expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Follow me

20 Mei 2013

Tonight


Title : Tonight

Author : Duele Terandou Mori

Finishing : April 2011

Genre : Drama Romance

Rating : PG15

Chapter(s) : Oneshot

Fandom(s) : Dir en Grey

Pairing(s) : KaoruxToshiya

Note Author : Tuhan, berikan aku ketabahan untuk membuat cerita ini. Amin. *doa sang Author sebelum menulis* XDD *di kicol tokoh utama*

 

 

~*~

 

Even you were a million miles away. I could still feel you in my bed.

Near me, touch me, feel me…

 

(Try Sleeping with a Broken Heart - Alicia keys)

 

~*~

 

 

“Apa yang membuatmu harus pergi?”

“Pekerjaan.”

“Apa itu berharga?”

“Sangat.”

“Lebih dari aku?”

 

Kaoru menoleh dengan mata yang tajam padaku. Sementara aku mematut wajah kecewaku yang kubuang kearah lain. Samar kudengar helaan nafas dari pria itu yang kemudian datang dan duduk diranjangku, tepat disampingku. Aku hanya membuang muka, namun terkadang aku meliriknya.

 

“Toshiya, kau tahu pekerjaanku.”

“Ya, aku tahu.” Jawabku cuek.

“Kita sudah membicarakan ini sebelumnya, kan?”

 

Aku melengos. Kusingkap selimut tebal itu dan bergegas turun dari ranjang. Menghindar dari serangan mata sang pria kuat disampingku. Pria otoriter!

Bukannya aku tidak mengerti pekerjaannya sebagai musisi yang sibuk. Namun, terkadang aku selalu berpikir bahwa ini sudah lebih dari jam-nya bekerja. Aku hanya bisa bertemu dengannya beberapa jam setiap minggunya. Dan sekarang ketika waktunya habis dia akan kembali pergi dan menghilang tanpa jejak. Ini tugas atau keahliannya?

 

Saat kutengok, Kaoru sedang memakai flanelnya. Pikiranku melambung beberapa saat, ketika kutemukan sebuah ide kecil dari kepalaku. Aku bukan tak tahu pekerjaannya ini sangatlah penting, tapi aku ingin memastikan bahwa dia benar lebih mencintaiku daripada pekerjaannya. Seandainya aku tak menang, aku mau kedudukan antara aku dan pekerjaannya berdiri seimbang. Tidak! Kuralat, aku tak mau ada apapun atau siapapun yang menyamaiku di hati Kaoru! Egois? Manusiawi kurasa.

 

Aku kembali saat Kaoru berbalik menatapku. Kulihat kesempatan itu ada, kudekati. Membenarkan kancing kemejanya yang tak benar. Merapihkan dan membersihkan sisi-sisi bahunya dari debu yang tak terlihat.

 

“Jadi benar harus pergi sekarang?” Tanyaku, manja seolah tak rela. Aku memang tak rela.

“Pesawatku berangkat sejam lagi.” Jawabnya masih menatapku yang menekuk wajah. “Tidak akan sampai tiga hari.” Dia menghibur. Tapi itu tak cukup membuatku lebih baik. Aku hanya mau dia tinggal di sini, bersamaku. Sekarang!

 

Aku duduk kembali di ranjang kami. Mendongak padanya, hingga akhirnya dia pun duduk di sebelahku. Tanpa basa-basi aku merajuk, memanjakan diriku padanya. Ritual biasa yang kulakukan sebelum dia pergi.  Sedikit mengulur waktunya.

 

“Ini benar-benar tidak adil.” Aku berkata.

“Hm?”

“Hanya 12 jam denganmu dalam satu minggu? Apa itu menurutmu adil?”

“Saat liburan nanti semua waktuku akan akan kujual padamu.”

 

Aku tertawa. “Tapi aku serius, Kaoru.” Aku merangkulnya.

 

Namun ia bergeming, tetap tak menjawab. Tapi aku tidak mau menyerah.

 

“Aku juga serius.”

“Kalau begitu buktikan sekarang.” Mataku menatap pantulan tubuh kami di cermin, tepat di depan kami. Kaoru pun menatap pantulan wajahku dari cermin yang sama. “Buktikan, juga kalau kau punya kesepakatan atas janji kita tentang pekerjaanku.”

 

“Hmm.” Aku mendengus hebat. Tubuh yang tadinya terus mencoba merajuk padanya kini kuhempaskan keras ke ranjang hingga menimbulkan hentakan pada coil besi penyangganya.

 

Kaoru keras kepala. Lebih tepatnya susah dijatuhkan jika sudah menyangkut pekerjaan. Mungkin dipikirannya sekarang pekerjaannya jauh lebih penting, bahkan dari aku. Aku sedih :’(

Tapi merajuk padanya sekarang pun kurasa sia-sia. Dia akan tetap kukuh pada komitmennya tentang pekerjaan. Dan tebak, meski pun ini sangat menyebalkan. Justru karena inilah aku menyukai pria ini. Pria yang berbeda umur denganku 3 tahun denganku. Selain fisiknya yang rupawan, toh, aku lebih tertarik pada sikapnya yang tidak setengah-setengah.

 

“Pergilah.” Aku bangkit dari ranjangku. Berjalan santai sambil menenteng gelas dari meja di samping tempat tidur.

 

Mungkin saat ini Kaoru menatapku dengan kesal pula. Aku memang menyebalkan, karena setiap kali merajuk tak henti. Meminta ini dan itu. Bahkan terkadang aku memaksa.

Kali ini aku berdiri tepat di depan cermin. Mematut diriku sendiri yang terlihat kusam. Tak ada senyum, apalagi tawa. Yang kutahu, aku sebal. Menguntai senyum saja tak bisa. Mau menyembunyikan dari Kaoru pun aku tak ahli. Aku bukan pembohong, jika aku bilang aku tak suka, maka ku tak suka.

 

“Kupercepat sampai dua hari?” Kaoru mengajukan banding.

 

Aku tak menggubris. Aku masih mematut diri di depan cermin besar itu. Kulihat Kaoru mendekat, mengelus punggungku yang terbalut piyama satin sekarang.

 

“Toshiya…”

 

Dengan lembut dia mencoba membalikkan badanku, menghadap kepadanya. Tapi walau pun begitu aku masih enggan melihatnya. Aku tetap saja merasa tak ikhlas. Dia terus menatap, mencoba tenang kurasa dengan tidak mengatakan apa pun.

 

Baiklah, aku menyerah.

 

“Aku akan kembali lebih cepat dari yang kau bayangkan sebelumnya.” Umbarnya.

 

Aku tersenyum kecil. “Ya. Tidak usah di paksa. Kau selalu menang. Aku tidak akan pernah bisa menjatuhkan seorang Kaoru dalam urusan seperti ini.” Balasku.

 

“Kau sedang marah.”

“Tidak.”

“Ya.”

 

Aku tersenyum kecil. Kini kutatap flanelnya yang terkancing tak benar.

 

“Kalau pun aku marah, kau tetap akan pergi kan?” Jawabku menatapnya tajam. “Tak ada yang bisa menghalangimu, walau itu aku sekali pun.” Kali ini aku benarkan kancing kemejanya. “Lain kali kau harus lebih teliti mengancingkan ini.” Ujarku membuka kancing pertama pada flanelnya.

 

Ini membuatku tertawa ketika aku sadar kancingnya memang tidak benar semua. “Bagaimana kau bisa pergi dengan penampilan seperti ini?!” aku terkekeh.

 

“Oh yah?” dia tersenyum aneh.

 

Aku membuka satu persatu kancing kemejanya. “Ini tidak benar, Kaoru.”

 

“Biar kutebak,” Kaoru melakukan sesuatu. Aku tertegun melihat apa yang dia lakukan kali ini ketika ia membuka sendiri kancing jeans-nya dan menurunkan resletingnya hingga CK-nya terlihat. “… yang ini juga salah, kan?” Ujarnya sambil menunjuk’nya’.

 

“Hihihihi…” aku terkekeh.

 

Aku tidak ingat bagaimana bisa dia menggiringku kembali ke ranjang. Menjatuhkanku yang masih tertawa tak berhenti. Aku hanya tahu satu hal saat itu.

 

Kaoru tidak pergi dari sisiku sekarang.

 

 

 

 

The End

2 komentar:

  1. www sugoii kaoru ! jatuhkan istrimu

    by tano wkkk

    BalasHapus
    Balasan
    1. itu udah dijatuhkan neng ke ranjang cinta, hahaha

      Hapus