Author : Duele
Terandou Mori
Periode : April
2011
Genre : Horror,
Darkness, Thrill
Rating : NC17
Chapter(s) : 4/5
Fandom(s) : Dir
en Grey
Pairing(s) :
DiexShinya
~*~
“DIE!”
Shinya segera
berlari menghampiri Die yang tidur tertelungkup dengan kedua tangan dan kakinya
yang terikat. Di susul dengan Kaoru yang segera melepaskan semua ikatannya
dibadannya.
“Die!” Panggil
Shinya.
“Lepaskan aku!”
Die memberontak.
“Kami sudah
melepaskanmu, tenanglah!”
“Pergi dariku!!
Pergi dariku!!! Jangan menyakitiku!” Die histeris.
“Tidak ada siapa
pun yang menyakitikumu, Die!” Shinya mengguncang tubuh Die hingga pria itu
menatapnya dengan matanya yang membelalak. “Sh- Shinya…”
“Iya, ini aku.”
“Kh…hh…” Die
seraya memeluknya, mendekapnya begitu erat dan menangis. “Dia mau membunuhku. Dia
mau membalas dendam padaku. Kh..” tutur Die dalam isaknya.
“Siapa yang mau
membunuhmu?” Kaoru bertanya. Shinya menoleh padanya. Dalam dekapannya Die masih
terisak kecil dengan tubuh bergetar, namun dia menjawab, “Dr. Camui...”
~*~
Die dibawa
kembali ke ruang rawat pasien. Di sana akhirnya Die mau menceritakan peristiwa
yang selama ini menganggunya. Mulai dari mimpi buruk hingga kenyataan yang Die
tutupi selama ini.
Sejak kecil, Die
sudah tidak memiliki orang tua. Masa kecilnya kurang menyenangkan tidak seperti
kebanyakan anak-anak seumurnya yang lain. Ketika Die berumur delapan tahun,
sang Paman yang selama itu memberikan tempat tinggal padanya memasukan Die ke
rumah sakit jiwa anak-anak karena Die sempat menyerang salah satu pelanggan
ditokonya. Walau Die bukan seorang anak yang gila, namun karena rencana licik
dari sang Paman yang tidak menyukai Die sejak awal akhirnya dia berhasil
menjebloskan Die ke rumah sakit jiwa anak-anak McCandle.
Setahun berlalu
hingga Die menginjak umur 9 tahun, masa-masa aneh mulai terjadi di rumah sakit
tersebut. Sejak Dokter kepala meninggal dan digantikan oleh Dr. Camui sebagai
penggantinya, kegiatan rumah sakit berubah drastis. Pengobatan yang keras dan
disiplin yang otoriter membuat semua penghuni rumah sakit yang di huni oleh
anak-anak di bawah umur pun mulai gelisah. Tak jarang sesuatu yang aneh
terjadi. Hingga beberapa pasien anak-anak dikabarkan hilang setelah masuk ke
dalam ruang isolasi. Ada yang mengatakan bahwa mereka mati karena mal praktek
yang dilakukan oleh Dokter tua tersebut. Namun pihak rumah sakit selalu
mengatakan bahwa, anak-anak tersebut telah kembali kerumahnya karena telah
pulih dari penyakit kejiwaan mereka.
Suatu hari, Die
beserta teman-temannya yang lain mencoba masuk ke ruangan isolasi McCandle. Mereka
terkejut tatkala melihat ruangan itu ternyata jauh dari bayangan tempat
pengobatan. Rantai besi, kerangkeng, bahkan sanitarium dengan ranjang yang
dipenuhi darah-darah kering. Apa benar teman-temannya yang telah masuk kedalam
ruang isolasi ini telah sembuh? Rumah sakit jiwa anak-anak McCandle ternyata
menyimpan banyak rahasia kebusukan. Semua anak-anak yang mengalami penyakit
jiwa mereka bunuh satu persatu untuk mengambil organ dalamnya dan di jual di
pasar gelap.
Naas bagi Die
dan teman-temannya yang saat itu diketahui oleh Dr. Camui dan perawatnya yang
lain. Satu persatu dari mereka di seret paksa dan mulai dianiaya. Die yang saat
itu hampir saja di bunuh ketika Dr. Camui hendak mengambil kedua matanya justru
menyerangnya lebih dulu. Tangan kecil Die berhasil menggapai sebuah pisau bedah
dan menancapkannya terlebih dulu pada mata Dr. Camui.
Namun bukan
hanya Die, ternyata anak-anak penghuni rumah sakit ini pun mulai memberontak
dan membalas perlakuan mereka. Seperti yang gila mereka bergiliran menusuk dan
menyiksa para perawat tak terkecuali Dr. Camui. Mereka membunuh dan mengarak
mayat mereka seperti kelompok bar-bar. Die yang saat itu terluka tidak tahu apa
yang terjadi dengan Dr. Camui karena mayatnya telah disembunyikan oleh
anak-anak yang lain. Bahkan mereka pun membakar rumah sakit McCandle. Membakar
tempat yang selama ini mengurung dan menyiksa mereka dengan Dr. Camui yang
hangus di dalamnya.
“Maafkan aku,
Shin…” Die menatap Shinya hanya bisa terenyuh mendengar cerita Die yang
benar-benar diluar dugaan. “Bukan salahmu, Die.” Shinya mengambil Die dan
kembali mendekapnya. “Maafkan aku…,” isaknya.
“Tapi sekarang
dia kembali!! Dia sudah melihatku datang ke tempat itu! Dia akan membunuhku dan
membalas dendam kematiannya, Shin! Dia akan membunuhku!” Tiba-tiba Die pun
panik.
“Tidak. Dia
sudah mati, Die. Dia tidak akan membunuh siapa pun.” Shinya berusaha
menenangkan.
“Tidak, Shin.
Dia tidak mati. Dia tidak bisa mati. Dia sudah melukai, Toshiya,” Die
ketakutan. “Dokter itu yang membuat Toshiya jatuh dari rumah kita.”
Shinya terkejut,
begitu pula dengan Kaoru yang sedari tadi hanya diam.
“Dia selalu
mengikutiku kemana pun aku pergi. Dia mau membunuhku, karena aku yang
membunuhnya.” Die mulai meracau, ketakutan itu terlihat jelas dimatanya. Shinya
hanya bisa menenangkannya dalam dekap. Namun tak urung Shinya menjadi ikut
takut dan cemas sambil menatap Kaoru yang mengangguk mengerti.
~*~
Die tertidur
setelah Kaoru menyuntikan obat penenang padanya. Shinya hanya bisa menatap
wajah Die yang lesu dengan perasaan iba.
“Sepertinya
halusinasi-nya membawanya seolah kembali ke masa lalunya.” Kaoru berujar.
Namun Shinya
menanggapinya berbeda, “Aku pikir itu bukan halusinasi-nya semata,” jawabnya.
Shinya menoleh pada Kaoru, “Mungkin benar apa yang Die katakan, Dr. Camui
memang masih ada.”
“Apa sekarang
kau sudah percaya tentang ‘Dokter’ itu?”
“Aku akan lebih
mempercayai Die sekarang walau ini terdengar gila.” Shinya berbalik, kembali
menatap Die dengan wajah serius.
Sementara Kaoru
akhirnya pamit meninggalkan Shinya di sana. Memberikan ijin khusus untuk Shinya
agar pemuda itu tetap bisa berada di sisi Die.
~*~
Siang hari itu
Shinya, Kaoru dan Kyo yang datang karena mendengar cerita dari kedua orang itu
–Shinya&Kaoru, menyambangi bangkai rumah sakit jiwa McCandle yang
disebut-sebut Die sebagai rumah sakit neraka.
Dari sanalah
kegilaan Die berasal. Maka dari itu ketiga pria itu memutuskan untuk melihat
–bahkan ingin mencari keberadaan kepala rumah sakit McCandle tersebut.
Seperti yang
bisa dibayangkan sebelumnya. Bangunan itu memang memiliki tempat-tempat yang
menyeramkan dan kumuh. Usang dan lapuk. Kotoran dan sampah-sampah yang
berserakan disana membuat tempat itu semakin tak nyaman dan tak layak.
Gambar-gambar graffity yang yang diukir oleh para seniman berandal -yang
mungkin pernah singgah- pun turut membuat dinding-dinding rumah sakit tua itu
semakin kotor.
Simbol-simbol
aneh, angka-angka yang mengatasnamakan iblis, tulisan-tulisan yang bernada
seram, semakin membuatnya terlihat angker. Namun itu semua tidak terlalu
berarti ketika Shinya dan yang lainnya masuk kedalam bangunan tersebut. Mereka
tak jarang tercenung, bahkan terhenyak tatkala melihat isi bangunan yang
benar-benar menyedihkan.
“Aku akan
kesana.” Kyo memisahkan diri, Shinya dan Kaoru masih bersama.
“Kyo, jangan
gegabah.” Shinya mencegah.
“Ayolah, Shin.
Hantu tidak akan muncul siang hari kan?” Sindirnya, lalu tergelak lalu
menghilang.
Yah, sejak
Shinya menceritakan tentang keganjilan yang terjadi pada Die dan kecurigaannya
tentang hantu Dr. Camui. Kyo yang tak percaya terus saja mengejeknya. Namun
pemuda itu tetap mau ikut serta ketika Shinya berkeinginan untuk memeriksa
tempat ini. Kyo beralasan bahwa dia hanya ingin membuktikan bahwa hantu yang
Shinya curigai tidak pernah ada sebelumnya. Kyo terlampau sesumbar mengenai ketidakpercayaannya
kepada sang hantu.
“Aku mau mencari
sesuatu, kau mau ikut?” Ujar Kaoru. Shinya menoleh.
Shinya mengikuti
Kaoru dibelakangnya. Dengan langkah yang hati-hati keduanya naik ke lantai dua
dari gedung yang telah lapuk tersebut. Sementara Kyo masih melihat-lihat isi
bangunan tersebut. Berjalan seorang diri terpisah dari dua rekannya yang lain.
Kyo berjalan ke
ruang lain. Sama seperti tempat yang lainnya, ruangan yang tengah ia singgahi
pun begitu kumuh lembab dan berbau tak enak. “Ugh!” hingga dia pun harus
menutup hidung. Hidungnya yang memang sensitive terhadap bau-bau yang menyengat
serasa menangkap bau busuk. “Bau apa ini?” Kyo mencoba mendekati lorong-lorong
yang kumal dengan percikan air kotor yang mengalir dari saluran air di atasnya.
Mungkin air yang mengalir ini adalah sisa-sisa dari air hujan yang mengendap
dalam saluran terbuka di atap.
Kyo menyalakan
senternya, lalu berjalan kembali menyusuri lorong tersebut. Di sisi kanannya
nampak jendela-jendela usang yang berhiaskan sarang laba-laba meneranginya,
namun karena kotoran dan lumut yang menahun pada sekat-sekat kayunya, lorong
itu pun bisa dikatakan temaram. Lorong itu lurus, jauh membawa mata Kyo yang
menatapnya untuk bisa melihat ujung dari akhir lorong tersebut. Di ujung sana
kegelapan sudah menghias perhentian dari ujung tempat ini.
Kyo terdiam.
Pria itu hanya bisa melihat ujung kegelapan itu dengan kedua matanya. Aneh,
dengan cuaca seterik ini ruangan macam apa yang bisa membuat tempat segelap
itu? –pikirnya. Kyo mencoba mengarahkan senternya ke ujung ruangan tersebut.
Namun ternyata matanya masih tak mampu melihat bayang dari ujung lorong
tersebut. Kyo mencoba berjalan mendekat, namun tak dielakan kini jantungnya
bertabuh semakin kencang. Akan dia lanjutkan pengamatannya atau cukup sampai
disini. Menyadari akan rasa takutnya yang perlahan seolah mengejeknya pun Kyo
mulai nekat.
Dengan langkah
pelan tapi pasti Kyo mendatangi ujung lorong tersebut. Namun, Kyo tak menyadari
di belakangnya kini berdiri seorang pria berjas putih berdiri menatapnya dengan
sengit. Kyo masih mencoba menyinari ujung lorong dihadapannya, sementara
tangannya yang lain memegangi dinding-dinding ruangan berpintu tersebut. Dan
ketika angin berhembus, Kyo tersentak!
“Hh!!” Spontan
dia menoleh kebelakangnya dan melihat sekitarnya. Kosong!
Kyo termangu
disana. Sempat tersirat dibenaknya Kyo merasakan adanya kehadiran seseorang.
Tapi ternyata sekitarnya kosong tak berpenghuni. Sialnya, kini rasa penasaran
Kyo berubah menjadi rasa takut yang mulai menghantuinya. Benarkah rumah sakit
jiwa anak-anak ini berhantu?
“Ck!” Dengan
cepat Kyo hengkang dari sana meninggalkan rasa penasaraannya. Tak berani
menoleh pada ujung lorong gelap tersebut walau kini nampak beberapa tangan
manusia menghinggapi tangan. Meronta.
~*~
Shinya dan Kaoru
sampai di sebuah ruangan yang masih terlihat rapih namun tetap debu dan
lebatnya sarang binatang berkaki enam itu mengotori sekitarnya.
“Puh!” Kaoru
meniup debu di atas berkas-berkas yang telah ia dapatkan. Disisi lain Shinya
pun nampak menemukan beberapa kertas-kertas yang mencurigakan.
“Lihat! Ini
daftar anak-anak yang pernah di rawat di rumah sakit ini.” Kaoru menemukan
sesuatu yang bagus. Shinya menghampirinya dan segera mengambil alih. “Coba kau
cari nama Daisuke!” titah Kaoru.
Dengan hanya
dibantu senter kecilnya, Kaoru dan Shinya mencoba mencari tahu kebenaran
tentang keberadaan Die semasa kecil serta kegiatan terlarang yang sempat
dilakukan.oleh para perawat dan Dokter di rumah sakit ini. Dan benar saja, nama
Die ternyata terpampang di sana sebagai pasien penghuni kamar 304.
“Biar data-data
ini aku yang membawanya.” Kaoru mengepaki berkas-berkas usang tersebut.
“Hey! Kalian di
sini?!” Kyo tiba-tiba saja muncul mengejutkan mereka.
“Kyo, kau darimana
saja?” Tanya Shinya.
“Sudah, tidak
perlu bertanya. Sudah kalian dapatkan apa yang kalian cari?”
~*~
Tengah malam itu
Shinya dikejutkan oleh suara teleponnya yang terus berdering. Dengan malas
Shinya menjawabnya.
“Moshi-”
“Shinya!”
Shinya tersadar.
“Die?!” Pekiknya.
“Shinya! Tolong
aku! Shinya!!! Dia kembali!!! Shinya! Jangan tinggalkan aku!! Shinyaa!!!” Die
histeris membabi buta.
“Die! Kau
dimana? Die? Jawab aku!” Shinya bangkit segera dari tempat tidurnya menuju
pintu depan, berlari secepat mungkin seraya menyambar kunci mobilnya.
“Shinya! Dia
datang lagi, dia-” suara Die terputus, matanya membelalak saat melihat sosok
berjas putih itu muncul di pinggir lorong rumah sakit. Di sampingnya berdiri
seorang pemuda dengan darah yang mengucur dari dadanya.
“AAAAAAAAAAA~~~~~~!!!!!”
Ngiiing!!
Shinya
menjatuhkan teleponnya ketika jeritan Die melengking ditelinganya. Dengan panik
Shinya mengambil ponselnya kembali. “Halo?! Die? Die!” Tapi telepon tersebut
sudah tak bersuara. “Ukh!” Shinya menghantam stir mobilnya kesal. Hatinya kini
dirudung rasa ketakutan hebat akan kehilangan Die yang sekarang jauh dari
jangkauannya. Shinya pun melaju dengan kecepatan tinggi menembus gelapnya jalan
malam itu.
~*~
Drap! Drap!
Drap!
Shinya berlari
sekencang mungkin. Para perawat penjaga yang lain berhamburan keluar. Shinya
tak mengerti, untungnya Shinya menemukan Kaoru yang juga berlarian dari
sebrang.
“Dimana
Daisuke?!” Shinya panik karena tak menemukannya di rumah sakit ini.
“Dia kabur!”
Shinya
membelalak luar biasa. Tapi keterkejutannya berubah menjadi rasa was-was yang
menjadi-jadi. Kecurigaannya kini membawanya berlari keluar gedung rumah sakit.
“Terachi-san!”
Kaoru mengikuti.
Shinya
menghempaskan badannya melewati pekatnya malam menyusuri jalan setapak yang
pernah dia lalu untuk menuju tempat itu! Yah, sudah tidak diragukan lagi, Die
pasti di tempat itu! Rumah sakit jiwa McCandle!
~*~
“Shinya!”
Die berlari tak
berhenti ketika bayangan itu membawa sosok Shinya bersamanya. Die tidak tahu
mengapa kenapa dokter gila itu bisa menangkap Shinya!
“Shinya!” Die
terus memanggilnya hingga memasuki kawasan rumah sakit tersebut. Pintu gerbang
yang selama ini terkunci dan tergembok rapat, kini terbuka menyambut kedatangan
Die yang menyongsong ke dalamnya tanpa ragu. “SHINYA!”
Sementara itu
Shinya dan Kaoru yang sudah tahu kemana langkah derap kaki mereka mulai menuju
arah ke rumah sakit McCandle. Walau Kaoru terlambat menyadarinya namun tindakan
Shinya yang bertindak seorang diri bisa membahayakan nyawanya. Terlebih lagi
mereka akan menemui isi dari McCandle pada malam hari. Bukannya Kaoru tak tahu
berita dan isu yang merebak mengenai rumah sakit itu. Namun jika begini, Kaoru
harus meminta bantuan.
Riing~
“Moshi-moshi?”
“Kyo-san!”
~*~
“DIEEE!!!”
Shinya berputar
di halaman rumah sakit tersebut. Dia memanggil-manggil nama kekasihnya, tapi
tetap tak ada jawaban. Maka Shinya pun mengikuti perasaannya untuk masuk ke
dalamnya. Die pasti tersembunyi di dalam. Arwah dokter gila itu pasti yang
membawanya sampai ke tempat ini.
“Hah!” Kaoru
kehabisan tenaga ketika dia sampai di depan rumah sakit McCandle. Sosok Shinya
telah hilang sejak tadi. Pria itu sudah kehilangan jejaknya. Kini Kaoru
sendirian di tempat itu. Rasa takutnya mulai menyambanginya. Bagaimana Kaoru
melangkah masuk kedalamnya?
~*~
Cahaya temaram
bulan purnama yang kini tengah bersinar cukup membantu Shinya untuk melihat
bayangan disekelilingnya. Walau kegelapan masih menyelimuti jalannya Shinya
masih berusaha untuk menemukan Die dan membawanya dari tempat ini.
“Die!” Panggilnya.
Shinya seolah tak takut dengan kata-kata hantu yang selama ini menghantui Die.
Dengan langkah mantap pemuda itu masuk lebih dalam kedalam perut bangunan
tersebut.
…..
“Die! Die, kau
dimana?” Shinya masuk dan mencari-cari pria itu. Tapi tetap saja hasilnya
nihil. Dia tak bisa menemukan Die dimana pun.
Tapi Shinya tak
menyerah, dengan keberanian dan kenekatannya yang entah darimana dia dapatkan
Shinya terus menelusuri ruangan demi ruangan yang ada di bangunan tersebut.
“Die?” Shinya
membuka sebuah pintu yang tua dengan kaca-kaca segi empat disisinya. Dari dalam
ruangan itu terlihat sesosok bayangan yang nampak seperti sedang terduduk.
Shinya mencoba memeriksanya.
Kriet.
“Die?” Shinya
berhati-hati. Walau tak pelak kini rasa takut itu masuk kedalam hatinya saat
ini. Shinya mendadak ingat dengan isu hantu yang di lihat oleh Die. Jika benar
ini hantu dan bukan Die bagaimana?
“Shinya!”
Shinya terkejut.
Telinganya mendengar suara Die dari arah lain. Dengan bergegas Shinya berbalik
dan tak mempedulikan sosok bayangan, yang jika di lihat dari dekat sebenarnya
sosok itu adalah seorang bocah yang duduk tanpa bola mata dengan darah segar
yang masih mengalir.
“Die!” Shinya
berlari lagi. Kali ini melewati lorong-lorong yang bercabang. Sialnya, kini
Shinya tertahan di tengah-tengah perempatan lorong. Tak ada siapapun di sana.
Shinya bingung bagaimana memilih lorong yang akan dia telusuri.
“DIE!” Maka dia
pun mencoba memanggil, semoga Die merespon dan Shinya bisa menebak dimana dia
harus menemukan Die. Mulanya Shinya tak mendapat respon, tapi tiba-tiba mata
Shinya menangkap sosok Die yang masuk ke sebuah ruangan dengan cepat.
“DIE!” Shinya
mengejarnya, tepat mengambil jalan lorong yang lurus.
Tapi keanehan
terus terjadi baru sesaat Shinya berlari, matanya lagi-lagi melihat sosok Die
yang keluar dari ruangan lain. “Die!” Shinya mengikuti. Namun sesaat kemudian,
hal yang sama kembali terulang. Ketika Shinya hendak mengejar Die, sosok Die
yang lain masuk ke ruangan lain. Shinya kebingungan. “Die!”
Shinya seperti
sedang dipermainkan oleh hal-hal aneh. Apa ini halusinasi? Apa ini… Shinya tak
berani menyimpulkan. Ketika Shinya sedang bingung, kini matanya melihat sesosok
pria dengan jas putihnya berdiri di sebrang lorong. Shinya bahkan harus
menyipitkan matanya untuk bisa melihat sosok tersebut dalam ruangan gelap ini.
“Niikura-san?”
tebaknya.
Cling!
Tiba-tiba Shinya
terkejut ketika melihat kemilau benda yang dia bawa ditangannya. Nampak seperti
pisau. Shinya tersentak dan mulai mundur teratur. Jangan-jangan inilah sosok
Dokter Camui!
Suasana mencekam
itu semakin meruncing ketika Shinya semakin membelalak dan terkejut bukan main
tatkala semua pintu di sisi kiri dan kanan terbuka dengan sendirinya.
BRAK! BRAK!
Shinya tersentak
luar biasa ketika mendengar suara-suara keras itu. Nafasnya yang tadi teratur
kini berubah memburu. Detak jantungnya terpacu cepat. Rasa takutnya menjalar
seketika. Hal itu semakin diperparah ketika di setiap pintu tersebut muncul
tangan-tangan yang merayap dengan kondisi yang memucat, bahkan diantaranya ada
beberapa tangan yang menjalar di lantai.
“AAAAKKKHHH!!!”
Shinya menjerit. terus mundur. Kali ini dengan panik dan ketakutan. “Kyaaah!!!”
Shinya berusaha menjauhi tangan-tangan yang datang kepadanya. Shinya berlari
menjauhinya, berlari dengan rasa takut yang besar.
~*~
“Shinya!”
Die terhenti di
sebuah ruangan yang sangat gelap. Sosok Shinya dan Dr, Camui yang dia kejar
menghilang di tempat itu. Nafas Die memburu hebat, matanya menerawang bayang
gelap yang mulai bisa ia lihat saat pupil matanya mengecil. Tiba-tiba…
KLIK!
Die menutup
wajahnya yang tiba-tiba di serang oleh sebuah sinar yang sangat terang. Dengan
kedua tangannya yang menutupi daerah wajah dan matanya yang terkena sinar
menyilaukan itu Die mulai mengintip. Setelah matanya menyesuaikan diri, Die
membuka wajahnya dan melihat ruangan itu kembali.
Sebuah ranjang
dengan lampu sanitarium yang sangat besar menyala dan seolah menunggunya.
Dipersiapkan dengan peralatan bedah yang lengkap. Di balik gelapnya ruangan itu
seseorang berdiri menatap Die yang hanya mematung disana.
“Hhh….” Deru
nafas Die bergemuruh.
~*~
“Hah! Hh!”
Shinya berhenti, tenaganya sudah habis. Pemuda itu tak sanggup lagi berlari.
Kini Shinya berhenti di sebuah ruangan yang kotor tetapi tak banyak barang
disana sini. Shinya tidak tahu ini tempat apa. Ketika Shinya beranjak tepat di
bacah kakinya sebuah lubang kecil terlihat disana. Lubang yang terbentuk dari
retakan kayu yang sudah lapuk, Shinya harus berhati-hati agar dia tak
terperosok. Shinya pun memutuskan untuk keluar dari sana, tapi ketika dia
berbalik, Shinya terkejut!
“Ha!!!” Mata
Shinya membelalak besar karena terkejut. Dengan gerakan cepat orang itu
menghentak lantai di bawah kaki Shinya hingga retak dan pecah.
KRAAK!!!
BRUUK!!!
“Aaaaaaakkkhhhh!!!!!”
Shinya pun terjatuh
ke dalam kegelapan di bawah tanah. Menabrak sesuatu yang keras yang melumpuhkannya
hingga tak sadarkan diri.
Continue…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar