Title : 23:23
Author : Duele TerAndou Mori
Finishing : Okt '10
Genre : Horror, Thrill
Rating : PG15
Chapter(s) : 2/3
Band(s) : Dir en grey
Pairing(s) : KaoruxToshiya
Disclaimer : The Amityville House
Summary : Toshiya naik ke atap!!!
Backsound : Change (In the House of
Flies) by DEFTONES
Note Author : Salam SPOOKY lol hahahaha
!!!
~*~
Dua hari sejak kejadian itu.
Toshiya yang hampir tak terselamatkan
kini sudah membuka matanya. Semua member dan staff benar-benar merasa bersyukur
akan keajaiban yang masih menaungi bassist mereka. Karena pihak Dokter sempat
tidak bisa menangani kondisi Toshiya yang sekarat ketika di angkut kerumah
sakit dengan saluran pernafasannya yang tersumbat dengan air dan
kotoran-kotoran kecil. Sekarang pria itu sudah bisa tersenyum kecil walau pun
masih dengan kondisi yang sangat lemah.
Namun yang sangat terpukul adalah Kaoru.
Ketika hanya ada keduanya, Toshiya yang
masih tidak bisa mengeluarkan suara sama sekali menyebutkan satu kata.
"Go...men..."
Kaoru miris!
Ia menyesal sekali. Berpikir bahwa
Toshiya sengaja nekat karena perbuatannya yang dingin padanya.
"Toshiya..."
Tidak tahu harus mengatakan apa lagi?
Kaoru benar-benar menyesal.
"Maafkan aku..."
~*~
"Aku tidak percaya Toshiya
nekat!" Kyo membanting botol air mineralnya.
Biar seperti yang cuek di luar, namun
sebenarnya Kyo adalah orang kedua yang paling panik setelah Kaoru. Begitu
mengetahui temannya celaka dan hampir mati, Kyo mulai bersikap tak terkontrol.
"Toshiya tidak sebodoh itu!"
Kyo menggeleng-gelengkan kepalanya.
Shinya dan Die serta beberapa staff yang
masih berembuk di sana hanya diam.
"Kalau Toshiya mau bunuh diri,
tidak ada yang namanya melepaskan sepatu terlebih dulu!" Kyo mengeluarkan
unek-uneknya.
Die dan Shinya saling menatap satu sama
lain.
Apa mungkin ada 'hal' lain yang
mencelakakan Toshiya?
~*~
"Anda mau membohongi saya!?"
Kaoru mengamuk di sebuah kantor siang
itu.
"Tenang dulu Mr. Niikura, kita bisa
membicarakan ini baik-baik." Mrs. Willis sang makelar rumah yang menjual
rumah berhantu itu pun sebenarnya sangat takut.
"Benar Kaoru, kau tenang dulu. Ini
bisa dibicarakan baik-baik." Die berusaha membuat sang leader lebih kalem.
Kaoru kembali duduk dengan tenang,
"Tolong ceritakan pada saya tentang rumah itu dan pemilik
terdahulunya!" tandas Kaoru.
Wanita asing itu menatap pria di
hadapannya dengan serius. Satu helaan pendek dan cerita pun di mulai ketika
Mrs. Willis mulai menceritakan tentang rumah yang sebenarnya sudah dibangun
berpuluh-puluh tahun yang lalu.
"Tidak ada yang salah dengan rumah
itu, hanya saja..."
Ketika sebuah keluarga kecil menempati
rumah tersebut, salah satu kasus menimpa mereka. Dimana sang sulung tiba-tiba
membantai seluruh keluarganya yang sedang pulas tertidur dengan cara
menembakinya. Tidak jelas mengapa dia membantai seluruh keluarganya tanpa
ampun. Bahkan sang bungsu, gadis cilik yang berusia kurang dari sembilan tahun
itu pun tak luput dari maut. Setelah ditembak, tubuh mungilnya di tenggelamkan
ke danau.
"Keesokannya setelah dia membunuh
seluruh keluarganya, pemuda itu menyerahkan diri ke polisi." Mrs. Willis
menyudahi ceritanya.
"Gila! Jadi kau menjual rumah
berhantu?" Die angkat bicara, jadi tak tahan dengan cerita menyeramkan
ini.
Kaoru berusaha menahan diri.
"Apa alasan pria itu membunuh
seluruh keluarganya?"
Die dan wanita itu terdiam, sampai
akhirnya wanita itu kembali menjawab.
"Halusinasi."
Mereka membisu.
"Halusinasi ghaib yang mensuggesti
pria itu untuk membunuh seluruh keluarganya."
Apa? Halusinasi?
Mustahil.
~*~
Toshiya membuka matanya.
Pria yang sudah kembali dari rumah sakit
itu kini sudah di bolehkan beristirahat di rumah. Sejak pagi Toshiya tertidur,
dan sekarang ketika matahari hampir tenggelam pemuda itu akhirnya bangun. Tapi
tidak ada siapapun di rumah. Kaoru pasti masih di studio, pikirnya.
Toshiya menghela kecil. Air minum di
gelasnya sudah kosong. Maka dengan terpaksa pemuda itu turun ranjang untuk
mengambil air.
Dengan langkah yang tergopoh-gopoh
Toshiya keluar dari kamarnya, dengan kondisi yang masih sehat betul Toshiya
berusaha untuk tidak jatuh walau pun sebenarnya kepalanya masih terasa berat.
Tapi ketika pemuda itu baru saja menatap
ke arah belasan anak tangga di bawah kakinya, dia tercengang. Matanya menangkap
sosok gadis mungil pirang yang mirip sekali dengan gadis yang dia lihat di
pinggir danau. Apa benar mereka sama? Tapi kenapa dia bisa ada disini?
Toshiya hanya mematung, begitu juga
gadis kecil yang masih memegangi boneka tuanya. Mendongak melihat Toshiya yang
masih tercenung disana menatap sang gadis misterius itu dengan mata yang
kosong.
Hihihi...
Anak kecil itu tersenyum padanya, lalu
beranjak menaiki anak tangganya dan mendatangi Toshiya yang masih mematung
disana. Keduanya saling menatap. Dan ketika gadis itu menangkap jemari
kelingking Toshiya, pemuda itu hanya diam dan menurut ketika gadis itu
mengajaknya ke suatu tempat.
Toshiya ikut.
~*~
"Lebih baik kau cari orang pintar
saja, Kaoru!" Usul Die ketika dia keluar dari mobil.
"Dimana aku bisa mendapatkan yang
seperti itu?" Kaoru masih tak habis pikir.
"Alaah! Yang seperti itu
banyak!" tukas Die. "Aku bisa minta bantuin pada staff yang tahu pendeta
yang bagus."
Kaoru berhenti melangkah, lalu berbalik
dan melihat Die dengan muka yang aneh. "Kau percaya dengan yang seperti
itu, Die?"
Die diam.
Jujur, Die sendiri sebenarnya masih
kurang percaya dan mengerti dengan masalah-masalah ghaib seperti ini. Tapi
masalahnya, mereka sedang di hadapkan pada masalah yang memang tidak masuk di
akal seperti ini.
"Apa salahnya mencoba...?"
tuturnya.
Ketika keduanya masih berdebat tentang
penangkal dan pendeta hebat, mendadak Die menangkap sesuatu di balik bayang
gelap bulan purnama malam ini. Ketika pria berambut tebal itu melihat bayangan
yang mengenai dirinya, bergerak cepat.
Dan ketika Die mendongak, dia histeris!
"TOSHIYA!!!!"
Kaoru spontan menoleh pada arah yang
dilihat Die.
Atap rumah!!!
"TOSHIYAAAAAAA!!!!!!!"
Kraak!
Toshiya melangkah tepat pada ujung
segitiga genting rumahnya yang tinggi. Dengan seng yang dia pijaki, pemuda itu
masih berjalan-jalan bak pemuda sirkus yang sedang melakukan atraksi akrobat di
ketinggian hampir 10 meter. Entah apa yang membuat pemuda itu nekat naik ke
tempat yang berbahaya itu. Terlebih lagi dengan kondisinya yang masih belum
sehat, Toshiya bisa saja jatuh dan tak luput dari maut kali ini.
"Toshiyaa!!!!"
Ah..
Toshiya sadar. Pemuda itu menoleh.
"Kaoru...?"
Kaoru disana. Di jendela atap!
Pria itu mengejar Toshiya ke sana.
"Toshiya tetap di sana!!! Jangan
bergerak!!!" paniknya.
Tapi Toshiya nampak yang bingung.
Kenapa?
Apa yang membuat Kaoru begitu panik?
"Toshiya! Jangan bergerak!!"
suara dari bawah kakinya membuat Toshiya merunduk dan mendapati Die di bawah.
"AAAKKH!!!" Toshiya panik!
Sadar dirinya berada di tempat paling
tinggi di tempat itu! Kenapa dia bisa di sini? Apa yang sedang dia lakukan!?
"Jangan panik!!!" Kaoru
merangkak naik ke genting rumah.
Tubuh Toshiya gemetaran.
"Kaoru..." wajahnya mengenaskan.
Seluruh tubuhnya bergetar tak bisa di
kendalikan. Kaoru yang terus mendekatinya berusaha menenangkannya agar tidak
melakukan pergerakan yang fatal! Sementara di bawah sana Die sibuk men-dial
nomor-nomor darurat.
"Toshiya angkat kepalamu! Jangan
lihat ke bawah!" Kaoru memperingatkan.
Toshiya tak bergerak bahkan seinchipun
dari tempatnya berdiri.
"Kao..ru..."
"Tenang. Tetap di sana Toshiya,
jangan bergerak dan jangan lihat ke bawah."
Airmata Toshiya mengalir, keringatnya
mengucur. Wajahnya memucat, bibirnya membiru karena menahan dingin dari sapuan
angin kencang dari atas. Kaoru menyeimbangkan diri berjalan ke ujung atap
dimana Toshiya masih berdiri. Perlahan tapi pasti pria itu mendekati pria yang
masih berdiri di sana.
"Ulurkan tanganmu Toshiya."
Kaoru mengulurkan tangannya pada Toshiya, namun masih cukup jauh.
Dengan tangan yang gemetar, Toshiya
mencoba menggerakkan tangannya yang sepertinya kaku karena rasa takut dan ngeri
dengan posisinya sekarang.
"Pelan-pelan..." Kaoru
mensupport.
"Hhh! Hss!! Hhhaa!!" Toshiya
terengah menahan desak suara nafasnya yang tak beraturan menahan rasa takutnya.
Tangannya masih berusaha menggapai tangan Kaoru yang masih terus mendekatinya
perlahan.
"Iya, sedikit lagi Toshiya. Sedikit
lagi." Kaoru semakin dekat menjangkau pria itu.
Sementara Die di bawah sana masih di
liputi perasaan was-was dan cemas yang luar biasa. Bisa-bisanya pemandangan
seperti ini ia lihat dengan sadar dengan mata kepalanya sendirinya. Saat kedua
bandmatesnya tengah menghadapi maut di atas sana?
Ini mimpi buruk!
"Dapat!" Kaoru menggenggam
tangan Toshiya yang mendingin bagai es. "Berpeganglah pada menara loteng
sekarang!" titahnya.
Toshiya menurut, Kaoru mengikutinya.
Lalu melihat ke bawahnya.
"Die!"
"Kaoru! Ambulance dan polisi akan
segera datang! Bertahanlah!"
~*~
"Dia sudah tidur?"
Kyo masuk ke kamar tempat dimana Toshiya
beristirahat. Kaoru yang masih menungguinya hanya bisa mengangguk lemah.
"Hhh..." Kyo menghela.
"Sebaiknya kau temui Inoue-san. Bicaralah padanya untuk segera mencarikan
apartmen sementara."
"Ya, kau benar Kyo." Kaoru
menatap wajah Toshiya yang pulas. "Aku memang harus cepat meninggalkan
rumah ini."
Kyo terdiam sejenak, melihat kedua
bandmates-nya yang masih terlihat tidak sehat karena kejadian tadi malam.
"Aku tunggu di luar." Kyo
pamit.
Meninggalkan Kaoru yang masih betah
berlama-lama memandangi wajah Toshiya yang masih pucat pasi. Tapi matanya
beralih pada jendela kamar mereka yang sesekali terlihat terang benderang
dengan cahaya lampur warna-warni milik mobil polisi dan ambulance yang satu
persatu menghilang dari sana. Kejadian tadi benar-benar membuat Kaoru benar
harus memutuskan meninggalkan rumah ini secepat mungkin!
Kaoru beranjak dari sana, namun ketika
hendak keluar dia menengok sekali lagi pada Toshiya yang masih terlelap.
BLAM!
Tik! Tik! Tik!
Hihihi...!
Tik! Tik! Tik!
23.20
Tik! Tik! Tik!
Hahaha...!
Tik! Tik! Tik!
23.21
Tik! Tik! Tik!
Bunuh! Bunuh!
Tik! Tik! Tik!
Aarrgggh!!!!
Tik! Tik! Tik!
23.22
Tik! Tik! Tik!
Bunuh! Bunuh!
Aaaaaa!!!!!
Tik! Tik! Tik!
23.23
Ah...
Dan mata Toshiya terbuka. Menatap
langit-langitnya yang masih terlihat temaram.
Bunuh!! Bunuh!!!
Bangun dari pembaringannya. Bergeser
dari tempatnya.
Hihihi...!
Menaruh kakinya di lantai, menapak
lantai dan menumpu beban berat badannya ketika pria itu mulai bangkit.
Aaaaarrrggghh!!!
Bunuh! Bunuh! Bunuh!!
Hihihihi...!
Aaaaarrggh!!!
Bunuh! Bunuh!!!
"...bunuh.."
~*~
"Aku tidak mau pindah dari
sini."
Kaoru mengerutkan keningnya tak
mengerti.
"Tapi Toshiya, rumah ini..."
"Aku tidak mau!" Toshiya
sedikit menjerit.
"Toshiya rumah ini tak aman untuk
kita tinggali." Kaoru mencoba memberikan pengertian padanya.
"Biarpun tak aman, tapi ini
rumahku!" Toshiya menolak keras.
"Tosh-"
"Ini rumah dari Kaoru!"
Kaoru tercenung.
"Aku tidak mau meninggalkan rumah
pemberian darimu..." tuturnya.
Toshiya...
~*~
"Dia tidak mau meninggalkan rumah
itu."
"APA?!" teman-teman yang lain
terlihat terkejut.
Dengan semua yang telah terjadi pada
Toshiya, pemuda itu masih bersikeras untuk mau tinggal di sana? Apa Toshiya
sudah gila?!
"Aku mengerti perasaan
Toshiya...!" Shinya angkat bicara.
"Shinya!" Die menoleh pada
pemuda manis itu penuh heran, Shinya menatap mereka.
"Jika aku jadi Toshiya, mungkin aku
akan melakukan hal yang sama." tuturnya.
"Shinya tolong jangan membela
Toshiya." Die memotong.
"Bukan begitu Die!" Shinya
bergeleng. "Aku tahu apa yang dia rasakan. Kenapa dia tidak mau pindah
dari sana, itu karena rumah itu adalah miliknya. Pemberian dari Kaoru. Itu
terlalu berharga buat di tinggalkan begitu saja."
"Tapi rumah itu tidak aman! Kau
tidak lihat Toshiya hampir mati karena hantu di rumah itu?!" Die tidak
sependapat dengan Shinya.
Shinya di pojokkan. Pemuda itu merunduk.
"Sudahlah, kalau memang Toshiya
tidak mau pindah dari sana. Kita coba usir saja, mungkin itu membantu."
usul Kyo.
"Itu lebih baik." Kaoru
sependapat.
~*~
Toshiya melongok keluar jendela ketika
mendengar suara mobil yang berhenti tepat didepan rumahnya. Tidak biasanya
Kaoru sudah kembali di jam-jam kerja seperti ini. Dan...
Mata Toshiya menyipit pada seorang pria
tua yang berpenampilan nyentrik. Seperti seorang pendeta kuil dengan hakama.
Membawa sebuah lonceng besar di tangannya. Di belakang mereka turut serta dua
orang laki-laki lainnya yang Toshiya tebak sebagai kedua kroco-kroconya.
"Silahkan masuk." Kaoru
membukakan pintunya.
Sang pendeta yang hendak melangkah
mendadak tertegun sejenak di depan pintu sambil menatap aneh ke arah anak
tangga yang berdiri tepat di depan pintu rumahnya. Matanya seperti melihat
sesuatu yang tak kasat mata.
Kaoru melihatnya, namun tak ada siapapun
di tangga rumahnya. Kosong. Tapi si pendeta sudah berjampi-jampi memanjatkan
doa untuk pengusiran setan ini.
Gila!
Kaoru hanya menahan nafas ketika
semuanya terlihat begitu sakral dan mulai menegangkan.
"Ada satu ruangan di rumah ini yang
aku pikir menjadi markas hantu penunggu rumahmu." ujar sang pendeta.
"Biarkan saya melihatnya, kalian menyingkir saja."
Kaoru berpikir sejenak.
"Silahkan saja." tuturnya.
Sementara si pendeta berjalan menuju ke
ruang tengah, Kaoru naik ke lantai dua menuju kamar dimana Toshiya
beristirahat.
"Toshiya?" panggilnya ketika
membuka pintu.
Kaoru lega melihat Toshiya terlelap di
tempat tidurnya. Baguslah pemuda itu bisa beristirahat dengan tenang sekarang.
"Kaoru." panggil Toshiya
tiba-tiba.
"Oh, ku kira kau tidur." jawab
Kaoru mendekat.
"Siapa mereka?" tanya Toshiya.
"Oh itu." Kaoru duduk di
tepian ranjang Toshiya. "Tidak perlu dipikirkan, kau beristirahat
saja." ujarnya menarik selimut Toshiya lebih tinggi.
"Tapi mereka berisik."
Kleneng! Kleneng!
Suara berisik dari lonceng yang di bawa
si pendeta memang cukup membuat rumah tenang mereka cukup ramai. Tapi Kaoru
berusaha memakluminya, semuanya demi keamanan mereka.
"Kau tenang saja-"
"AAAAAAAAAAAAAAAAAAARRRRRGGGH!!!!!"
Kaoru spontan menoleh pada jeritan yang
terdengar di bawah rumah. Dengan bergegas, pria itu pun keluar meninggalkan
Toshiya dengan berlari mencari sumber suara jeritan yang ia dengar dari ruang
tengah.
Toshiya hanya bisa diam, melihat pintu
kamar yang terbuka.
"Ada apa?!!" Kaoru datang
dengan panik, tapi tiba-tiba tubuhnya di tabrak seseorang.
BRUK!
Kaoru membentur dinding lorongnya.
"Anda-"
"Rumahmu terkutuk!" si pendeta
yang menabraknya menghardiknya. "Cepat tinggalkan rumah ini sebelum
terlambat!!!"
Dan si pendeta beserta kedua anak
buahnya pun berlari terbirit-birit seakan tengah di kejar oleh sesuatu yang
menyeramkan. Kaoru kebingungan, datang menghampiri ruang tengahnya yang kosong.
"Pak Pendeta tunggu!!!" Kaoru
mengejar keluar rumah berusaha meminta penjelasan.
Tak melihat Toshiya yang mengintip di
dekat anak tangga.
~*~
Kaoru menekan api pada puntung rokoknya
yang dia musnahkan di tengah asbak. Ini sudah batang kelima sejak dua jam yang
lalu. Asbak yang sudah penuh dengan abu dan puntung-puntung rokok yang
berceceran ke meja, seolah tak mengindahkan kebersihan di tempat itu.
Tik! Tik! Tik!
Kaoru melirik jam dindingnya yang
berpendulum. Bergoyang ke kanan dan ke kiri seirama sesuai dengan detak
detiknya. Angkanya baru memasuki kepala sembilan, namun kenapa suasana rumahnya
begitu sepi bagaikan tengah malam. Suasana yang kontras sekali dia dapatkan
ketika berada di pub atau aduan gulat.
Sejak siang, Toshiya sama sekali tak mau
beranjak sedikit pun dari ranjangnya. Hanya terkulai lemas dan tidak mau banyak
bergerak seperti seorang pemalas akut.
"Hhh..." dia menghela.
Sepi ini bisa saja membunuhnya.
Sebenarnya, Kaoru bisa saja menghubungi salah satu temannya dan pergi ke tempat
yang lebih menyenangkan daripada di sini. Tapi menjaga Toshiya yang masih sakit
itu lebih baik di rasa. Terlebih lagi setelah Kaoru sadar rumahnya ini memang
tak aman.
Sret.
Kaoru kembali mengambil rokoknya
langsung dengan mulutnya. Mencari pemantikanya yang mendadak hilang atau lupa
ia taruh dimana.
Cklik!
Kaoru tertegun ketika api biru itu
muncul tepat didepan matanya, sangat dekat bahkan hampir saja membakar bulu
matanya. Bola matanya bergerak, memaku sosok Toshiya yang entah sejak kapan di
sini. Di dekatnya, teramat dekat hingga ia bisa sodorkan api pemantiknya
padanya.
"Hum?" Toshiya mengangguk
kecil sambil mengarahkan apinya pada ujung tembakau pria tersebut.
Cssh!! ssh!
Dan asap putih membumbung. Toshiya
bergerak, duduk di samping pemuda tersebut sambil menaruh beberapa kaleng bir
di meja mereka.
Ctrak!
Kaleng minuman itu memuncratkan sedikit
isinya yang langsung di lahap begitu rupa oleh Toshiya. Kaoru hanya bisa melihatnya,
aneh. Toshiya nampak begitu sehat.
Dan terakhir, Toshiya kini berleha manja
padanya. Bersandar pada dada Kaoru sambil dan mengambil remote televisinya.
"Kau sudah sehat?" tanya
Kaoru.
"Ya!" jawab Toshiya tak
melihatnya.
Kaoru membisu.
Apa benar Toshiya sudah sehat?
"Ini."
Kaoru terpaku ketika Toshiya menawarkan
sekaleng bir dingin padanya. Dengan wajah yang sehat dan memancarkan cahaya
cantiknya, dengan senyumnya yang memikat, terus terang Kaoru tak bisa
membedakan ini benar Toshiya atau...
"Cheers!" Toshiya menabrakan
kaleng bir mereka hingga berbunyi, setelahnya pemuda itu meneguknya hingga tak
bersisa. "Hihihi..." terkikik seakan mulai mabuk.
Kaoru menyeruput bir-nya walau matanya
tak lepas dari pemuda ini. Pemuda yang kini menerjangnya dengan pelukan serta
merta.
"Gomen ne~" bisiknya.
"Buat apa?"
Toshiya melonggarkan pelukannya.
"Karena kemarin aku keras kepala. Aku tidak jadi anak yang baik."
"Jadi kau mau pind-"
Terpotong.
Kalimat Kaoru terpotong karena lumatan
manis dari pemuda tersebut. Mempagut bibirnya dengan tangannya yang mengambil
kaleng bir dan batang rokok tersebut dari kedua tangan Kaoru.
"Hhh..."
Toshiya naik, duduk di sana. Tepat di
kedua kaki prianya lalu berhadapan dengannya. Terus mempagut bibir manis
ekstrak bakau yang masih menempel di bibir tipisnya. Toshinya tak memberikan
waktu untuk Kaoru bicara lebih jauh selain melakukan apa yang dia kehendaki.
Yeah, mungkin benar. Toshiya sudah
sehat...
~*~
Tik! Tik! Tik!
Toshiya masih terkulai, dengan wajah
sayunya pemuda itu masih terlelap.
Tik! Tik! Tik!
Hihihihihi...
Tik! Tik! Tik!
"Aaah..."
Tik! Tik! Tik!
Hahahaha...
Tik! Tik! Tik!
"Ungg..."
Tik! Tik! Tik!
23.22
Tik! Tik! Tik!
Hihihi...
Tik! Tik! Tik!
Aaaaaaarrrrgggh!!!
Tik! Tik! Tik!
"Ah! Hhh!!"
Tik! Tik! Tik!
Bunuh! Bunuh!! Bunuh!!
Tik! Tik! Tik!
Bunuh!
Tik! Tik! Tik!
Aaaarrrrrgghhh!!!
Tik! Tik! Tik!
Hihihi...
Tik! Tik! Tik!
"Agh! Hh!!"
Tik! Tik! Tik!
Bunuh!
23.23
"Hah!"
Mata Toshiya membuka paksa.
Tik! Tik! Tik!
Bunuh! Bunuh!!
"Ugh!" Toshiya menutup kedua
telinganya kuat-kuat. Suara-suara itu mengusiknya!
Tik! Tik! Tik!
Hihihi...
Hahaha...
Tik! Tik! Tik!
Bunuh!
"Ugh!" Toshiya berusaha
menghilangkannya, namun tidak bisa!!
Bunuh! Bunuh!!!
Toshiya gemetar, kepalanya bergerak.
Matanya melirik Kaoru yang masih terkulai di sana.
Bunuh dia!
"!!!"
~*~
"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAKKKKKKKKHHHHHH!!!!"
"!!!"
Kaoru terperanjat dari tidurnya begitu
mendengar jeritan histeris tersebut.
"Toshiya!!!"
Meloncat dari ranjangnya dan langsung
menerjang pintu demi menemukan bassist kesayangannya tersebut. Dengan bergegas
dia turuni anak tangganya dan menuju keluar rumah, berhubung pintu depan
rumahnya memang sudah terbuka.
Kaoru berlari mencari Toshiya dan menemukan
pemuda itu terlihat sangat syok dengan apa yang dia temukan di pekarangan
belakang rumahnya.
"Toshiya!"
"Kaoru!" Toshiya berlari
padanya.
Kaoru tak bertanya apa sebabnya pemuda
itu menangis dan begitu syok, karena apa yang dia lihat sudah cukup menjawab
pertanyaan di benaknya. Melihat ceceran darah itu mengalir dari anjing temuan
mereka yang tergolek tak bernyawa dengan luka menganga yang panjang dari
perutnya.
"Hkss... aku mau memberinya makan
tapi..." Toshiya membuang muka.
Kaoru membisu.
Siapa yang melakukan ini? Siapa?!
Dan ketika Kaoru menoleh, seorang bocah
pirang yang sering di lihatnya mengantar koran pagi pun nampak begitu terkejut
dan panik ketika Kaoru melihatnya dengan bengis.
"Hey kau!" Kaoru mendekatinya.
Sayangnya, Gilbert lebih dulu mengayuh
sepedanya sekuat tenaga. Meninggalkan Kaoru dan Toshiya yang sepertinya memang
sedang berada dalam masalah.
"SHIT!" umpat Kaoru ketika
pemuda itu sudah lebih dulu kabur darinya. "KUSO!"
Dan hanya Toshiya yang meratapi
anjingnya dengan sedih.
~*~
Beberapa hari setelah itu...
DING DONG!
Toshiya menoleh pada pintu rumahnya.
Tidak biasanya ada tamu yang mau berkunjung ke rumahnya.
DING DONG!
Toshiya menoleh lagi.
DING DONG!
Kaoru muncul dari dapur. "Ada
tamu?"
"Ah, biar aku saja." akhirnya
Toshiya mau juga angkat kaki dari sana menuju pintu.
Cklek!
"HAII!!!"
Toshiya terkejut ketika melihat
orang-orang ini muncul di sana.
"Shinya! Die! Kyo!!"
Dan staff-staff pendukung lainnya tentu
saja!
Toshiya menoleh pada Kaoru yang hanya
tersenyum, aah, sepertinya ini memang rencananya.
"Kami datang mau menginap!"
tutur Shinya sambil menggendong Miyuu.
"Eh?" Toshiya kaget.
"Pijama's party~" Die
menambahkan maksud kedatangannya.
"Baka ecchi!"
"Hihihi..."
Dan rasanya, malam itu akan ada sedikit
kemeriahan di tengah kesuraman rumah tersebut.
~*~
"Gudang?" Shinya mengulang
kata Toshiya.
"Iya, kita ke gudang. Ada minuman
bagus kutaruh di sana. Mau menemaniku Shin?"
"Baik."
Toshiya dan Shinya menyingkir dari pesta
pora malam itu demi mengambil beberapa kerat bir mahal yang Kaoru timbun di
gudang. Anggur yang dibiarkan dan di taruh cukup lama serta berumur, memang
akan memiliki rasa nikmat tersendiri bagi pecinta anggur.
"Disini!"
Toshiya membuka pintu gudangnya dan
langsung masuk ke dalam. Shinya mengikuti.
"Hebat! Aku tidak tahu gudang bawah
tanah." seru Shinya takjub.
"Iya kan?! Aku juga tadinya kaget,
kukira gudangnya terpisah. Ternyata masih di sini juga."
Kriet.
Suara decit tangga kayu itu
mendramatisir suasana.
"Entahlah Totchi... aku pikir
tempat ini menyeramkan." ujar Shinya.
"Oh, ayolah Shin jangan
mulai." Toshiya terkekeh geli demi mencairkan suasana.
Secepatnya mereka mengambil beberapa
botol anggur yang masih ada di gudang sana. Shinya sudah lebih dulu keluar
gudang ketika Toshiya masih membereskan sisa-sisa barang yang berserakan di
sana.
Syuuu~
Angin itu menyibak anak-anak rambut
Toshiya. Toshiya menoleh, walau jarak pandangnya sempat sedikit terhalangi
dengan adanya sebuah tiang penyangga di sana, tapi itu tak cukup membuatnya
lepas dari kursi goyang renta yang kini bergerak sendiri.
"..." Toshiya hanya diam.
Srak!
Dia terkejut!
Ketika mendengar suara berisik yang
berasal dari tumpukan barang-barang lama yang di timbun dan di tutupi oleh kain
bekas. Perlahan, walaupun nyata ketakutan itu mulai menjalar dalam darahnya
Toshiya tetap saja berjalan mendekatinya. Dengan mata yang terus waspada dan
telinganya yang di setel sebegitu tajamnya, Toshiya tidak mau ada yang bisa
mengejutkannya.
Kecuali...
Cit! Cit!
"Tikus!!!"
Makhluk kotor itu berlarian tatkala
Toshiya mengejutkan mereka.
"Sialan!" dengusnya lega.
Hingga akhirnya dia bergegas kembali merapihkan penyimpanan anggurnya dan...
Toshiya...
"!!!"
Toshiya spontan menoleh.
Bukan! Bukan!!!
Ini bukan salah dengar. Yah, seseorang
memang memanggil namanya dan itu sepertinya nyata.
Toshiya...
Lagi!!!
Toshiya berputar-putar melihat
sekitarnya. Siapa yang memanggilnya?
Siapa?!
"Mana Toshiya?"
"Eh?" Shinya menoleh ke
belakangnya. Toshiya memang tidak nampak. "Tadi ku tinggal di
gudang." jawab Shinya.
Kaoru bergegas menuju gudang. Pikiran
aneh mendadak merasukinya begitu tahu Toshiya sendirian. Meninggalkan mereka
yang menatap aneh pada Kaoru yang terlihat gusar.
Toshiya...
Toshiya berdiri tegak lurus dengan
tembok di depannya. Sebuah tembok tua rapuh yang di tutupi dengan wallpaper
berornamen.
Jelas sekali suara ini datangnya dari
sana. Dan terlebih lagi...
Syuuu~
Angin dingin ini bukan berasal dari
ventilasi gudangnya. Angin berasal dari sudut bawah tembok ini.
"Hhaa.." tangan Toshiya
bergerak.
Kaoru muncul di depan pintu gudang.
Pintunya tidak tertutup walaupun Kaoru tak bisa melihat isi di dalamnya karena
setengah menutup. Walau dalam hati dia sedikit merasakan aneh, tapi Kaoru tak
yakin dengan apa yang dia takutkan sebetulnya.
Maka dengan yberani pria itu mengambil
knop pintunya dan menariknya bersamaan dengan munculnya seseorang tepat di
depannya.
"Toshiya!"
"Kaoru!"
Keduanya kaget bersamaan begitu melihat
satu sama lain secara mengejutkan.
"Kau mengejutkanku.!" Kaoru
kaget.
"Maaf. Aku baru saja selesai
mengambil anggur." jawabnya.
"Hoh.." Kaoru menggiring
Toshiya keluar gudang, lalu melongok pada gudang yang sepi sebelum akhirnya
menutup pintunya. "Ayo, mereka sudah menunggu." ajaknya membawa
Toshiya dari sana.
Toshiya...
To be continue...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar