan bibir mereka bertemu. Shinya mematung tak bergerak selama beberapa detik.

 

Die menatapnya dengan mata beningnya. Shinya tak mampu mencerna apa yang barusan terjadi. Die mengacuhkannya dan mulai sibuk memeriksa Hakuei sementara Shinya masih dibiarkannya mematung tak bergerak.

 

 

 

 

 

 

Continue…

2 komentar:

  1. ganjeeeen! eyang daidai udah berani cium2an XD

    ini mulai keliatan specialnya eyang daidai ya pah, hoho. bukan pangeran biasa~
    *lanjut ke episod berikutnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. ganjen-ganjen, tapi kamu pun syuka kaaan? hahaha.

      iya, eyang putra bukanlah pangeran biasa melainkan pangeran yg tertukar *EH

      Hapus