expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Follow me

27 Mei 2013

EXODUS (Part 16)

 
Title : EXODUS
Author : Duele
Finishing : Mei 2013
Genre : Fantasy
Rating : PG15
Chapter(s) : 16/on going
Fandom(s) : Dir en Grey, Hakuei (Pennicilin), Hyde, GACKT, Uruha (The GazettE)
Pairing(s) : DiexShinya
Note Author : Thanks for keep reading this story J
 
 
 
*****
 
 
Shinya dihadang oleh para peri salju yang menjaga tempat itu. Ia tak menyangka para peri ini tak memperbolehkannya pergi. Para peri bertubuh mungil seperti anak-anak itu berdiri mengitari Shinya. Peri-peri itu menjaganya agar tak kabur.
 
“Tolong biarkan aku pergi…” ujarnya.
 
Tetapi peri-peri itu tidak menjawabnya. Shinya tahu para peri memang tak bisa menjawabnya, mereka tak bersuara layaknya manusia dan hewan. Sebenarnya, sebagian dari para peri memang tak bisa bicara, melihat ataupun mendengar. Namun mereka memiliki indra lain yang mampu menggantikan itu semua dan membuat mereka seperti memiliki semuanya. Mata-mata mereka rata-rata tak memiliki lingkaran hitam dan serba putih seperti hantu. Tetapi wajah-wajah mereka benar-benar imut dan menggemaskan. Beberapa orang yang melihatnya akan berpikir bahwa mereka anak-anak buta, namun sebetulnya mereka mampu merasakan keberadaan makhluk lain dua kali jauh lebih sensitive.
 
Itu sebabnya, saat Shinya mencoba pergi dan mengelabui mereka. Mereka sadar dan segera melakukan perintah Tuannya. Hanya saja Shinya belum mengerti, kenapa peri-peri seperti mereka tunduk kepada perintah Uruha?
 
Memang tidak semua peri memiliki hati yang baik, namun beberapa peri tak beruntung karena harus jatuh ke tangan yang salah. Biasanya mereka yang bisa menaklukan para peri adalah orang yang berilmu sangat tinggi. Mungkin Uruha contoh nyata penyihir hitam macam apa yang mampu menaklukan para peri ini hingga menurut padanya.
 
Tetapi Shinya juga bukan penyihir sembarangan. Dia bukan orang awam yang baru bertemu dengan peri semacam ini. Maka dari itu Shinya mencoba menggertak dengan sedikit sihirnya.
 
“Uuu…” para peri salju itu berlarian dan saling memeluk satu sama lain.
 
Pada dasarnya, peri-peri masih sangat kecil. Shinya menghilangkan aura sihirnya dan mencoba mendekati mereka. Awalnya mereka ketakutan, tetapi Shinya mencoba berinteraksi dengan mereka sehingga mereka mengerti posisinya.
 
“Aku mohon…” pintanya.
 
Para peri itu saling melirik satu sama lain. Shinya memegangi lembut tangan seorang peri untuk meminta bantuan. Hingga akhirnya mereka membukakan jalan lain untuk Shinya. Peri-peri berdiri dan membuat jalan baru untuk Shinya.
 
Shinya segera melangkah masuk, saat ia hendak pergi ia berterima kasih kepada peri-peri tersebut.
 
 
****
 
 
“Shinya!!!”
 
Die menarik penyihir itu dengan kedua tangannya sebelum pegangannya terlepas seutuhnya. Tubuhnya sempat hampir terbawa angin kencang yang terjadi akibat pertempuran Toshiya dan Uruha yang tak kunjung selesai. Setiap kali mereka menyerang satu sama lain, benturan hebat berupa angin dan gelombang besar ikut menyapu ke bumi.
 
Saat angin sedikit reda, Die menarik ke dekatnya dan membawanya bersembunyi di balik batu. Teman-temannya yang lain melakukan hal yang sama untuk menghindari amukan dari kekuatan magis yang sedang bergejolak di langit.
 
Uruha maupun Toshiya belum mengalah satu sama lain. Keduanya bersikeras untuk mempertahankan posisi mereka. Walaupun kelihatannya kedua sedikit kelelahan. Sihir-sihir hebat sempat mereka keluarkan untuk menjatuhkan lawannya. Namun, keduanya memanglah penyihir yang kuat sampai tak ada satupun yang kalah hingga saat ini.
 
Toshiya bersiap-siap lagi untuk menyerang, Uruha waspada dan saat mereka saling menyongsong sebuah petir besar menyambar keduanya.
 
JDAAARR!!
 
“Aaaakkhh!!!”
 
Kedua terpental dari langit dan jatuh ke bumi.
 
BOOM!!
 
Begitu hebat sambaran itu hingga membuat keduanya jatuh ke tanah dengan suara dentuman yang sangat keras. Jika mereka manusia biasa sudah dipastikan tubuh mereka sudah tak berbentuk lagi.
 
Kaoru dan teman-temannya yang lain yang melihat kejadian itu begitu terkejut. Terlebih lagi saat munculnya petir itu. Kaoru segera keluar dari persembunyinya dan mendatangi arah jatuhnya para penyihir itu.
 
“Pangeran!!” Hakuei mengikutinya. Kyo dan Hyde saling menatap dengan bingung.
 
Kaoru berlari secepat mungkin dan menemukan sebuah lubang besar di tengah hutan. Pepohonan di sekitarnya patah karena kekuatan dentuman yang terjadi. Kaoru berdiri di sana dan melihat tubuh Toshiya yang tergolek di tanah dengan sekujur tubuh memar dengan luka.
 
“Pangeran…” Hakuei yang baru sampai di sana terlihat aneh melihat wajah Kaoru yang kelihatan kaget bercampur cemas. Cemas? Hakuei sepertinya harus memastikannya sendiri. Tetapi ketika Kaoru berjalan ke arah lubang besar tempat Toshiya terjatuh, ia yakin, Pangeran yang satu itu memang aneh.
 
Kaoru berdiri tak jauh dari tempat Toshiya yang tak sadarkan diri. Ia sendiri belum sadar dengan apa yang sedang ia lakukan di sana, hingga suara panggilan Hakuei menyadarkannya.
 
“Pangeran! Pangeran!!” panggilnya. “Cepat pergi!! Lihat itu!” Hakuei menunjuk ke arah langit. Di atas sana, awan mendung semakin gelap seperti tak pernah mengenal sinar matahari. Suara bergemuruh terdengar sangat keras dan menakutkan. Sesuatu seperti sedang marah dan membuka kegelapan itu kian gelap dan mengerikan.
 
Kaoru yang melihat sekitarnya sudah tak lagi aman segera membawa tubuh Toshiya yang terkulai. Disusul dengan erangan tak percaya dari Hakuei.
 
“Pangeran, kau sudah gila?” protes Hakuei saat Kaoru melewatinya.
“Aku tidak bisa membiarkan dia mati begitu saja kan?”
“I-iya, sih. Tapi…kan…”
“Sudah cepat pergi dari sini!”
 
 
*****
 
 
GABRUK!
 
Shinya terjatuh saat berlari. Ia menoleh ke belakangnya. Ia sudah cukup jauh berlari untuk menjauh dari tempat gelap itu. Shinya benar-benar kelelahan saat itu, sehingga ia tidak mampu bangun untuk berlari. Nafasnya seperti terputus dan pandangannya mulai kabur.
 
Ia hanya bisa membalikan badannya dan terbaring terlentang. Langit yang senja itu akhirnya bisa ia lihat kembali setelah sebelumnya hanya kegelapan yang ia kenali. Shinya tak bisa memaksakan tubuhnya untuk bergerak lebih jauh. Bahkan kali ini kelopak matanya pun memaksanya untuk berhenti sejenak.
 
Saat Shinya memejamkan matanya kedua tangannya meremas rumput dan tanah. Ada sesak yang mengalir di dadanya saat itu kala ia berharap seseorang dapat menemukannya di sini dan membawanya pergi.
 
Die…?
 
 
“Kau tidak apa-apa?” Die memeriksa sekitar tubuh Shinya yang kurus. Shinya tidak menjawab, ia hanya tersenyum. Die hanya mengerutkan keningnya meskipun ia menyungginkan senyum serupa. Shinya agak aneh akhir-akhir ini, pikirnya.
 
“Jenderal!” suara Hakuei terdengar.
 
Mereka yang bersembunyi segera keluar dari tempat persembunyiannya. Tetapi melihat Kaoru membawa orang, mereka pun saling menyahut terkejut.
 
“Apa?!” Die yang paling kaget tentu saja. Melihat Kaoru membawa Toshiya dan menyelamatkannya, apakah ini sebuah jebakan?
“Kau gila, ya?!” ujarnya. “Kenapa kau membawanya kemari?”
“Aku tidak bisa membiarkan dia mati di sana.”
“Memangnya apa peduli kita?!” Die mendekati Kaoru.
“Kau membawa musuh kemari? Bagus.” Ejek Kyo.
“Dia ini musuh kita, Kaoru!” sambung Die lagi.
 
Tetapi Kaoru tetap berdiri di sana, ia menatap Die dengan serius.
 
“Musuh atau bukan, aku tidak bisa membiarkan orang lain mati di depanku lagi.” Katanya.
 
Die membatu di sana, Kaoru membawa tubuh Toshiya yang terluka ke bawah pohon dan dibaringkannya di sana. Die menginjak tanah dengan kesal. Hakuei hanya merutuk, Kyo tertawa mengejak dan Hyde atau Shinya yang hanya diam tak bersuara. Hyde tak mempermasalah baik atau buruknya menyelamatkan penyihir seperti Toshiya, karena perhatiannya masih tertuju pada Shinya.
 
*****
 
 
Mungkin menyelamatkan musuh adalah tindakan yang bodoh. Kaoru bahkan tidak bisa mempercayai apa yang telah ia lakukan. Tetapi, sungguh Kaoru merasa terpanggil dan tidak bisa meninggalkannya saat itu.
 
Kaoru memeras kain basah untuk membersihkan luka-luka memar yang terkumpul di tubuh Toshiya. Kekuatan petir itu begitu besar hingga membuatnya sampai tak sadarkan diri sampai saat ini.
 
“Kau yakin melakukan ini semua?” Hyde muncul.
 
Mungkin dari semua orang yang menentang perbuatannya, yang berdiri di posisi netral saat ini hanyalah Hyde. Shinya yang Kaoru pikir akan membantunya pun ikutan berdiam diri.
 
“Iya.”
“Kau akan membawa celaka bagi yang lain.” Hyde membantunya mengganti air kompresan.
“Aku paham,”
“Kalau kau paham, kenapa kau tetap melakukannya?”
 
Kaoru diam. Ia tidak menjawab. Dan Hyde juga sepertinya tidak terlalu menginginkan jawabannya. Ia melihat ke arah teman-temannya yang lain.
 
“Aku tidak mau memperkeruh suasana, hanya saja aku harus bicara dengan salah satu dari kalian yang mungkin pikirannya masih bisa menerima pendapatku.” Kata Hyde kemudian.
 
Kaoru menoleh ke arahnya dengan wajah curiga.
 
“Karena aku tidak bisa bicara dengan mereka, apalagi Jenderal Die.” Lanjutnya. Otomatis, Kaoru menoleh ke arah Jenderal Die yang sedang bermalas-malasan di sana.
“Apa maksudmu?”
 
Hyde memandanginya dengan mata yang serius. Kemudian dia melirik ke Toshiya yang masih belum sadar.
 
“Aku juga tidak bicara dengan keadaan seperti ini.”
“Kau terlalu berhati-hati. Apakah ini sangat buruk?”
“Lebih buruk dari apa yang kau bayangkan sebelumnya, karena tidak ada yang tahu kecuali aku.” Hyde melihat Toshiya. “Tapi aku juga tidak bisa bicara denganmu sekarang…”
 
Lagi-lagi kening Kaoru mengerut.
 
 
 
“Huks..!! Uhukk! Uhukk!!”
 
Shinya terbangun dengan mengejutkan. Matanya membuka pelan-pelan meskipun dadanya terasa meledak karena batuk. Masih dengan tubuh yang lemah, Shinya bangkit dari pembaringannya. Rasanya tubuhnya mulai sedikit lebih ringan setelah tertidur hampir seharian. Tetapi lemasnya tak kunjung hilang terlebih lagi pada kedua kakinya. Rasanya benar-benar lemas.
 
Tetapi ia berencana pergi sejauh mungkin, tenaganya sudah mulai terhimpun. Walau agak tertatih berjalan, Shinya berusaha bergerak dari sana sebelum penyihir itu menemukannya. Tapi sepertinya keputusannya sedikit meleset. Hutan di malam hari sama berbahayanya dengan penyihir. Terlebih lagi hutan gelap yang tak sengaja Shinya singgahi.
 
Tak jauh dari tempat Shinya berdiri, muncul lampu-lampu berwarnah biru gelap. Dan kabut mulai terlihat. Sekelebat bayang muncul kemudian. Samar-samar ia mendengar suara lonceng yang menggelitik genderan telinganya. Shinya segera menyingkir dari sana dan menyembunyikan dirinya ke sebuah pohon dan menenggelamkan dirinya di balik akar pepohonan yang besar. Wajahnya berubah menjadi pucat dan ekpresi ketakutan yang terlihat jelas di wajahnya.
 
Shinya tidak pernah melihat ini sebelumnya. Suara lonceng dan nyanyian-nyanyian pilu mengalun kemudian. Suara renyah tawa anak-anak mengerjai pikirannya dan langkah-langkah kaki merangsek rerumputan yang begitu jelas,
 
Shinya tak yakin namun jika ia menebak makhluk-makhluk yang muncul di sekitarnya kini adalah gerombolan dari hantu pemakan jiwa manusia.
 
Shinya pernah mendengar cerita mengenai mereka. Gerombol pemakan jiwa manusia berkumpul dan muncul tak di duga pada malam hari saat mendung. Mereka jarang sekali muncul, tetapi jika seorang manusia berhasil mereka tangkap dan terjerat dengan tipu muslihat mereka, mereka pasti mati. Shinya tidak bisa menghindar dengan sihir, karena sihir tidak mempan terhadap makhluk seperti mereka. Sebagian diri Shinya merasakan ketakutan yang amat luar biasa saat itu sehingga membuatnya tetap meringkuk dan menahan pergerakannya yang mungkin saja menarik perhatian mereka.
 
Tring!
 
Lonceng-lonceng itu terdengar semakin dekat, dan Shinya semakin takut. Ia takut mereka bisa mencium kehadiran Shinya saat ini.
 
 
*****
 
 
Toshiya membuka matanya yang pedih dan merasakan sekujur tubuhnya remuk hingga ia mengaduh. Sesaat kemudian suara asing terdengar olehnya, dan ia melonjak.
 
“Kau..!”
 
Kaoru menjaga jarak, Toshiya mengeluarkan sihir tetapi kandas karena luka yang dideritanya.
 
“Aku tidak akan melukaimu,” ujar Kaoru.
 
Toshiya melepaskan segala atribut yang ia pakai, hanya kain pakaiannya yang melekat kini saat ia beringsut kabur. Kaoru diam di sana. Toshiya gigih bergerak walau kondisinya memprihatinkan.
 
“Kau tidak akan selamat dengan kondisi begitu.” Ujar Kaoru.
“Apa pedulimu!”
 
Dan sesaat suara Die terdengar.
 
“Hei!!” Dia melihat musuh bebuyutan sadar dan Kaoru terlalu dekat dengannya. Dia bisa diserang dengan mudah.
 
Toshiya yang melihat gelagat Die dengan senjata segera menghindar, ia berhasil bangkit dan berlari ke arah hutan saat Die muncul. Tepat saat itu Kaoru berdiri dan menahannya, memintanya untuk membiarkan penyihir itu pergi.
 
“Kau benar-benar…” Die menggelengkan kepalanya.
 
Namun Kaoru tak mempedulikan kekesalan Jenderal Die. Ia hanya berdiri di sana melihat sang penyihir tertatih meninggalkan mereka.
 
 
*****
 
 
Shinya bangun karena tetesan air dingin yang jatuh di sela wajahnya. Ia baru menyadari bahwa ia selamat dari munculnya hantu pemakan manusia. Langit gelap mulai terlihat kebiruan, meskipun matahari belum menunjukan keagungan sinarnya. Shinya bangkit dari sana dan melihat sekelilingnya sebelum akhirnya memutuskan untuk berjalan kembali menyusur ke dalam hutan. Tubuhnya saat itu terasa menggigil dan perutnya terasa sangat lapar. Namun tak ada satupun tumbuhan yang bisa ia makan.
 
Matahari mulai meninggi. Berjalan terus membuat tubuhnya terasa mulai letih. Untungnya ia menemukan sebuah mata air kecil di sana. Itu seperti sebuah keajaiban. Shinya datang menyongsong dan mengais sedikit air untuk ia minum. Dahaganya terobati, namun tidak rasa laparnya. Dia benar-benar sangat lapar dan terasa mulai agak pusing.
 
Shinya berusaha mencari-cari sesuatu untuk ia makan. Kemudian dia menemukan sebatang pohon kecil buah jeruk yang tumbuh subur di sana. Shinya selamat!
 
 
*****
 
Perjalanan mereka sudah cukup jauh. Cukup jauh untuk meninggalkan kekesalan sementara dari Jenderal Die mengenai kebodohan akut Kaoru untuk menolong musuh. Dua hari lamanya Jenderal Die mendiamkannya, tetapi Kaoru tidak merasa bahwa ini adalah pertengkaran hebat. Karena seperti biasa, amarah Jenderal Die hanya sesaat.
 
Kini Jenderal Die lebih focus kepada Shinya. Eh, sejak kapan mereka begitu dekat? Pikir Kaoru.
 
Namun pikiran itu segera teralihkan saat ia melihat Hyde melintas cepat di depannya. Ia ingat beberapa hari lalu Hyde ingin mengatakan sesuatu padanya. Kaaoru sempat lupa tentang hal itu. Kini begitu ia mengingatnya ia jadi ingin tahu hal penting yang ingin Hyde sampaikan padanya. Maka pada malam hari saat mereka beristirahat, secara diam-diam Pangeran Kaoru mendatangi Hyde dan memintanya untuk bicara..
 
“Aku rasa kita sedang ditipu.” Kata Hyde.
“Oleh siapa?”
“Seseorang yang kita anggap baik.”
 
Kaoru sama sekali belum paham dengan maksudnya. Sampai kemudian Hyde menegakan sorot matanya kepada Shinya. Kaoru terkejut.
 
 
*****
 
Perjalanan Shinya cukup berat saat itu. Tetapi ia bersyukur bahwa keberuntungan masih berpihak padanya. Dan kini langkah kakinya telah mengeluarkannya dari hutan dan menuju pada padang lapang yang mengerikan.
 
Tidak. Ini tidak seperti keberuntungan yang ia harapkan saat di depan matanya Shinya melihat setengah isi hutan yang sudah hangus terbakar kini riuh dengan ratusan bahkan ribuan ekor kuda dengan prajurit di atasnya. Mereka berdiri dengan gagah sambil membawa sebuah bendera kebesaran. Mata Shinya tidak mampu lepas dari apa yang ia lihat saat ini. Bahwa ia menyadari, kini ia terperangkap dalam sebuah medan pertempuran.
 
“Heaaaaa!!!”
 
Aba-aba dari Jenderal besar di depan ratusan prajurit berkuda member perintah mulainya peperangan. Sekejap barisan kuda-kuda berperisai itu berhamburan dan pecah berlari menyerang sekelompok prajurit berkuda lainnya.
 
Ini perang sungguhan.
 
 
*****
 
“Maksudmu, Shinya sedang menipu kita? Itu tidak mungkin.” Tepisnya.
“Mungkin kalau dia benar Shinya, dia tidak akan menipu kita.”
 
Awalnya Kaoru masih belum paham betul.
 
“Baiklah, kukatakan jujur padamu. Dia bukan Shinya.”
“Kenapa kau bicara begitu? Kalau dia memang bukan Shinya, Kyo pasti tahu.”
“Itulah yang aku takutkan. Sehebat apakah sihir yang ia pakai sampai bisa mengelabui kalian semua.”
“Kau tak ada bukti.”
“Kau tidak sadar juga ya…” Hyde menghela. “Apa kau pernah berbicara pada Shinya?”
“Tentu saja.”
“Apa dia menjawab segala pertanyaanmu?”
 
Kaoru diam.
 
“Satu lagi, saat kita diserang monster-monster itu, apa kau lihat dia berusaha bertahan menggunakan sihir?” Hyde menatap Kaoru yang diam, “Tidak.”
 
Kaoru semakin bingung.
 
“Satu lagi, ini yang seharusnya membuatmu yakin bahwa dia memang bukan Shinya.” Tukasnya. “Seburuk atau sejahat apapun orang yang pernah mencelakainya, jika ia sakit, Shinya pasti akan menolongnya, siapapun dia, termasuk penyihir hitam tempo hari. Tapi pernah kau lihat Shinya sedikit menunjukan rasa simpatinya terhadapmu ataupun penyihir itu.”
 
Kaoru bergeming.
 
“…tidak.” Hyde menjawab kebisuan Kaoru.
 
“Lalu kenapa… kenapa Kyo yang seharusnya lebih peka…”
“Kyo setengah siluman, aku setengah vampire. Di mataku kalian makhluk yang memiliki darah, tetapi Shinya yang sekarang… aku bahkan tidak bisa melihat unsur darahnya.”
“Apa kau sudah memberitahu yang lain?”
“Siapa? Jenderal Die maksudmu?” Hyde tertawa mengejek.
“Tapi selama ini pun Shinya tidak melakukan hal yang aneh.”
“Mungkin. Bagaimana kalau makhluk itu diciptakan bukan untuk menyerang kita tapi untuk memata-matai?”
“Kau pikir ini ulah penyihir hitam?” tiba-tiba saja Kaoru membayangkan Toshiya.
“Mungkin.”
 
Kaoru mencoba berpikir jernih. “Jika benar dia bukan Shinya, lalu di mana Shinya?”
 
 
Tak!!
 
“!!!”
 
Mata Shinya membelalak sesaat setelah sebuah panah menancap tepat di batang pohon di sebelahnya. Shinya kembali mengamati perang besar yang terjadi di depan matanya. Sebuah kelompok berbaju zirah dominan hitam sepertinya mulai kalah karena prajuritnya terlihat mundur ke arahnya!!
 
Ya, pasukan yang kalah itu kini berlari ke arah hutan tempat Shinya berlindung saat ini!
Panik, dia pun berlari. Siapa sangka arena perang bergeser hingga ke hutan tempat dimana Shinya bersembunyi. Para prajurit itu berperang dengan senjata-senjata mengerikan yang belum pernah Shinya lihat sebelumnya. Sebuah senjata dengan anak panah berapi banyak yang menancap di sana-sini membuat hutan terbakar. Dan Shinya disibukan dengan pelariannya yang sialnya kini sudah terlambat karena sebagian dari prajurit-prajurit itu berperang ke dekatnya.
 
“Hah!!!”
 
Shinya menghindar dari mereka semua. Berlari ke tempat aman saat beberapa kuda melesat cepat, mengamuk dan hampir menginjak tubuhnya. Shinya benar-benar terjebak dan tidak bisa menghindar di antara peperangan ini.
 
“Bunuh mereka semua!!”
 
Denyut peperangan tak lagi terelakan, bagaimana caranya Shinya menghindar? Jangankan menghindar, Shinya kini terpojok di sudut hutan dan membiarkan dirinya hanyut dalam peperangan ini. Tebasan demi tebasan, kekerasan dan darah mewarnai peperangan yang cukup singkat tersebut. Gemuruh suara derap kaki kuda kian memperkeruh jeritan dan gertakan peperangan yang akan berakhir ketika mereka semua berhasil melenyapkan musuh-musuh mereka.
 
Crassh!!
 
Shinya jatuh terjerembab saat melihat seorang prajurit menebas prajurit lain dengan pedangnya. Dan kini prajurit itu melihatnya. Ia berlarian ke semak belukar saat prajurit itu mengejarnya. Shinya benar-benar tak habis pikir kenapa ia harus berada di dalam peperangan ini. Ini benar-benar melelahkannya.
 
Shinya mencoba kabur sebisanya, tetapi sisa keletihannya tak membantunya hingga ia jatuh dan terperosok ke dalam lubang yang cukup dalam sampai prajurit berbaju zirah itu menemukannya. Shinya dirudung kepanikan dan ketakutan yang tak bisa tergambarkan saat itu. Ia tak sadar bahwa perang telah usai dengan seorang pemenang di sana. Saat ia mendengar suara ketukan kaki kuda mendatangi mereka, Shinya mendongakan kepalanya yang pegal ke atas demi melihat seseorang berbaju gagah menatapnya dari balik topi besinya. Shinya mampu melihat kedua bola mata yang menatapnya di baliknya, sesuatu yang membuat Shinya cukup merasa lemas hingga kemudian kesadarannya menghilang perlahan.
 
“Uuhh…”
 
Gabruk.
 
 
 
 
 
Continue…

4 komentar:

  1. Pah, ada typo lagi XD

    eyang shinshin bau2nya bakal semakin menjauh dr rombongan :O
    episod ini eyang shinshin kebagian peran paling capek, lari terus, yg baca sampe ikut capek XDD

    BalasHapus
    Balasan
    1. yang mana? aduh, koreksiin dong buat papa, darling <3

      hehe, kasian ya eyang putri lari2 mulu. Kasian ntar tambah kurus dia lol

      Hapus
    2. 1. Uruha maupun Toshiya belum mengalah satu sama lain. Keduanya bersikeras untuk mempertahankan posisi mereka. "Walaupun kelihatannya kedua sedikit kelelahan."
      2. "Samar-samar ia mendengar suara lonceng yang menggelitik genderan telinganya."

      weh, iya pah, kesian nanti tambah kurus XD yg baca aja ikuta megap gini XDD
      sebenernya Sa pensaran, itu eyang shinshin dibukain jalan ke mana sih ama peri2 salju? malah nyasar ke dunia(?) lain XD

      Hapus
  2. Lanjutan part24 jgn lupa ya thor due

    BalasHapus