Title
: In a Lucid Dream
Author
: Duele
Last
Edited : 14 Sept 2009
Genre
: Romance
Chapter
(s) : Oneshot
Rating
: 15+
Band(s)
: Dir en grey
Pairing(s)
: DiexShinya
Summary
: Shinya, ciuman yuk!!! xDD
Disclaimer
: cerita milik otak saya xD
Song
Author : In a Lucid Dream - Satsuki
~*~
GRAAK.
Pintu
studio terbuka. Dan sekejap keheningan langsung berhembus, menguatkan kesunyian
di sana. Di sana, ada dua pasang bola mata saling bertatapan. Memantul,
membiaskan wajah dari masing-masing si penglihat.
"
Um, yang lain mana ?" suara berat itu terdengar. Pria tinggi dengan rambut
terurai itu mengurai senyum kecil. Namun bisa terlihat kepenatan tersirat jelas
disuara dan senyumnya.
"
Yang lain belum datang." jawab seorang lainnya. Seorang yang telah
terlebih dahulu duduk ditempatnya, belakang drumset.
"
Ooh..." tanggapnya datar.
BLAM.
Dan
sikap yang terlalu datar tentunya, saat ia tanpa pamit memutuskan untuk keluar
dari sana tanpa menoleh, tanpa berbalik. Seperti biasanya...
"
Hhh..." suara lain kecewa.
Tiba-tiba...
"
SHIN-CHAN !"
Shinya
terkesiap ketika suara itu terdengar begitu semangat memanggil namanya.
"
Kenzi-kun ?" Shinya tampak gugup.
"
Hei, nanti malam kita ketempat Shuu yuk. Shuu bikin pesta kecil." ajaknya
semangat sembari menghampiri Shinya yang masih tersenyum menatapnya. "
Umm..." nampaknya ingin sekali menolak.
"
Ayo Shiiin~ daripada kamu disini sendirian, bete."
Iya,
benar juga apa kata Kenzi. Daripada Shinya terus menerus bengong, melamun,
tidak melakukan apapun. Lebih baik dia bersama Kenzi, keluar. Mencari
kesenangan, lagipula selama ini Kenzi selalu bisa membuat dia melupakan hal-hal
yang membuatnya sebal.
"
Nanti malam pakek ini yah."
Tanpa
aba-aba, Kenzi memakaikan topi aneh ke kepala Shinya yang masih tak sadar
dengan apa yang ia lakukan barusan.
"
Tapi.. aku ngga PD pakek topi, aneh ah." Shinya melepaskan topinya cepat.
"
Dame~~~" tapi Kenzi tetap melekatkan topi itu pada kepalanya. "
Kawaii naa~" tuturnya.
Shinya
terdiam. Entah kenapa...
Kenzi
selalu bisa membuat dia lupa akan dirinya yang sebenarnya.
GRAAK.
Kedua
pemuda itu langsung beralih pada pintu, sosok pria jangkung muncul disana.
"
Die-san... apa kabar ?" Kenzi menyapa, Shinya membuang muka, melepaskan
topi itu dari kepalanya cepat.
"
Hoh, baik." jawab Die, sangaaaaat datar.
Setelahnya
Die hanya diam melakukan aktifitasnya. Mulai men-check gitarnya. Tak lama
gerombolan Diru pun bermunculan satu persatu.
"
Nah kan! kubilang juga apa, si Oei itu ngga becus ngurus anak!" ini
Totchi, ntah lagi apa. Yang jelas keknya beliau masih ngobrol ditelepon.
"
Terus diangkat keluar gituh ?" Kyo muncul dibelakangnya, dengan sengir
yang tak jelas. Di belakangnya ada Kaoru menjawab, " Diangkat, terus
dibuang."
Dengan
begituh, lengkaplah sudah formasi band tenar itu. Menyisakan satu orang luar di
sana!
"
Aku keluar dulu, nanti ku telepon yah." pamit Ken pada Shinya.
Shinya
hanya mengangguk, dan sekelebat melirik si gitaris yang masih dalam posisi
memunggunginya. Melihatnya, kontan saja perlahan membuat angan Shinya kembali
bersuara dalam keheningannya.
Die,..
entah apa yang kau pikirkan tentang Shinya. Apa mungkin sekarang sudah tidak
ada lagi Shinya dihatimu ? Hingga kau tak pernah memikirkan tentang Shinya
lagi. Apa mungkin diluar sana kau telah menemukan pengganti Shinya, seseorang
yang lebih mudah untuk kau godai.
Dan
saat kedua mata itu bertemu dengan milik Shinya, entah kenapa Shinya
menghindar. Tak bisa melihatnya walau ingin sekali menatap kedua bola mata itu
lagi.
~*~
"
Duluaaan~"
Semua
berhamburan. Keluar meninggalkan studio yang telah tiga jam lebih mereka
tempati.
"
Eh, masih sore nih. Gimana kalo kita ke club..?" ajak Totchi.
"
Usul bagus." celetuk Kaoru.
"
Kyo ikut ga ?" tanya Totchi, walau sudah yakin tau jawabannya pasti TIDAK!
"
Ikut~"
Tapi
kali ini jawaban sang vokalis cukup mengejutkannya, dan berakhir dengan senyum
dan guyonan ala Totchi.
"
Cieee~ udah kepincut mbak2 di club yah~" ledeknya ganas. Celotehan Totchi
yang selalu sukses membuat Kaoru tertawa geli.
Kalau
Die, tidak usah ditanya. Sekarang hobinya memang kumpul bocah dengan Totchi dan
Kaoru. Jadi jika keduanya sepakat akan ke club, Die akan turut kesana.
"
Aku ngga ikut." jawab Shinya.
Mereka
terdiam, terkecuali Die yang masih asyik menghisap rokoknya sambil membaca
majalah. Tak peduli.
"
Gomen ne~" pinta Shinya.
"
Kau punya urusan yah ?" tanya Kyo.
"
Iya." jawab Shin polos.
Yeah,
Shinya memang ada urusan. Dengan Kenzi tentu saja. Setelah meminta maaf, Shinya
hengkang dari sana. Meninggalkan empat pemuda lain yang masih membicarakan
rencana mereka malam ini di klub. Saat beranjak keluar, Shinya ingin sekali
melihat Die. Tapi ternyata Die sama sekali tak menggubrisnya...
Tak
pedulikah Die jika Shinya pergi tanpanya ?
~*~
"
SHIN-CHAN..."
Shinya
tersadar dari lamunannya. " Ya ?"
"
Kok bengong ?" Kenzi mendekati, lalu duduk disamping sang drummer.
"
Gapapa." jawab Shinya seadanya.
Kenzi
terdiam sejenak.
"
Hey, Shin. Nanti pulang, kau tidak perlu naik taksi." tutur Ken.
"
Hum ? Kenapa ?" Shinya aneh.
"
Aku akan mengantarmu pulang!" ujarnya.
Shinya
tertawa kecil. Ah, Kenzi selalu bisa membuat mood-nya berubah cerah. Tapi
bagaimana ?
"
Dengan ini!"
Mata
Shinya membulat. " Naik motor ?"
Bercanda
kan ? Shinya melirik Kenzi yang masih tersenyum.
Ternyata
serius...
Mereka
akhirnya pulang dengan mengendarai motor matic tersebut.
"
Bagaimana Shin rasanya ?" teriak Kenzi yang sedang melaju.
"
Seru~!" jawab Shinya dibelakang.
Terterpa
angin, suara alam malam, dengung motor yang melaju. Membuat Shinya benar-benar
bisa melupakan semuanya. Penatnya, bosannya, bahkan Die...
Die
? ...
Sekejap,
Shinya tertegun.
Kenapa
hanya mengingat nama itu mood Shinya kembali hancur? Kenapa setiap mengingat
orang itu Shinya merasa tertusuk ? Dan kobaran api penyesalan, kekesalan bahkan
kerinduannya spontan melonjak dan meletup bagaikan magma yang siap dimuntahkan
kapan saja.
Shinya
sadar, ini adalah kesepiannya. Kesepiannya dari Die. Kesepiannya terhadap orang
yang perlahan telah memahat hatinya. Mengukirkan sebuah nama, mengukirkan
sebuah wajah. Namun begitu banyak kata, beribu ekspresi, berjuta kenangan,
hanya tertuju padanya. Pada dia seorang, Die...
Shinya
rindukah engkau pada Die ??
Shinya
menutup mata, dan seketika hanyalah wajah Die yang bisa ia lihat dalam kegelapannya.
Senyum itu, tawa itu, bahkan ekspresi dingin sedingin es yang membatu yang
selalu Shinya lihat belakangan ini terpatri jelas dalam benaknya.
Sejak
kapan ? Shinya tak tahu.
Mengapa
? Shinya tak mengerti.
Seandainya
Shinya bisa merubahnya dan tetap membuat Die yang jahil seperti sediakala,
Shinya rela dijadikan bahan bulan-bulanan. Shinya rela terus ditertawakan, asal
tidak begini...
Bukan
begini...
Jangan
begini...
Bukan
ini yang Shinya ingin. Bukan dia, bukan Kenzi yang ingin Shinya sandarkan.
Tapi
tanpa sadar, kini Shinya menatap punggung Kenzi. Punggung yang begitu dekat
dengannya, tegak dan sama seperti milik Die. Tapi ini bukan miliknya, jelas ini
milik orang lain. Orang yang...ah, Shinya bingung. Bahkan dia sendiri tak mampu
mengungkap apa inginnya. Apa hasratnya...
Dan
selalu, Shinya yang akan menahan rasa sakit itu sendiri.
Seandainya,
ini adalah punggung Die ... tanpa peduli apapun Shinya akan menyandarkan kepala
rapuhnya, bersandar manja, mencari kenyamanan dan perlindungan darinya.
"
Shinchan...?"
Seandainya,
ini adalah pinggang Die ... walau canggung, Shinya ingin merangkulnya. Kembali.
Sebagaimana dulu Die melakukannya padanya.
"
Shin..chan.."
Seandainya,
ini adalah dada Die ... dada yang dulu pernah jadi lampiasan pukulan manja
Shinya ketika Die menggodanya. Merengek, dan marah manja. Dada yang pernah
bersentuhan dengan dadanya tatkala Die memeluknya saat itu. Dada bidang yang
pernah Shinya rasakan, begitu kuat, begitu kokoh...
"
Shin..."
Yah,
Shinya merasakannya. Merasakan itu semua ketika bersama kenzi...
Hari
ini, saat ini ...
Dan
Shinya makin terbuai, ketika terasa segumpal benda hangat menggapai jemarinya
yang tetap kokoh bertahan pada dadanya. Mendekapnya begitu erat, mencengkramnya
begitu kuat.
"
Shinyaa..." dan lengkungan senyum itu tergurat tulus dari bibir Kenzi.
~*~
"
Shinya akrab yah, sama si Kenzi ituh." celetuk Totchi suatu siang.
"
Siapa ?" tanya Kaoru yang masih menikmati bir dinginnya.
"
Si tukang service drumset." enteng Totchi menjawab.
"
Bukan akrab, cuman basa-basi kok." jawab Kao.
"
Loh, beda loh Kao-samaa~~~ orang yang akrab dengan orang yang sedang
berbasa-basi karena pekerjaan itu beda sekalih!" sanggah Totchi.
"
Jadi nurutmu ?"
"
Jangan-jangan Shinya suka sama Kenzi." akhirnya spekulasi dini itu keluar
dari mulut Totchi xD
Tentu
saja, sang Leader hanya bisa membalas dengan tawa. Tak masuk akal!
"
Iya kan Die ?" kini Totchi beralih pada Die yang sibuk dengan rokok dan
majalahnya.
"
Hum.. Humm~" Die manggut-manggut tapi matanya tak lepas dari majalah
Rolling Stones.
~*~
"
Shinchan..." Kenzi muncul dengan wajah yang kelihatan fresh sekali. "
Hari ini ada gak ada latihan kan? Bagaimana kalau kita pergi nonton, Yamapi
keluar film baru nih."
"
Umm..." Shinya terdiam.
"
Shin? Daijoubu ?!"
"
Oh yah..."
"
Nanti malam ku jemput yah." ucapnya mengakhiri topik ketika salah satu
member Diru ternyata muncul disana tanpa diduga.
"
Kau mau pergi Shin malam ini ?" tanya Kyo.
"
Iya, kenapa Kyo-san ?"
"
Tidak, aku pikir malam ini kau setuju ikut kami pergi ke tempatnya Inoue-san.
Staff kan membuat acara malam ini. Kupikir Kaoru sudah memberi tahumu."
tuturnya.
"
Malam ini? Ah, yah! Aku lupa!! Gomen Kyo-saaann~" Shinya bersalah. "
Apa mungkin, aku harus bilang pada Kenzi dan membatalkan acara kami. Mungkin
dia juga tidak tahu."
"
Kurasa ngga mungkin dia sampai ngga tahu, dia kan staff." jawab Kyo.
Shinya
melirik Kyo.
"
Kalo memang mau pergi dengan Kenzi, pergilah. Nanti aku buat alasan ke
Kaoru." jawab Kyo.
"
Kyo..." Shinya tertahan. Ingin sekali dia bicarakan masalahnya, tapi
melihat Kyo yang sudah terlalu baik terhadapnya, Shinya urung melakukannya dan
lebih memilih diam.
"
Kenapa ?" tanya Kyo.
Shinya
menggeleng. " Nanti aku usahakan datang." jawabnya.
"
Baguslah. Tapi kalo tidak bisa jangan dipaksakan."
Kyo..
Dia
terlalu baik. Sangat baik. Tak pernah memaksa, tak pernah berubah. Tetap
menjadi teman yang selalu menyokongnya saat Shinya sendirian. Tetap menjadi
teman saat Shinya merasa tak ada siapapun lagi yang memperhatikan. Kyo mungkin
sahabatnya satu-satunya...
Tidak,
Toshiya, Kaoru dan Die juga sahabatnya. Mereka semua sahabatnya, dan...
"
Kyo-san.."
Kepala
Die tiba-tiba menyembul dari balik pintu. " Ah, ternyata disini."
tuturnya, sekejap melirik Shinya sesaat tapi kembali fokus pada Kyo. "
Kaoru bilang..."
Die...
Dimata
Shinya, Die begitu berbeda. Tak inginkah dia sekali saja menyapa Shinya yang
kini mematung menatapnya, memandangnya. Menatap setiap lekuk tubuhnya,
memperhatikan segala ekspresi hangat yang dia sampaikan pada Kyo. Suaranya,
tawanya, candanya...
Die...
Lihat
disini..
"
Shinya..."
Shinya
sadar, Die menatapnya, memanggil namanya...
"
Kamu ikut gak ?" tanyanya, biasa tapi terkesan aneh untuknya.
"
Ngga. Aku udah ada janji duluan sama Kenzi." jawabnya tanpa sadar.
"
Ooh..." dan ekspresi datar dan acuh kembali Die pancarkan.
Shinya,
kenapa kamu harus menyebut nama Kenzi ?
Kenapa
Shinya perlu menyebutkan nama itu ?!
Bodoh...
~*~
"
Shinchan kamu ada masalah yah ?" tiba-tiba Kenzi bicara.
"
Haa ?" Shinya menoleh, masih tidak sadar dengan apa yang Kenzi bicarakan
barusan.
"
Daritadi kamu diam terus." ujarnya.
Shinya
diam? Wajar kan? Dia memang pendiam.
"
Bukan diam yang biasa, rasanya tadi Shinchan seperti memikirkan hal lain
daripada nonton film." tutur Kenzi.
Shinya
tertawa kecil. Sampai ingin menangis rasanya...
"
Tidak apa-apa, terima kasih."
"
Bisakah kau membagi ini padaku?" tiba-tiba Kenzi serius, " Aku ingin
tahu lebih banyak tentang kamu."
Shinya
terdiam. Apa ini ? Apa maksudnya?
Shinya
tak bodoh. Secara tak langsung Kenzi...
"
Sungguh, tidak apa-apa. Aku hanya memikirkan Miyu di rumah." jawabnya
berbohong.
Tak
mungkin ia katakan pada Kenzi kalau selama dia menonton film, yang ada
dikepalanya hanyalah Die. Berpikir bagaimana keadaannya, bagaimana perasaannya,
bagaimana...?
Telah
jenuhkah Die padanya?
Telah
bosankah Die padanya?
Terlalu
penatkah, Die ...?
Tanpa
sadar Shinya melangkah meninggalkan Kenzi, yang terlalu tak rela orang yang dia
kagumi sekejap berubah dingin.
"
Shinya!" Kenzi menangkap tangannya. Membuat Shinya terkejut dan kemudian
berbalik menatapnya, bergeser, melihat tangan kecilnya digenggam sedemikian
eratnya oleh Kenzi. " Aku... aku benar-benar khawatir sekali padamu."
Shinya
terpaku.
Seharusnya,
Shinya bisa luluh karena ini. Tapi entah kenapa rasanya semua perasaan Kenzi
padanya tak bisa membuatnya melupakan sosok Die. Justru membuat Shinya semakin
rindu padanya. Semakin ingin Shinya menemuinya dan protes mengapa Die
menghadiahkan semua ini padanya ?
Apa
salahnya ?
Apa
dosanya ?
"
Kenzi... aku mau makan." jawab Shinya.
Kenzi
terdiam, tak lama tertawa. Puas sekali.
Dipikirnya
Shinya diam sejak tadi karena lapar! xD
Keesokannya...
"
Bagaimana semalam ?" tanya Shinya.
"
Lumayan." jawab Kyo.
"
Eh, Shinya Miyuu udah sehat?" tiba-tiba Toshiya nyeletuk. Membuat Shinya
bertanya-tanya, namun terjawab ketika melirik Kyo yang nyengir disampingnya.
Inikah alasan yang dibuat Kyo pada teman-temannya tentang alpa-nya Shinya
semalam? Oh, Kyo...
Tiba-tiba,
Kaoru masuk, diikuti dengan Die dibelakangnya. Menguap dengan wajah yang
benar-benar kurang sehat.
"
Latihannya dimulai sejam lagi yah." setelah itu, Kaoru keluar tak banyak
bicara. Sibuk sekali.
Sedangkan
Die, pria tinggi itu langsung menjatuhkan diri di sofa. Membenamkan kepalanya
pada bantal. Tak pelak, ini membuat Shinya begitu heran, bertanya-tanya. Apakah
acara staff semalam benar-benar menggila? Tapi kenapa yang lain tampak begitu
biasa ?
Apa
mungkin imsomnianya kambuh ?
Die,
baik-baik sajakah kamu?
"
... nurutmu gimana Shin?" Totchi bertanya, tapi tak ada jawaban. "
Shinchan !?"
"
Ah, iya!" Shinya terperanjat.
Totchi
dan Kyo saling beradu pandang.
"
Shinya, daijoubu ?" tanya Totchi dengan logat khawatir.
"
Ya.." jawab Shinya datar, tak lama merunduk.
Totchi
menghela, " Iih, dari kemarin banyak sekali hal2 yang ngbosenin, pada ngga
semangat. Kemarin Die, sekarang Shinyaaa~ boriiiiiiiing ne~" celetuk
Totchi agak kesal.
Tapi
celotehan Totchi yang tak bermaksud jahat ini justru membuat Shinya
terperangah. Ada apa dengan Die ?
"
Tidak bersemangat kenapa?" tanya Shinya.
Totchi
yang langsung tanggap pun akhirnya memangku bahu. " Iya, tiba-tiba dia
pamit pulang. Tidak enak badan katanya. Bete~!" dengus Totchi.
Dan
mata Shinya kembali melirik ke arah Die yang sedang konsen dengan gitar
'flame'-nya.
Die-kun,
daijoubu ?
~*~
"
Shinchan, daijoubu ?"
Tiba-tiba
suara itu terdengar ditelinga Shinya, menghantarkan bunyi yang mesra yang bisa
Shinya tangkap melalui gendang telinganya. Suara lembut yang kedengaran begitu
mengkhawatirkan dirinya, mesra sekali. Dan semoga saja, suara ini datang dari
orang yang Shinya harapkan beberapa hari ini.
"
Kenzi-kun..."
Tapi
kali ini pun khayalan Shinya harus berganti rupa dengan sosok Kenzi
dihadapannya.
"
Um... daijoubu!" jawab Shinya mengurai senyum.
"
Yokatta...!!" Kenzi bersyukur.
Senyum
kelegaan itu, andai saja milik Die saat ini. Tentu Shinya akan lebih senang
melihatnya.
"
Eh, Shin. Malam ini aku manggung di live house, kamu mau nonton tidak?"
tawar Kenzi penuh semangat.
Ingin
sekali Shinya menolak, ingin sekali Shinya menghindar, tapi...
"
Okeh."
~*~
Shinya
terpaku diantara barisan penonton kala itu. Tak ada yang menyadari seorang
Shinya Terachi disana. Berdiri mematung melihat pertunjukkan musik yang tengah
dibawakan oleh beberapa band lokal. Salah satu-nya adalah band milik Kenzi,
orang yang mengajaknya kemari malam ini.
Mereka
bermain, masih dengan dandanan visual. Dandanan yang dulu juga sering Shinya
dan teman-temannya pakai ketika dulu. Ketika semuanya masih begitu muda, begitu
emosional. Dan Die dulu masih senang mengerjainya, mengusilinya, meledeknya.
Bukan
hanya dipanggung, tapi dikehidupan Shinya kemudian. Candaannya, gurauannya.
Tiada hari yang terlewati tanpa bahan banyolan garing dari Die. Joke-joke
garing tapi selalu berhasil mengundang tawa dari semua, juga dari Shinya.
Shinya
ingat ketika suatu hari saat manggung, dia yang tak berkonsentrasi penuh pada
permainannya dua kali membuat kesalahan. Melupakan ritme drumnya dan membuat
malu teman-temannya didepan fans. Mungkin semuanya tidak langsung
menyalahkannya tapi Shinya sangat merasa kecewa pada dirinya sendiri. Saat
putus asa itulah, Die dengan tak sengaja justru membuatnya melupakannya.
Membuatnya jadi giat berlatih, membuatnya makin berambisi untuk memperlihatkan
kemampuannya pada Die. Tanpa sadar, karena Die-lah Shinya bisa seperti sekarang
ini. Gumpalan rasa iri, segenggam rasa ingin membuktikan, tak pelak membuat
Shinya makin giat menunjukkan siapa dirinya sebenarnya. Agar Die bisa melihat
dirinya dan mengakuinya.
Tapi
apa mungkin, karena gilanya Shinya akan hasrat dinomor satukan justru membuat
Die menjauh padanya? Justru membuat Die merasa penah padanya? Merasa jenuh?
Tapi
Shinya hanya ingin membuktikan, Shinya pun bisa seperti kawan-kawannya, Shinya
pun bisa seperti Die. Hebat sepertinya. Dan orang pertama yang ingin Shinya
perlihatkan tentang kesuksesannya, tentu saja dia Die. Bukan ingin
menjatuhkannya, bukan ingin berbalik meledeknya. Shinya hanya ingin
memperlihatkan pada Die sejengkal kemampuannya. Kemampuan yang terprovokasi
karena Die. Berjalan karena Die!
Karena
Die!!!!
Karena
Die!!!!
Tapi
kenapa Die tinggalkannya?
Kenapa
wajah ceria itu membatu tak berpahat senyum?
Kenapa
sikap itu berubah bisu tak bergerak kisruh?
Shinya
kesepian. Shinya tak berteman. Shinya tak ceria dan tidak bisa merasakan meriah
hidupnya, karena Shinya seorang pasif. Si pasif yang selalu membutuhkan si
aktif.
Tapi
si aktif kini justru diam, membayangi pasifnya.
Dan
karenanya, hati Shinya terluka. Lebih sakit dari pada remuknya tulang setelah
seharian menggebuk drum. Sakit yang baru Shinya rasakan, hingga membuat kedua
mata ini tak mampu lagi menahan gelombang air mata yang kini merangsek kelopak
matanya.
Shinya
menangis, dalam diamnya.
Membiarkan
bulir-bulir asin itu mengalir jatuh. Tapi Shinya tidak membiarkannya karena
dengan cepat ia sapu bersih semuanya. Tak ingin seorang pun menyadari
kerapuhannya, tidak ingin.
Ah,
tapi dada ini sakit..!
"
Shinya!!"
Shinya
yang terperanjat kini berbalik, hingga kedua mata merahnya di balik kacamata
coklatnya membulat ketika melihat teman-temannya, Dir en Grey.
"
Curang yah! Ke live musik gag ngajak-ngajak!" cibir Totchi yang langsung
menepuk kepala si bungsu di antara mereka.
"
Ternyata Shinya punya selera bagus nih." Kaoru ngelus jenggotnya sambil
menatap panggung.
"
Bukannya emang sekarang lagi ada band-band Indie yah ?" Kyo nyeletuk.
"
Eh, rasanya aku kenal sama yang nyanyi?" Kaoru miris.
"
Hum ?" Totchi langsung beralih ke panggung. " Itu kan si tukang
service drumset!!!!" Serunya. " Shinya selingkuh!" ledek Totchi
langsung melirik Die yang sedari tadi diam.
Dan
pandangan orang-orangpun beralih pada Shinya dan Die.
"
Nani ?" tanya Die santai.
"
Lihat mah meeeeeennn, Shinya-mu selingkuh darimu!" wah, Totchi berapi-api.
"
Totchi..." Kaoru mulai menenangkan.
Tapi
tak ada yang bisa Shinya bicarakan. Harusnya kan Shinya mengelak. Tapi kenapa
kini Shinya hanya diam tak bersuara? Seolah yang disangkakan oleh
teman-temannya ini adalah sebuah kenyataan. Shinya selingkuh.
"
Heh, heh! Haus nih!" Kyo mengalihkan pembicaraan. Pria itu tahu saat yang
tepat untuk menyelamatkan Shinya dalam keadaan yang tak mengenakkan seperti
ini.
Dan
semuanya pun turut, menepi ketepi bar yang disediakan. Memesan beberapa minuman
disana.
"
Jadi selama ini Shinchan ngga pernah ikut main bareng kita karena emang jalan
sama si Kenzi, yah? Wah. Wah. Wah...." Totchi mulai meneruskan candanya.
"
Bukan begitu Totchi." Shinya berujar akhirnya.
"
Die kurang apa sih Shin??? Apa perlu Die balik lagi ke jaman V-Kei nih biar gag
kesaing sama Kenzi?" Ledek Totchi lebih.
"
Sudahlah, ngga usah dibahas. Ngga masalah kan Shinya punya temen selain
kita?" ujar Kyo.
Dan
semuanya terdiam, termasuk Totchi...
Semua
sadar ada yang seharusnya tak mereka singgung kali ini. Yakni, kebebasan.
Dan
semua sadar, semuanya bebas memilih berteman dengan siapapun. Bahkan Shinya.
Tak melulu harus selalu bersama dengan mereka mentang-mentang mereka satu grup.
"
Aku tau kok, Kyo... aku kan cuman bercanda." Totchi manyun.
Kaoru
terkekeh kecil. Die hanya diam saat Shinya mencuri pandang padanya.
"
...um. Aku duluan."
Tiba-tiba
saja Die beranjak.
"
Mau kemana Die?" tanya Kaoru.
"
Mau ketempat teman dulu." jawabnya.
Dan
mereka pun sadar, Die pun punya sahabat lain selain mereka.
"
Aku juga mau pulang."
Sekarang
giliran Shinya yang pamit. Totchi merengut, kenapa suasananya jadi aneh begini?
Keduanya
berlalu dengan keadaan yang tak mengenakkan, menyisakan suatu penyesalan dihati
Totchi, dan perasaan bosan pada Kyo. Berniat ingin kumpul, tapi...
"
Kenapa bengong?" Kaoru mengalihkan mereka. " Biar Die dan Shinya
pergi, kalian kan masih ada tantangan minum nih!" Kaoru semangat
mengacungkan gelas minumnya.
"
KAMPAI !!"
~*~
Di
basement...
"
Ngapain kamu?"
Shinya
terkesiap. " Mau ambil mobil."
"
Ooh.. ya sudah." Die berbalik dengan cuek.
Shinya
tertegun. Ingin sekali menahannya, ingin sekali membuatnya tinggal, tapi
kata-kata 'tunggu!' atau 'jangan pergi' serasa lebih sulit dikeluarkan daripada
mengeluarkan muntahannya yang juga menyakitkan. Dan kenapa Die begitu asing
kali ini dimata Shinya?
Tak
pernah menengoknya kembali, tak pernah menggubrisnya lagi, tak pernah
mengamatinya lagi.
Die..
lihat...
Shinya
disana. Berdiri mematung menatap kepergianmu yang sangat tidak manusiawi
baginya. Kenapa kau tak peka untuk segera menyadari bahwa Shinya sangat
membutuhkanmu?
Dan
Shinya yang bodoh pun tak bisa melakukan banyak, tidak bisa. Tindakan bodoh
yang selalu Shinya sesali pada akhirnya nanti.
Die
menghilang ditikungan basement, Shinya masih mematung disana. Dan akhirnya
tanpa melakukan apa-apa, Shinya beranjak meninggalkannya. Bergerak kearah
mobilnya yang masih terparkir.
Shinya
tercenung saat melihat pantulan wajahnya di kaca mobilnya yang hitam. Betapa
sedihnya ia, tak ada seorang disana yang menemaninya. Tak pernah terpikirkan
untuk Shinya memberikan ruang sedikit pada Kenzi karena kini kepalanya penuh
dengan Die, Die, dan Die...
Ingin
sekali Shinya ungkapkan, ingin sekali Shinya nyatakan, betapa sakit dan
cemburunya dia. Sakit karena Die mengacuhkannya, cemburu karena ternyata Die
memiliki sahabat lain sepertinya. Tapi apa boleh Shinya begini? Bukankah Die
tak pernah mengekangnya untuk bersahabat dengan siapapun?
Kyo,
Toshiya, bahkan Kaoru. Semuanya membebaskannya dari pengekangang dalan berteman
dengan siapapun, hingga akhirnya Shinya bertemu Kenzi, mengenalnya dan mulai
menghabiskan waktu bersamanya.
Tapi
kenapa Shinya merasa tak rela kini saat tahu Die pun mungkin melakukan hal yang
sama dengannya. Memiliki teman, yang mungkin Shinya tak tahu siapa dan dimana ?
Shinya
putus asa...
Apa
mungkin masa lalu dimana dimata Dia hanya ada Shinya tak mungkin terulang ?
Masa dimana semua mata hanya tertuju pada Die dan Shinya, semua fans menjudge
mereka pacaran. Walau ingin mengelak agar tidak terjadi kesalah pahaman, Shinya
jujur mengakuinya dalam hatinya yang terdalam, ia sangat menyayangi Die. Joker
yang selalu mentahbiskannya sebagai si bungsu yang kerap kali ia kerjai, kerap
kali ia ledek. Shinya rindu masa-masa itu.
Die...
Kembalilah...
"
Hei!"
Shinya
tersentak ketika bayangan wajah Die kini berdiri disisinya.
"
Die-kun..."
"
Aku perhatikan daritadi kau terus berdiri disini. Kenapa? Mobilmu rusak?"
tanya Die melihat kedalam mobil Shinya.
Shinya
bergeleng.
"
Terus? Kenapa daritadi disini terus? Ngga masuk kedalam mobil."
Shinya
terdiam, "... aku rasa kuncinya tertinggal."
Die
tertegun, " BAKA!!" omelnya, hingga Shinya terkejut. " Penyakit
lemotmu dari dulu ngga ilang-ilang! Bodoh sekali sih kamu ninggalin kunci mobil
disana!"
Dengan
wajah kesal Die merogoh ponsel disaku celananya, menghubungi Kaoru dan
setelahnya Die beralih menatap Shinya yang masih menatapnya penuh penyesalan.
"
Gomen..." pinta Shinya.
"
Sudahlah." Die mengeluarkan batang rokoknya.
Shinya
terdiam. Die bersandar pada mobilnya sambil menikmati rokoknya.
"
Kamu ngga jadi pulang?" tanya Shinya.
"
Kutunggu sampai kuncinya datang." jawabnya.
Ada
yang meledak dihati Shinya. Entah apa. Yang jelas ini bukan perasaan sakit
seperti yang ia rasakan. Tapi walau bersama keadaan tetap tak berubah, karena
Die kini hanya diam tak bersua. Dan Shinya pun tak bisa melakukan apapun,
bahkan hanya untuk membuka topik.
Die
lakukanlah sesuatu.
"
Garing ih!" celetuk Die tiba-tiba.
Shinya
hanya bisa menatapnya. Die bosan.
"
... Die-kun.." panggil Shinya.
"
Hum ?" tanya Die melihatnya.
"
Um, menurutmu aku bagaimana ?"
Seketika
suasana mendingin, namun langsung terpecah dengan gelak tawa Die yang tak
keruan.
"
Huahahahahaaa, kamu ngomong apa sih, Shin?" ujarnya ditengah tawanya.
Mungkin
Shinya merindukan tawa lebar ini, tapi entah mengapa dia tak bisa ikut tertawa
seperti Die. Hanya diam. Dan Die sadar, Shinya serius untuk pertanyaannya.
"
Shinya ya Shinya. Kenapa tiba-tiba kamu menanyakan hal aneh kek gini sih?"
tanya Die tak mengerti, tentu saja masih dengan gelak tawanya.
Shinya
terdiam, Die masih terkekeh geli. Entahlah dia tak bisa diam dari tawanya ketika
Shinya mengajukan pertanyaan yang tak masuk akal untuk Die jawab.
"
Kau bilang, Shinya ya Shinya, tapi kenapa aku merasa Die ya ..." Shinya
menghela.
Die
kini sukses diam dari tawanya, walau tidak Shinya lanjutkan perkataannya Die
tahu ini waktu yang tidak tepat untuk mengalihkan semuanya menjadi sebuah
guyonan garing seperti biasanya.
"
Aku kenapa?" tanya Die.
"...
orang lain."
Die
tertegun sejenak. Sekejap Shinya langsung terkikik kecil.
"
ahahaha...gomen Die-kun! Gomen!! Bukan seperti yang mau aku bilang, aku cuman
bercanda.."
Benarkah
Shin? Murni candaan?
Bukankah
ini murni jeritan hatimu pada Die ?
"
Lu-lupakan saja!" Shinya membuang muka.
Die
pun tak menggubris. Shinya cukup lega Die tak menghiraukan perkataannya
barusan. Semoga saja Die mengerti arti kegugupan ini.
"
Shin, kau tahu. Kau memang ngga bakat jadi tukang bercanda =___=;;" ledek
Die.
"
ahahahaha..." Shinya tertawa kecil.
Walau
tetap ada yang mengganjal dihatinya. Tapi sedikit ruang dihatinya yang kehausan
akan sosok Die disampingnya kini sedikit terisi dengan hadirnya Die sekarang.
Entah Shinya tak tahu lagi kedepannya seperti apa, yang jelas Shinya cukup
menikmati kebersamaan yang mungkin tak lama ini.
"
Hey, Shin..."
"
Hum ?" tanya Shinya tak berkata.
"
Ciuman yuk..."
EEEEEEEEE~~~???!!!
Mata
Shinya membulat!
"
Die-kun ngomong apa sih!!!?" kontan saja Shinya marah.
Mungkin
marah, mungkin kaget, atau mungkin juga senang.
Die
gila!!
Mana
mungkin Shinya mengiyakan kan?! Mana mungkin Shinya menyanggupi ajakan konyol
itu!
Shinya
langsung menjaga jarak, entahlah rasanya aneh. Antara takut dan tak percaya.
Benarkah Die serius mengajaknya ciuman ?!
"
Kenapa kamu ?!" tanya Die.
"
Die-kun aku ngga suka ah bercandanya kek tadi! KONYOL!" Shinya protes.
Die
menatap Shinya dengan wajah serius. Tak ada sinar mata jahil dimatanya, seolah
menekankan bahwa ajakannya adalah sebuah keseriusan. Dan Shinya harus
melakukannya!
Tapi,..
"
Ahahahahahah!!!!!" spontan tawa itu meledak. " Kau kira aku
serius!!!!!????? Mukamu jadi aneh gituh!!" Die terpingkal.
Shinya
mengernyitkan keningnya. Bodohnya ia kena tipu muslihat si BAKA ini!!!
BUK!
Shinya
memukul lengan Die hingga pria itu mengaduh.
"
Ihihihihi...kenapa? Aku kan cuman bercanda." Die masih tenggelam dalam
tawanya, sementara Shinya mulai merasakan perasaan kesal memuncak di ubun-ubun.
"
Ngga lucu!" Shinya menggeram dan merapatkan diri di samping mobil van
besar itu.
Die
masih terkekeh, Shinya bermuka kesal. Tidak seharusnya Shinya menyukai orang
macam Die!!! Dalam tawanya Die bisa melihat wajah kesal Shinya yang entah
mengapa lebih manis dari biasanya.
Dan
saat tawa itu mereda, Shinya tak pernah sadar. Entah sejak kapan kini Die
berdiri dihadapannya, merapat padanya. Mata Shinya yang sudah bulat makin
membulat tak pelak ketika wajah itu bersentuhan dengan miliknya, ketika bibir
itu singgah menghadiahkan sebuah kecupan manis dikeningnya yang ditutupi
rambut.
Shinya
tak bisa melawan, bukan tak bisa tapi memang tak ingin. Ada getar rindu yang
kini mengocok perasaannya, perasaan rapuh dan tak berdaya. Saat Shinya bisa
rasakan betapa hangat desah nafas yang terpantul jelas dipermukaan kulitnya,
bibir milik Die yang tak pernah ia lihat sedekat ini. Saat wajah mereka
bergesek, saat ujung bibir Die mulai menepi mengecup ujung bibir Shinya. Shinya
bergetar.
Tak
bisa mengeluarkan kata, hanya bisa menggigit bibir manisnya saat Shinya rasa
kini ia gugup tak berkesudahan. Dan ketika bibir itu singgah, Shinya terhanyut.
Melepaskan level tinggi yang ia sering kenakan, melepas topeng manusia dingin
tanpa perasaannya. Berganti menjadi seorang Shinya yang haus cinta, dan kasih
seorang Daisuke.
Bertaut
keras, ganas.
Menekankan
pada Die bahwa ia menginginkan ini sejak lama. Pada Die..
Mencengkram
erat kedua sisi jaket Die, seolah berkata jangan hentikan ini!
Dan
bukankah, Die pun tak sanggup untuk menghentikan rasa ini ?
Tak
bisa dipungkiri, Die rindu Shinya...
Rindu
mengerjainya, rindu membuatnya mengerang sebal, atau lebih Die inginkan saat
ini adalah terus begini, terus seperti ini. Walau nafas mereka habis, Die tak
peduli...
"
... Shin...chan..."
The
End
Tidak ada komentar:
Posting Komentar