expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Follow me

02 April 2013

The A’sylum (Part 3)

Title : The A’sylum

Author : Duele Terandou Mori

Periode : April 2011

Genre : Horror, Darkness, Thrill

Rating : NC17

Chapter(s) : 3/5

Fandom(s) : Dir en Grey

Pairing(s) : DiexShinya

Note Author : Waktu mengerjakan The A’sylum #3 ini saya terserang demam. Hahahaha. Pukul 3 pagi saya terbangun, terus ngerjain The A’sylum. Tapi mendadak saya mual dan muntah sampai setengah jam. Ckck. Ngga enak banget rasanya, hahaha.

 

~*~

 

Shinya bergegas keluar dari mobilnya ketika sampai di rumah sakit tempat dimana Die dirawat. Tanpa membuang waktu lagi Shinya segera menuju kamar Die, tapi Die tidak ada di sana. Bahkan ranjangnya seperti sudah tidak ditempati lagi. Shinya kebingungan. Untunglah saat itu seorang perawat jaga lewat didekatnya.

 

“Maaf, dimana pasien yang tinggal di kamar ini?” Tanya Shinya.

“Oh, dia sudah dipindahkan keruang isolasi,” jawabnya. Shinya mengerutkan keningnya tidak mengerti. “Semalam pasien itu mengamuk, jadi dia dipindahkan.”

“Huh?” Shinya terkejut!

 

…..

 

“Dr. Niikura!” Shinya muncul di depan pintu ketika Kaoru baru saja mengecek seorang pasiennya. Sambil membuka maskernya Kaoru mendekati Shinya.

“Tidak bisakah Anda menunggu sampai saya selesai menangani pasien yang satu ini?” sindirnya pada Shinya yang datang ketika dia bekerja.

“Maaf, jika aku menganggu. Tapi, kau kemanakan Die?” Tanya Shinya penasaran.

“Hm?” Kaoru hanya melirik Shinya dengan wajah dinginnya.

 

~*~

 

“DIE!”

 

Shinya kaget ketika melihat Die yang duduk seorang diri di sudut sebuah ruangan tertutup dengan tubuh yang terikat. Ketika Kaoru membukakan kunci pintu ruangan tersebut Shinya berlari mendekati pria tersebut.

 

“Die! Diee!” Panggilnya. Tapi Die tak merespon. Walau pun matanya terbuka seperti seorang yang sadar, tapi Die seolah mati. Tak bereaksi sama sekali dengan panggilan Shinya. “Die… kau dengar aku? Ini aku, Shinya.”  Dengan kedua tangannya Shinya memegangi wajah Die agar mau melihat kearahnya. Tapi Die tidak mau, matanya tak mau melihat Shinya dan terus menatap kosong pada lantai. Shinya yang menangkap hal yang tak beres pada Die pun akhirnya beranjak dan menghadap pada Kaoru yang sejak tadi diam.

 

“Kalian apakan Daisuke?!” tanyanya, penuh amarah.

 

Kaoru menatap Shinya dengan serius. Shinya pun demikian. Shinya mau mendapatkan jawaban yang jelas dari Dokter bermuka seram ini.

 

“Semalam ada Dokter kami yang terluka. Seseorang menusuknya membabi buta hingga dia terluka parah,” Kaoru menyalakannya rokoknya. “Tadi pagi Dokter tersebut meninggal dunia karena kehabisan darah dan luka robek serius pada usus besarnya. Dan yang melakukan itu semua adalah…,” Kaoru menatap lurus pada sosok Die yang termangu di sana. Shinya turut menoleh, melihat Die dengan airmata yang mengucur tiba-tiba. “Die…?”

 

~*~

 

Shinya tahu ada yang tak beres dengan Die. Entah mengapa Shinya seolah tidak pernah bisa percaya jika Die benar-benar gila. Walau terlihat seperti seseorang yang gila, Shinya curiga dengan sesuatu. Ada sebab lain yang membuatnya seperti ini.

 

Tap.

Langkah Shinya terhenti di depan sebuah pagar sebuah bangunan tua. Shinya terpaku di sana memperhatikan bangunan usang itu dengan mata yang aneh. Ditangannya tergenggam beberapa kertas print gambar sebuah bangunan yang sama persis dengan bangunan ini. Gambar yang dia print out dari file kiriman yang Nora berikan padanya.

 

“Jadi, Die datang ketempat ini?” Gumam Shinya seraya menyentuh arca nama ‘McCandle’

 

Shinya ingin sekali masuk tapi bangunan itu tergembok rapih. Entah bagaimana Die dan para kru yang lain bisa masuk kedalam sana dan mengambil scene video. Apakah Shinya harus meminta ijin seseorang untuk bisa masuk kedalamnya?

Shinya menoleh pada sebrang jalan yang sepi. Tepat di balik bukit itu yang tak jauh dari tempatnya berdiri, gedung rumah sakit jiwa tempat Die terlihat. Lalu ia kembali melihat rumah sakit ‘McCandle’ dengan wajah yang serius.

 

~*~

 

“Rumah sakit jiwa McCandle?” Kaoru mengulang pertanyaan Shinya.

“Iya. Dimana aku bisa meminta ijin seseorang untuk bisa masuk kedalamnya?” Shinya menjelaskan masuk kedatangannya ke rumah sakit saat itu.

“Buat apa?” Tanya Kaoru dengan muka masam; nampak tidak senang dan seolah tak mau memberitahu.

“Aku hanya mau melihat isi bangunan tersebut.”

“Tidak bisa! Tempat itu bukan tempat wisata yang seenaknya bisa dimasuki oleh siapa pun!” Kaoru menolak mentah-mentah.

“Kenapa aku tidak bisa ke sana sedangkan sebulan lalu kalian mengijinkan kru film Die masuk ke sana dan melakukan pengambilan gambar?!” Shinya memaksa.

 

Kaoru menoleh cepat pada Shinya yang menatapnya serius. “Kalian pergi ke sana?” Kaoru nampak tak percaya.

 

…..

 

Shinya masuk ke dalam mobilnya dengan perasaan kesal. Matanya tak lepas menatap gedung rumah sakit jiwa itu. Kaoru tetap tidak memberikannya ijin untuk masuk ke rumah sakit jiwa McCandle tanpa alasan yang jelas! Shinya tidak bisa menerima hal ini. Ada sesuatu yang Kaoru sembunyikan darinya. Jika memang rumah sakit itu hanyalah bangunan tua yang sudah tak terpakai, kenapa Shinya tidak boleh masuk ke sana?

 

 

“Jadi kau yang mengijinkan mereka masuk ke McCandle?!” Kaoru menggebrak meja seseorang.

“Oy, tenang dulu Niikura. Aku tidak mengerti dengan apa yang kau bicarakan?” seorang Dokter berkumis tipis nampak kebingungan. Kaoru yang kalap langsung menarik Dokter bernama Naohito tersebut dengan kasar. “Bulan lalu ketika aku ke Kanton, apa benar kau telah memberikan ijin pada beberapa orang film untuk masuk ke rumah sakit itu?”

 

Dokter Naohito hanya diam.

 

“Jawab!”

“Iya, aku memang mengijinkan mereka masuk ke sana! Memang kenapa? Ada masalah?” Naohito melepaskan cengkraman Kaoru dari jasnya secara paksa. “Lagipula mereka memberikan harga yang bagus untuk bisa masuk ke sana.” Tuturnya kembali duduk dikursinya.

“Aku sudah bilang padamu, tidak boleh ada seorang pun yang masuk ke sana.”

“Memang kenapa sih? Toh, sebentar lagi juga bangunan itu akan dirobohkan. Kau terlalu peduli dengan isu-isu yang tidak benar soal gedung itu Niikura.”

“Kau tidak pernah mengerti soal isu yang kau dengar! Karena kau bukan bagian rumah sakit itu!” Kaoru pergi setelah membuat Dokter Naohito tertegun.

“Apa sih masalahnya?” Rutuk Naohito kesal.

 

~*~

 

Kaoru melihat keadaan Die yang hanya bisa diam termangu sambil bergumam hal-hal yang aneh sejak kemarin. Pria tinggi itu seolah berbicara dengan nada yang ketakutan dan gusar. Kaoru mulanya ingin sekali bertanya padanya tapi tidak pernah dia gubris.

 

“Daisuke…?” Tiba-tiba mata Kaoru menyipit.

 

Mulut Die berhenti meracau. Perlahan dia melirik kearah jendela pintu dimana Kaoru berdiri di sana memperhatikannya. Sekejap jantung Kaoru berdegup kencang tatkala melihat tatapan mata Die yang aneh. Die seperti bisa mendengar suaranya yang berbisik mengulang nama kecil Die.

 

“Nama kecil? Daisu-” Kaoru berlari seketika meninggalkan ruangan isolasi Die.

 

Dengan tergesa-gesa Dokter tersebut masuk ke ruangannya. Langsung membuka lacinya dan mengambil sebuah kunci yang tergeleletak di dalamnya. Bergegas Kaoru menuju sebuah ruangan dimana hanya Kaoru saja yang memiliki akses masuk kedalamnya, karena dia pemegang kuncinya. Kaoru membuka pintu tersebut dengan cepat, setelahnya dia mengambil beberapa buah arsip pribadi di dalam ruangan tersebut.

 

“Sial!” Kaoru pun mendecak ketika membaca sebuah arsip.

 

~*~

 

Shinya baru saja selesai menelpon Kyo ketika ponselnya kembali berdering. Sebuah nomor asing terlihat di layar birunya. Shinya segera menjawabnya.

 

“Moshi-moshi!”

“Terachi-san?”

“Ya?”

“Ini aku, Niikura. Besok pagi bisa kau datang ke rumah sakit?”

“Apa yang terjadi dengan, Die?” Shinya panik.

“Besok aku akan jelaskan tentang ‘penyakit’nya kepadamu.”

 

Sesuai dengan perjanjiannya semalam Shinya pun akhirnya mendatangi rumah sakit untuk menemui Kaoru. Di ruangan itu Shinya dan Kaoru saling menatap muka satu sama lain. Namun kali ini ekspresi dingin Kaoru sepertinya berubah. Dimejanya nampak sebuah map folder merah tergeletak rapih.

 

“Jadi apa penyakit Die yang sebenarnya?” Tanya Shinya penasaran.

 

Kaoru hanya menghela kecil, tapi bukannya menjawab Kaoru justru menyerahkan map folder tersebut pada Shinya. “Itu penyakit ‘Daisuke’.”

 

Shinya memandang Kaoru tak mengerti, tapi akhirnya dia mau membuka map folder tersebut. Maka terlihatlah sebuah berkas tua mengenai data-data seseorang. Tapi Shinya tidak mengerti dengan maksud data ini. Shinya hanya membaca biodata tua dari seorang bocah.

 

“Aku tidak mengerti.” Shinya menggeleng.

“Itu Daisuke, Terachi-san,” Jawab Kaoru. “Itu data Daisuke ketika dia di rawat di rumah sakit jiwa anak-anak McCandle.”

 

Shinya terkejut!

 

~*~

 

Grrttkk.

Suara dari gemerutuk gigi Die terdengar nyaring. Wajahnya memucat. Tubuhnya gemetaran sejak tadi. Walau pun ruangan isolasi ini diberikan fasilitas pendingin ruangan, entah kenapa keringat Die mengucur sejak tadi.

 

“Hh…Hhh…!” Nafasnya yang mendesah berat seperti terkena demam.

 

Dengan tubuh dan tangan yang terikat kebelakang, Die hanya bisa menggoyang-goyangkan tubuhnya maju mundur seperti yang terhuyung dalam duduknya. Tengkuknya terasa berat dihinggapi oleh sesuatu. Die pun menggumamkan sesuatu, kembali meracau. “Shinya…, Shinya…”

 

“Die tidak mungkin pernah di rawat di sana. Aku tahu masa kecilnya.” Shinya mengelak dari data itu.

“Apa yang kau tahu?”

“Mungkin Die memang tidak punya orang tua, tapi aku tahu Die tidak pernah di rawat di sana. Die berasal dari sebuah panti asuhan anak-anak, dan dia tidak gila. Lagipula dari mana kau tahu bahwa data tersebut adalah Die??”

 

Kaoru terdiam.

 

“Sepertinya Daisuke sudah melihat ‘seseorang’ di sana. Dan hanya dia yang bisa melihatnya.”

 

Shinya mengernyitkan alisnya, tidak mengerti.

 

Mata Die menatap nanar pada sesosok pria yang berdiri tepat di hadapannya. Lagi-lagi Die didatangi oleh sosok ini. Kembali Die mencoba berontak, namun sia-sia. Saat Die berusaha menghindar, pria berjubah putih itu seolah mampu menaklukannya. Menyeretnya cepat bak binatang.

 

“Apa yang Die lihat?” Shinya mulai sedikit percaya.

“Seorang Dokter,” jawab Kaoru. “Dokter kepala di rumah sakit McCandle.”

 

Sshh~

Angin bergerak semilir menyentuh kulit Die yang kering. Mata Die terbuka saat sebuah cahaya masuk ke dalam kelopak matanya. Ketika dia tersadar kini Die tengah duduk pada sebuah kursi kayu di sebuah ruangan yang tepat menghadap pada sebuah jendela besar. Dengan tubuh yang terikat pada kursi Die ditempatkan di ruangan ini seorang diri.

 

“Hhss…” Die berdesis, dia ingat sesuatu. Tempat ini, ruangan ini adalah tempat yang sama seperti dulu. Tempat dimana Die biasanya terkurung dan diberikan doktrin untuk pencucian otaknya yang kecil. Kini entah bagaimana caranya, tempat yang harusnya sudah lapuk dan tua itu berubah menjadi tempat yang sama persis dengan yang dia tempat 20 tahun silam.

Die kembali ke masa kecilnya…

 

 

 

 

 

Continue…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar