20 Mei 2013
Yokusou ni Dreambox
Title : Yokusou ni Dreambox
Author : Duele
Last Edited : Oktober 2011
Genre : AU
Rating : PG15
Chapter(s) : oneshot
Fandom(s) : Dir en Grey
Pairing(s) : General
Disclaimer : “Yokusou ni Dreambox” Aruiwa Seijuku no Rinen to Tsumetai Ame – Dum Spiro Spero (Dir en Grey)
Note Author : Salah satu judul dari fanfic nazaar saya dari Album Dum Spiro Spero (14 title)
***
Cerita ini tentang sebuah box sebesar box telepon umum. Box itu dikenal dengan sebutan ‘Yokusou ni Dreambox’ atau Keinginan dalam Kotak Mimpi. Mitosnya, box itu hanya bisa dilihat oleh orang-orang yang mengalami depresi akut atau hampir gila. Rata-rata yang terjerat dengan Box Mimpi ini adalah anak-anak usia pelajar yang stress dengan masalah sekolah atau mereka yang frustasi dengan kehidupannya.
Orang yang terjerat Box Mimpi ini akan disuguhkan banyak sekali potongan film pendek dimana mereka yang terjerat adalah si tokoh utama. Dalam Box Mimpi itu mereka seolah didoktrin untuk melihat mimpi terindah mereka hingga terbuai dan betah didalamnya. Tanpa mereka sadari Box tersebut akan menelan mereka dan menghilang bersama mereka. Yang tersisa dari diri mereka hanyalah selembar kertas bertuliskan ‘WANTED’ dengan gambar diri mereka di dalam Box.
“Anjeerr, tepu abis!” celetuk Die ketika selesai mendengar cerita itu.
Kontan saja wajah-wajah serius Toshiya, Kaoru maupun Shinya berubah kembali lega setelah sebelumnya tegang.
“Jah! Seriusan!” jawab Kyo, sang pencerita.
“Masa iya di abad millennium kayak begini masih ada barang aneh macam gituh. Mending pintu kemana saja-nya Doraemon, deh!” Die siap-siap melepas kaos olahraganya.
“Nah, ini kan cerita jadul. Nenek gue yang cerita~”
“Hahaha!” Die tertawa garing.
“Tapi aneh, Kyo. Jaman nenek lo tahun berapa ampe bisa ada Box pemutar film gituh, perasaan TV item putih aja masih belum ada -___-” komen Toshiya juga.
“Mane gue tauk. Namanya juga cerita.”
“Fiksi, ye.” Sambung Kaoru beranjak dari tempat duduk mereka.
Sementara Die masih tertawa mengejek sambil mengganti seragamnya. Kaoru menutup pintu kelas agar tak ada murid lain yang melihat mereka. Mereka berlima memang terbiasa berkumpul di kelas setelah jam olahraga selesai. Jika murid-murid yang lain langsung nongkrong di kantin untuk melepas dahaga, mereka berlima lebih senang ngadem di kelas daripada harus berdesak-desakan dengan murid lain. Biasanya, jika selesai olahraga bukan tubuh saja yang panas, tapi juga emosi di ubun-ubun kepala. Apalagi kalau terlibat senggol sedikit ketika antri beli minuman di kantin. Mainannya senggol bacok, men!
Dari situlah, sambil melepas dahaga dari minuman yang sudah disiapkan sebelumnya, terkadang mereka saling bercerita. Karena sekarang giliran Kyo, maka cerita kleniklah episodenya.
“Tapi jaman nenek gue katanya nih Box emang beneran ada. Temen nenek gue ilang sejak itu sampe sekarang belum ketemu.” Lanjut Kyo berusaha meyakinkan mereka.
“Nenek lo tega ngebohongin anak kecil.” Sahut Kaoru.
“Jangan-jangan temen nenek lo tuh ilang gara-gara kenalan sama laki-laki ngga dikenal via FACEBOOK!” ejek Die membuat yang lain tertawa.
“Terserah deh. Kualat lo, ye, ngatain nenek gue.” Kyo membuang muka sambil melipat tangannya di dada.
Tawa itu masih terdengar seru dari bibir Die, Kaoru dan Toshiya. Tetapi berbeda dengan Shinya yang masih anteng duduk di sebelah pemuda itu. Wajahnya kelihatan serius.
“Shin, kenapa mukamu pucat gituh?” tanya Kyo.
“Hee?!” Ketiga pemuda yang lain menengok ke arah Shinya dengan mata yang kaget.
“Jangan-jangan kamu percaya sama cerita Kyo?” sahut Die tak percaya.
Masa iya, Shinya ketakutan setelah mendengar cerita karangan Kyo? Walau pun Kyo bersikeras cerita ini sungguhan, toh, harusnya mereka sadar, cerita semacam itu bukan sesuatu yang nyata. Apalagi narasumbernya adalah nenek Kyo. Duh!
Shinya menoleh pada mereka, wajah Toshiya, Kaoru dan Die menatapnya dengan heran. Shinya merunduk sambil meremas ujung celana olahraganya.
“Shin?” Kyo mencoba memastikan kecurigaan teman-temannya. Terus terang, biar pun nenek Kyo sendiri yang bercerita, jauh di lubuk hatinya dia tidak percaya. Apalagi ada beberapa bagian yang dia tambah-tambahi tadi. Tetapi Shinya menggeleng.
“A—aku mau ke kamar mandi.”
Kontan saja wajah tegang di keempat teman-temannya berubah menjadi wajah lega dan lucu.
“Aku kira kamu beneran takut, Shin.” Kata Kyo tertawa lebar.
“Parah banget kamu Shin, takut sama cerita isapan jempol kayak gituh.” Sindir Toshiya. “Yaudah, gih dah ke kamar mandi sana, daripada kamu ngompol di sini.”
Shinya menoleh pada yang lain. “Anterin.”
GUBRAK!
***
“Bye!”
Kyo, Die dan Toshiya berpisah dengan Shinya dan Kaoru di pertigaan jalan distrik. Ketiga pemuda itu berjalan santai sambil bercanda. Die sibuk memainkan PSP pinjaman dari Shinya, sementara Kyo dan Toshiya mengobrol seru.
“Seru! Seru! Seru!”
“Seru. Seru!” XDDDD
Tiba-tiba langkah mereka dihentikan oleh hujan yang turun dengan deras. Maka ketiganya merapat pada depan toko untuk berteduh.
“Tumben banget, musim panas hujan?!” Toshiya merutuk sambil menepuk-nepuk bahu blazernya yang basah karena titik-titik air.
Die segera memasukan PSP-nya ke dalam sebuah pembungkus khusus.
“Ceilah, yang dipinjamin PSP sama Yayang~” goda Toshiya. Kyo melirik sambil meringis. “Ampe dimasukin ke kotak Pandora gituh, hihihi…”
“Bawel!” Die menjawab dengan sewot. Berkata dalam hati, SIRIK! Beribu kali XD
Sambil menunggu hujan reda, ketiga pemuda itu asyik bercanda gurau. Sampai akhirnya hujan mulai berhenti dan jalan sudah kembali dipenuhi oleh para pejalan kaki. Mereka melanjutkan perjalanan pulang mereka.
“Tapi Shinya lucu ya. Masa jadi takut cuman gara-gara cerita gue, hehehe..” lanjut Kyo sambil melirik pada Die.
“Hah! Demen kan lo bikin anak orang takut! Dasar!” lanjut Die hampir memukul kepalanya. Die tahu sekali hobi si pendek ini.
“Udah. Udah. Ribut mulu. Gue duluan, ya!” Toshiya melambai sambil berbelok pada tanjakan menuju rumahnya.
Tak lama berselang setelah itu, giliran Kyo yang yang pamit. Hingga tertinggal Die sendiri. Tapi tak seperti biasanya, Die kini mengambil jalan pintas ke arah lain setelah tahu bahwa jalan yang biasa dia lewati sedang dalam perbaikan. Jalan dialihkan ke tempat lain. Namun Die tahu jalan kecil yang lebih cepat menuju ke rumahnya. Melewati gang-gang kecil hingga akhirnya dia muncul di sebuah jalan besar. Menyebrang dari sini dan tibalah Die pada perkomplekan rumahnya yang daerahnya masih dalam pembangunan.
Saat itu Die masih asyik bermain dengan ponselnya, ternyata ia sibuk mengirim pesan singkat kepada Shinya.
Ting.
Sebuah tanda bahwa pesan singkatnya telah dibalas oleh Shinya.
‘Die, aku takut melihat lemariku.’
‘Duh, Shinya. Jangan terlalu percaya pada cerita Kyo. Itu cuman bohongan.’ Die memencet keypad ponselnya dengan seringai lucu di bibirnya.
Ting.
Die membuka ponselnya lagi saat bunyi pesan masuk itu datang.
‘Kalau beneran, bagaimana?’
Ya, Tuhan. Die mau tertawa rasanya. Antara gemas bercampur senang, ia membalas pesan dari Shinya lagi.
Die masih berjalan di pinggir jalan aspal kecil tersebut. Suara-suara mesin bor dan mesin pembangunan itu terdengar begitu riuh walau jaraknya beratus-ratus meter dari tempatnya berjalan. Awan masih gelap karena hujan tadi, bahkan rasanya kini semakin gelap. Perkiraannya tentang hujan yang akan turun lagi ternyata benar ketika titik-titik air itu kembali turun.
“Duh!” Die berlarian kecil menari tempat berteduh. Sayangnya karena daerah komplek rumahnya masih terbilang baru, halte-halte bus untuk berteduh masih belum diselesaikan dan tak beratap. Hingga akhirnya Die menemukan sebuah box asing yang tak pernah dia lihat sebelumnya. Die datang ke sana dan berteduh sementara.
“Box apaan nih?” Die menoleh setelah merapihkan seragamnya yang lepek karena hujan. Seingatnya, di tempat ini tidak ada box seperti ini sebelumnya. Bahkan, rasanya tadi pagi pun ia tidak melihatnya. Atau Die saja yang tadi tak terlalu memperhatikan karena sejak pagi ia sudah sibuk dengan ponselnya dan Shinya?
Jika ia perhatikan Box ini sepertinya masih baru. Warnanya yang mewakili warna anak perempuan kentara sekali berbau manis. Sebelum Die berpikir ini adalah sebuah box penjual makanan, matanya lebih dulu melihat beberapa photo-photo bergambar ramai seperti box photo pada umumnya yang ditempelkan pada dinding-dinding box berwarna Pink ini.
“Ooooh, ini box purikura.” Katanya setelah mengerti.
Die tidak pernah tahu pengelola perkomplekan rumahnya menyediakan fasilitas semacam ini. Sambil menunggu hujan reda, Die masuk ke dalam box berukuran cukup sedang. Didalamnya dua buah kursi tanpa punggung tersedia di depan sebuah layar besar. Mirip sekali dengan layar purikura pada umumnya. Tanpa ragu Die duduk di sana sambil melihat-lihat sekelilingnya. Di kedua sisi atas box tersebut, ada banyak lampu-lampu cantik yang berwarna-warni. Dibandingkan purikura, box ini lebih mirip dengan box karaoke. Hal yang masih Die pikirkan adalah aroma manis yang menguar dari dalam box ini sejak tadi. Kira-kira wangi apa ini?
‘WELCOME!’
Die tertegun ketika melihat layar besar di depannya mengeluarkan pesan. Tanda bahwa ia mengetahui ada pengunjung. Tidak aneh, karena hampir semua layanan seperti ini, mulai dari ATM bahkan sampai penjual minuman otomatis.
‘Please insert the coin…’
Koin? Die terdiam sejenak sampai akhirnya dia merogoh-rogoh isi kantung celananya. Seingatnya, ia masih memiliki logam 10 Yen dikantungnya. Tanpa ragu, Die memasukan koin tersebut pada lubang yang tersedia.
‘Ten minute for set your dream. Click the option.’
“Hah?” Kali ini keanehan Die membuat mulutnya bersuara.
Pada muka layar terpampang beberapa pilihan.
Photo set.
Film.
Save.
Live.
Exit.
Die mencoba memilih pada bagian ‘EXIT’ namun ditolak. Kolom pada pilihan ‘Photo Set’ berkedip-kedip sejak tadi. Die tak berpikir apa pun ketika akhirnya dia menyentuh pilihan tersebut. Dan layar pun langsung berubah memperlihatkan wajah Die di layar. Dari ujung layar terlihat waktu penghitung mundur untuk pemotretan, Die bersiap.
Klik!
Wajah Die telah diphoto dan ditaruh dalam sub menu. Kemudian layar tersebut kembali pada pilihan menu utama. Kali ini, kolom pada ‘FILM’ mulai berkedip-kedip. Die tertegun sejenak. Lalu kembali menyentuh layar dari pilihan yang sepertinya bergerak sendiri. Berbeda dari pilihan pertama, Die disuguhkan sebuah pertanyaan.
‘Please, typed a film on form.’
Lengkap dengan tab berbentuk keyboard pada layarnya. Die termenung, lalu ia mencoba mengetik beberapa buah judul film box office kesukaannya. Namun hasilnya, nihil. Layar tersebut mengatakan tak ada kategori film seperti itu. Die aneh. Sejenak berpikir, layar tersebut kembali memberikan pertanyaan.
‘Please, typed about your true film related with your dreams.’
Die tercenung. Pemuda itu mulai berpikir yang aneh, hingga bertepatan saat itu ponselnya berbunyi. Sebuah pesan singkat dari Shinya yang menanyakan keberadaannya.
“How sweet… <3”
Die kembali berfokus pada layar di depannya setelah membalas pesan singkat penuh cintanya untuk Shinya. Ia pun lalu mengetik sebuah nama.
‘Shinya’
Dan selanjutnya cukup membuat Die terperangah ketika layar tersebut menjadi putih, seisi box berubah tanpa ia sadari. Die terhenyak melihat layar tersebut mulai menampilkan sebuah cuplikan film pendek. Mata Die tak sekali pun mau berkedip melihat film aneh yang bersetting pada awal kehidupannya. Die benar-benar dibuatnya tak percaya ketika potongan-potongan film ini memperlihatkan banyak sekali alur mimpi yang pernah Die impikan. Tentang Ibu, tentang Ayah, bahkan Shinya, dan beberapa prediksi tentang target masa depannya yang ia idam-idamkan.
Semuanya muncul dan terangkai dalam sebuah film pendek.
‘Save it for your future? Y/N’
Die mulai merasa aneh. Pria itu langsung berdiri dari kursinya.
Ting!
Tapi ia dikejutkan oleh suara ponselnya yang berbunyi lagi. Dengan cepat Die membaca pesan singkat dari Shinya yang isinya menjadi sangat aneh. Kening Die berkerut ketika membaca isi pesan Shinya yang hanya mengatakan, ‘Yess.’
Die bergeleng-geleng. Ada yang tak beres di sini. Ia mencoba men-dial nomor Shinya, tapi telepon itu sama sekali tak tersambung. Masuk pada nada tunggu pun tidak, ia seperti tak mendapat sinyal sama sekali. Die semakin kebingungan. Entah kenapa tiba-tiba, ingatannya soal cerita Kyo tadi siang cukup mengusiknya kali ini.
Die segera berbalik mencari pintu keluar, tapi hal yang aneh kembali terjadi. Pintu yang tadi ia masuki kini hilang. Menyatu dengan dinding-dinding box. Die panik. Tak tahu harus bagaiman, ia mulai mengambil tindakan untuk menerobos dinding ini dengan mendobraknya.
BRUK!!
BRUK!!
Tetapi hasilnya sangat mengecewakan. Die tak bisa keluar dari sana, bahkan dinding-dinding box ini sama sekali tak tergores karena ulahnya. Die semakin bingung. Ia mengambil lagi ponselnya, tetapi sayang sinyal pada ponselnya raib, bahkan kini ponselnya mati dengan sendirinya.
“Hh!!” Die frustasi! “Tolong!!! Tolooong!!!” sambil meminta tolong Die menggedor-gedor dinding box tersebut. “Siapa pun!!! Tolong aku!!! Tolooong!!!”
Die berusaha menghantam dinding box tersebut dengan keras. Namun dindingnya sama sekali tak rusak.
“Tolongg!!!”
Suara Die dari dalam perlahan terdengar mengecil tatkala dindingnya mulai bergeser.
“Apa?!” Die mundur seketik ketika dinding-dinding box tersebut seperti bergerak. Bergerak kepadanya, atau mungkin mulai mengecil.
“AKHH!!!!”
***
Hujan berhenti kala itu. Matahari yang sedari tadi bersembunyi di balik hitamnya awan kini mulai berani menampakan dirinya. Cuaca yang tadinya tidak bersahabat kini mulai kembali stabil dengan teriknya matahari di musim panas.
Angin yang berhembus terik kali ini cukup kencang membawa debu. Terkadang beberapa sampah ringan ikut terbawa. Depan perkomplekan itu nampak sunyi tak berpenghuni, walau pun sesekali dilintasi beberapa mobil dari salah satu penghuni komplek.
Saat angin berhembus kencang, sebuah kertas coklat beterbangan ke angkasa. Salah satunya kini menempel pada kaca mobil salah satu pengendara yang lewat hingga ia harus menghentikan mobilnya tiba-tiba.
“Apa ini?” sang pemilih mobil yang turun dan mengambil kertas yang menempel pada kaca mobil depannya sambil mendecak. Matanya melihat bacaan yang cukup mengejutkan berisikan pencarian orang hilang.
‘WANTED. Andou Daisuke. 18 Years Old.’
Ia termenung dan melihat banyak sekali selebaran kertas yang sama di pinggiran sebuah box berwana terang.
"Box apa itu?”
FINISH
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar