expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Follow me

02 Maret 2013

EXODUS (Part 5)

Title : EXODUS

Author : Duele

Finishing : Oktober 2012

Genre : Fantasy

Rating : PG15

Chapter(s) : 5/on going

Fandom(s) : Dir en Grey

Pairing(s) : DiexShinya

 
 

*****

 

ALIS Die menyatu karena keheranannya. Saat Shinya berkata bahwa srigala berbulu perak itu adalah kakaknya. Siluman itu adalah kakaknya?

 

“Sebenarnya kau ini apa?” Die tak mengerti. “Kau penyihir, kakakmu siluman. Kalian benar-benar iblis...”

 

Shinya tercengang. Srigala itu menggeram. “Jaga omonganmu, manusia!”

 

Die tidak menghiraukan geraman marah sang srigala. Dia hanya menatap Shinya dengan mata yang semakin tajam. Lalu Die mengacungkan ujung pedangnya pada pemuda itu.

 

“Mau apa kau!” srigala itu marah.

“Bergerak dari sana kubunuh dia!” ancam Die.

 

Shinya mematung di tempatnya, srigala itu mencakar tanah dengan kuku-kuku tajamnya. Apa yang sebetulnya ada di kepala Die. Tiba-tiba dia menjadi sangat marah dan ingin membunuh Shinya sekarang juga.

 

“Kau iblis.” Die mengeratkan pegangan pada tuas pedangnya. “Sebetulnya siapa kau?”

 

Shinya hanya diam.

 

“Apakah kau sebetulnya kaki tangan Ursula?”

“Bukan.”

“Bagaimana kau bisa membuktikan bahwa kau bukan kaki tangannya? Hubunganmu dengan siluman dan sihirmu sudah cukup membuktikan kau kaum penyihir hitam.” Die mengangkat dagu Shinya dengan ujung pedangnya. Srigala itu kelihatan semakin marah, tetapi dia tidak berani bergerak. “Jika kau lukai dia, aku akan membunuhmu!”

 

Die menoleh cepat pada srigala itu. “Kau. Kau srigala yang sudah menyerang desa, bukan?”

 

“Bukan! Bukan dia!” Shinya menjawab.

“Diam!!” gertak Die, ia kembali menoleh ke arah srigala itu. “Aku tahu srigala jadi-jadian sepertimu harus memakan jantung manusia untuk tetap bertahan hidup. Memangnya selain kau siapa lagi?”

 

Shinya dan srigala perak itu terperanjat. Die tahu hal semacam itu?

 

“Dia sudah tak lagi makan jantung manusia.”

 

Die menoleh pada Shinya lagi. Ia menempelkan muka pedangnya pada pipi pemuda itu.

 

“Kau penyihir yang membantunya untuk mendapatkan jantung manusia. Kau berkedok sebagai tabib agar bisa mengambil jantung-jantung mereka untuk kau berikan pada srigala ini.”

 

Shinya menggeleng pelan sekali. Wajahnya tidak setuju dengan analisa Die yang terlalu jauh.

 

“Kau pikir, selain jantung apa lagi yang mampu membuatnya bertahan hidup?”

 

Shinya tidak menjawab. Srigala itu memandang Die dengan wajah bengis.

 

“Shinya, kau tidak pantas membantu manusia tidak tahu diri sepertinya!”

 

Die tertawa mengejek. “Huh? Membantu? Kau pikir dirimu bisa membantu apa? Aku bisa mencari tabib yang jauh lebih hebat darimu!”

 

“Kalau begitu lepaskan aku...” kata Shinya pelan.

“Huh?”

“Aku tidak akan mengganggu perjalananmu. Maka kau lepaskan aku.”

“Hey! Kau ini tawananku! Aku tidak bisa melepaskanmu!”

“Kalau begitu, bunuh saja aku.”

 

Die terdiam ketika Shinya menatapnya dengan mimik yang serius. Kelihatannya Shinya mulai merasa tidak suka dengan semua perkataan Die yang memang sejak awal sudah sangat menyakiti dirinya. Namun, Die tidak mau gegabah kali ini. Pemuda itu mencoba berpikir alasan lain agar Shinya tetap menjadi tawanannya dan ikut dengan rombongannya agar bisa membantunya.

 

Tiba-tiba saja, mereka dikejutkan oleh kemunculan Kaoru dan Hakuei.

 

“Jenderal! Jenderal!!” Hakuei mendekati mulut gua dengan pedang di tangannya. “Akhirnya kami menemukanmu!”

 

Saat mereka sampai, mereka agak terkejut saat melihat srigala itu berada di sana.

 

“Srigala!” pekik Hakuei menjauh selangkah.

 

Srigala itu kelihatan acuh lalu berbaring begitu saja. Kaoru melihat Die yang mengacungkan pedang pada Shinya, dan mendekati mereka.

 

“Jenderal, kenapa kau...”

“Dia penyihir jahat!” kata Die.

“Jenderal Die..”

“Srigala itu adalah keluarganya! Dia siluman!”

 

Muka kaget terlihat jelas di wajah Kaoru dan Hakuei yang baru saja tahu. Ternyata si cantik itu berasal dari keluarga siluman?

 

“Lalu kenapa kau mau membunuhnya?”

“Dia yang minta, kok!”

“Jenderal, turunkan pedangmu.” Kaoru meminta. “Dan kau jelaskan semuanya, Shinya.” Ucap Kaoru. “Dari awal. Sejelas-jelasnya. Agar kami tahu sebetulnya kau ini makhluk apa?”

 

Tidak tahu kenapa, Die langsung menurunkan pedangnya dan mengiyakan apa perkataan Kaoru. Itu cukup membuatnya memiliki imej bagus sebagai seorang penyabar. Walau pun sebetulnya dia memang ingin sekali melepaskan Shinya.

 

“Shinya penyihir. Aku siluman.”

 

“Huwaaaa!!! Srigalanya bicara, Pangeran!!” Hakuei semakin terkejut dan menempel pada Kaoru.

 

“Terserah kalian mau membunuhnya atau aku. Kami tak peduli.” Katanya lagi.

 

Kaoru melihat mereka semua dengan sedikit bingung. Sepertinya sebelum mereka datang ada sesuatu yang ketinggalan yang belum ia dengar. Sampai Shinya yang penyabar dan kalem, kelihatan agak kesal mimik mukanya.

 

“Kalau kau berjanji tidak melukai kami, kami bersedia bicara baik-baik dengan kalian.” Kata Kaoru.

“Heuhehe...” srigala itu tertawa mengejek. Die hendak mengeluarkan pedangnya karena merasa diremehkan, tapi Kaoru menahannya. “Dengan segala hormat, kami berharap kau mau bekerja sama.”

“Ternyata ada juga manusia yang pola pikirnya jauh lebih jernih daripada si gondrong yang satu lagi.” Sindirnya. Dan lagi-lagi, Kaoru harus ekstra keras menahan Die yang tersulut.

“Baik. Kalau kalian memang maunya begitu. Aku kuberitahu...”

 

 

*****

 

 

Mereka memutuskan untuk bermalam di gua itu. Mencoba mendengarkan kesaksian dari siluman srigala berbulu perak itu. Dia cukup tenang saat bercerita mengenai asal mereka, juga asal Shinya. Tapi yang disebutkan sepertinya masih marah dan sama sekali tak mau bicara sepatah kata pun.

 

“Sebetulnya aku bukan siluman. Aku adalah salah satu bangsa Elf.” Jelasnya.

“Tidak mungkin! Bukankah bangsa Elf atau si kuping runcing itu sudah lama punah?!” Hakuei menginterupsi karena rasa penasarannya.

“Hanya beberapa suku Elf yang masih hidup. Dan kami bersembunyi dari kaum kalian mau pun kaum penyihir.”

“Kenapa kau berubah menjadi srigala?” tanya Kaoru.

“Aku disihir.” Jawabnya. “Penyihir bernama Ursula menyihirku menjadi srigala.”

“Lagi-lagi Ursula!” Die mendecak kesal.

“Keluargaku adalah peramu obat di hutan. Kami bersembunyi di pedalaman selama bertahun-tahun. Dulu kami memang berdampingan dengan penyihir hitam, tapi karena kepicikan mereka kami di serang setelah mereka berhasil memporak-porandakan bangsa hobbit. Kami dulu memang pernah membantu kaum penyihir hitam untuk menyediakan ramuan obat yang akan mereka mantrai menjadi ilmu sihir hitam. Tetapi kami dikhianati.”

“Jadi Shinya...”

“Shinya, aku tak tahu asal usulnya.”

 

Mereka bertiga tercengang lalu melihat Shinya yang menunduk.

 

“Saat perang antara bangsa penyihir hitam dan para bangsa hobbit, ayahku menemukan bayi Shinya yang terbawa dengan arus sungai. Ayahku yang merawatnya. Ayahku yang membesarkannya dan mengajarinya meramu obat. Tetapi kami sadar bahwa Shinya adalah penyihir, tanda-tanda itu sudah muncul sejak dia kecil.”

 

Die melihatnya dengan wajah aneh. Shinya hanya menunduk saja.

 

“Jadi sebetulnya, kau pun tidak tahu asal-usul Shinya?” Hakuei bertanya.

 

Srigala itu melirik Shinya. “Meski pun begitu, dia tetap saudara angkatku.”

 

Suasana itu hening sejenak. Sampai kemudian Kaoru kembali bicara. “Aku tahu, Shinya bukanlah musuh. Karena itu kami berniat untuk memintanya bekerja sama. Mungkin sejak awal, Shinya juga sudah mau membantu kami. Terlebih lagi dia tahu bahwa kami sama-sama mengejar Ursula. Aku harap kita bisa bekerja sama.”

 

Shinya memandang Kaoru yang tersenyum kecil, kemudian menunduk lagi. Die memutar bola matanya, menatap keluar gua. Hakuei mengangguk-angguk setuju.

 

“Tetapi teman kalian tadi mau membunuhnya. Lagipula sepertinya Shinya sudah tak lagi berminat dengan ajakan kalian.” Kata srigala itu.

“Eh? Kenapa?!”

“Coba tanyakan, apa yang sudah dikatakan temanmu padanya..”

 

Mereka semua melirik Die. “Jenderal!”

 

“Apa?!”

“Jadi kau sudah melakukan sesuatu pada Shinya?!”

“Ck!” Kaoru berdecak. “Minta maaflah!”

“APA!” Die bangkit dengan kasar. “Siapa yang mau minta maaf pada penyihir!?” hardiknya lalu keluar dari gua.

“Hey! Jenderal! Kau mau kemana?! Ini sudah larut! Berbahaya!!” Hakuei mencegah.

“Biarkan saja dia.” Srigala itu terkekeh.

“Haku! Kejar dia!” titah Kaoru cepat.

“Sebaiknya kau kejar dia juga. Kurasa temanmu itu tidak akan cukup untuk membawa si pemarah itu kembali.”

 

Kaoru melihat srigala itu.

 

“Tenang saja, kami tak akan kabur kemana pun.”

 

 

*****

 

 

“Jenderal!” Hakuei segera turun dari kudanya dan mendekati pria berbaju plakat besi itu. “Jenderal!”

 

“Seharusnya dari awal kita memang membunuhnya saja!”

“Tenanglah.” Hakuei mencoba membujuknya. “Aku tahu kau kesal sekali tapi tenanglah. Tenangkan dirimu...”

 

Die mengambil nafas berusaha menenangkan dirinya yang dilanda kesal.

 

“... kau banyak berubah sejak kerajaan kita dihancurkan.”

 

Tangan Die mengepal kuat.

 

 

 

“Kenapa kau berbohong?” Shinya memandangi tanah, srigala itu melirik pada Shinya lalu kembali berbaring santai. “Belum saatnya mereka tahu siapa kau sebenarnya.”

 

Shinya membuang wajahnya, menatap api. Cahayanya naik turun. Namun hangatnya sama sekali tak berkurang.

 

“Mereka bukan orang jahat.” Katanya.

“Aku tahu. Tapi mereka dikelilingi makhluk-makhluk jahat. Sampai saat itu tiba, kau harus tetap diam dan menyembunyikan jati dirimu.”

 

Shinya masih memandangi kobaran api. Pantulannya jelas dalam kaca bola matanya.

 

Krak!

 

Kayu yang terbakar itu tiba-tiba pecah dan menyemburkan api yang sangat besar. Shinya segera beranjak.

 

“Mau kemana kau?”

“Mencari mereka!”

 

 

 

Kuda Kaoru mendadak berhenti.

 

“Akh!!” Ia hampir saja terjungkal dari kuda saat kuda itu kemudian berputar-putar di situ. “Hey, kau kenapa Shinju?” Ia mencoba menenangkan kuda putihnya yang sama sekali tidak tenang. Kuda yang sudah menemaninya sejak keluar dari istana itu sepertinya sedang merasa terancam karena sesuatu.

 

Mata Kaoru pun memerhatikan sekelilingnya yang gelap. Hanya hutan kosong. Setiap kudanya berputar, maka Kaoru ikut memerhatikan segala sudut yang belum dia perhatikan. Namun kudanya tetap bersikap tidak tenang. Akhirnya, Kaoru mengetahui mengapa kudanya tak tenang saat beberapa srigala muncul dari balik pohon.

 

“!!!”

 

 

Shinya berlari menyusuri hutan. Di belakangnya srigala berbulu perak mengikutinya. Langkah kakinya yang kecil membawa Shinya ke dalam hutan gelap. Walau pun begitu, dia seperti sudah sangat terbiasa dengan kondisi alam hutan yang gelap seperti ini.

 

“Hati-hati, Shinya!” tukas srigala di belakangnya. Dia sendiri sudah merasakan sesuatu. Meski pun bukan sepenuhnya srigala, namun dia sepertinya sudah menyadari dengan kehadiran makhluk lain seperti dirinya. Bau-bau yang khas sudah terasa menusuk di hidungnya yang tajam. Namun ada satu aroma lain yang sepertinya membuat srigala perak itu cukup tersengat. Hingga dia menaikan kecepatan larinya dan menyusul Shinya. Tiba-tiba Shinya pun berhenti berlari. Dia melihat arah lain dan memutuskan untuk mengambil jalan lain.

 

 

Die naik ke kudanya dan bersiap untuk kembali ke gua setelah dibujuk oleh Hakuei. Pemuda itu benar-benar bekerja ekstra untuk membujuk pria keras kepala itu agar mau kembali walau dengan ritual yang cukup panjang; omelan, gertakan, perjanjian untuk tidak melakukan ini-itu, serta pukulan kepala karena omongan-omongan ngawur.

Namun, ketika mereka hendak pergi sosok Shinya justru mendatangi mereka dengan wajah yang kelelahan.

 

“Shinya?”

“Kau harus membantu Pangeran Kaoru!”

 

Die tercengang.

 

 

Drap! Drap! Drap!

 

Kaoru berusaha melarikan diri dari gerombolan srigala yang mengejarnya di belakang. Sialnya, jika dia perhatikan gerombolan itu semakin lama semakin banyak. Jumlahnya yang tadinya bisa dihitung oleh jari, kini jumlahnya menjadi puluhan dan mereka muncul dari mana saja!

 

“Ck!”

 

Kaoru segera mengeluarkan pedangnya saat ia menyadari bahwa beberapa srigala sudah mampu mengejarnya di kedua sisi kudanya. Mereka melompat,

 

“Heeaah!!!”

 

Craash!!

 

Tak cukup hanya dengan satu srigala saja. Beberapa srigala berbulu hitam dan keabu-abuan lainnya mencoba hal yang sama. Maka Kaoru menghabisi mereka dengan sekali tebas. Namun, mereka sepertinya tidak habis. Melompat bersama-sama untuk mendapatkan Kaoru yang terengah di atas kudanya.

 

Graup!!

 

“Aaakhhh!!”

 

Sampai kemudian, Kaoru akhirnya terjatuh ke tanah. Tersungkur dengan seekor srigala yang berhasil menggigit lengannya dan menjatuhkannya. Tubuh Kaoru berguling ke tanah hingga menabrak akan pohon. Pedangnya jatuh dan dia terluka cukup parah di lengan kirinya. Srigala-srigala itu berhenti dan mengepungnya ketika bau darah dari lukanya mulai menguarkan bau yang menggugah.

 

Napas Kaoru terengah, dadanya berdebar-debar. Denyut dari lukanya memperparah keadaannya. Keringat sejak tadi sudah membasahi pakaiannya. Srigala-srigala itu pelan-pelan mulai berjalan mendekati dengan mulut yang menggeram dan air liur yang kental. Pedangnya jatuh cukup jauh dari jangkauannya. Kaoru tidak bisa mengambilnya.

 

Saat mereka semakin mendekat, tiba-tiba mereka berhenti. Kaoru diam. Tidak berapa lama, seekor srigala berbulu hitam dengan matanya yang merah semerah darah datang ke hadapannya. Ia terlihat lebih besar daripada srigala-srigala lain. Dan auranya lebih menakutkan hingga Kaoru mundur teratur. Saat srigala itu hendak menggigit Kaoru yang hendak menghindar, seekor srigala melompat dan bergumul bersama srigala hitam tersebut.

 

“Ah?!”

 

Srigala-srigala lain mengamuk. Mereka melihat Kaoru dan mulai hendak menyerang.

 

“Tidak!”

 

Syut!!

 

Tak!!

 

Kaoru memerjapkan matanya saat srigala-srigala itu tiba-tiba terkapar di tanah dengan sebuah anak panah tertancap di tubuh mereka. Kaoru mendengar suara langkah kaki kuda yang cepat dan teriakan seseorang.

 

“Kaoru!!”

 

“Jenderal Die!”

 

Mereka datang!

 

Jenderal Die menarik anak-anak panah di belakang punggung dan menarik busur dengan cepat.

 

Syut! Syut! Syut!!

 

Sepertinya menembakan peluru dengan kekuatan super, tembakan-tembakan anak panah itu beberapa kali sukses mengenai srigala-srigala lapar itu.

 

“Pangeran Kaoru!” Hakuei datang, mencondongkan badannya di samping kuda dan mengulurkan tangannya. Kaoru menggapainya saat Hakuei menarik pria itu naik ke belakangnya. “Berpeganganlah!”

 

Sementara kuda Hakuei dan Kaoru pergi menjauh, kuda Die beserta Shinya yang ikut bersama menahan gerombolan srigala-srigala tersebut.

 

“Apa kau ada cara untuk melenyapkan mereka semua?!” Die mengambil tiga anak panahnya yang terakhir. Sementara srigala-srigala itu masih sangat banyak. Shinya memegangi ujung mata panah yang tengah Die tarik. Ia memantrainya dan keluarlah pusara api di sana. Die agak terkejut. Tetapi, dengan cepat dia segera mengarahkan busur dan panah ke arah gerombolan srigal-srigala. Dan,

 

Syut!!

 

Duaaarrr!!!

 

Api-api itu membesar dan meledak. Percikannya hampir mengenai mereka, tetapi dengan cekatan Die menarik jubahnya dan melindungi mereka dari api. Saat ledakannya sudah hilang, kebakaran terjadi. Srigala-srigala itu panik dan lari tunggang langgang. Die menarik kudanya untuk segera kembali.

 

 

*****

 

 

Shinya selesai mengobati luka Kaoru saat itu. Saat semuanya telah kembali ke penginapan tua.

 

“Terima kasih, Shin.” Tukas Kaoru. Shinya menjawabnya dengan seuntai senyum simpul.

 

Sementara itu Die dan Hakuei berjaga di depan pintu penginapan. Mengawasi setiap gerak-gerik yang mencurigakan dari hewan maupun alam.

 

“Bagaimana kalau mereka tahu kita di sini?” kata Hakuei. “Kita harus segera pergi dari sini, Jenderal.”

“Kita tidak bisa pergi sekarang. Kaoru masih terluka.”

 

Hakuei melihat Kaoru yang tengah berbaring dengan tangan yang terperban. Ia merunduk.

 

“Besok pagi-pagi sekali kita pergi. Kau kemasi saja barang-barang kita.”

“Baik!”

 

Hakuei pergi dari sana, Shinya muncul dan keluar dari pintu. Tetapi Die menariknya. “Heh! Siapa yang menyuruhmu pergi?”

 

“Aku harus mencarinya...”

“Siapa? Oh, kakakmu?”

“Ya.”

“Besok saja.”

“Besok kalian akan pergi.” Shinya masih mencoba melepaskan pegangan Die.

“Ya, besok kita mencarinya bersama-sama.”

“Siapa yang mau mencarinya bersama kalian?” Shinya memukul tangan Die. Kemudian Die marah dan mencengkramnya lebih kuat. “Kau?!”

“Aduh!” Shinya meringis.

 

Tiba-tiba Die terdiam dan melepaskan cengkramannya perlahan. Shinya yang sadar ikut melihat ke arah mata Die dan berbalik. Dari jauh, kelihatan seekor srigala berjalan terpincang-pincang ke arah mereka. Mata Shinya membulat.

 

“Kyo-nii!”

 

Dia berlari menghampiri srigala berbulu perak tersebut. Die mengikutinya di belakangnya. Srigala itu juga terluka cukup parah di leher dan mulutnya. Mungkin karena perkelahian sesama srigala tadi ia menjadi luka parah seperti ini.

 

 

*****

 

 

Die menatap dalam diam saat Shinya mengobati srigala tersebut. Mengecek suhu tubuh Kaoru yang demam saat itu. Ia bekerja cukup cepat untuk menyelamatkan mereka. Hakuei nampak membantu; menyediakan air kompresan dan beberapa gulung kain.

 

Die membuang wajahnya ke arah jalan sambil memeluk pedangnya. Menghela nafas kecilnya sambil menerawang jalan. Ia memejamkan matanya sejenak sambil membayangkan sesuatu. Semilir angin membuainya untuk tetap duduk di sana. Meskipun saat itu Shinya hanya mampu memandangnya, Die yang ketiduran di depan pintu.

 

 

Keesokan harinya ketika matahari sudah naik. Die mengajak mereka untuk melanjutkan perjalanan. Kaoru saat itu tak berkeberatan untuk melanjutkan perjalanan walaupun sedang terluka. Barang-barang mereka sudah dinaikan ke kuda. Hakuei juga sudah membantu Kaoru naik ke kudanya. Saat dia hendak mengajak Shinya, Shinya menolaknya.

 

“Huh? Kau tak ikut?”

 

Shinya menggeleng. Hakuei menolehkan kepalanya Die dan Kaoru yang sudah bersiap. Hanya Die saja yang tidak menatapnya balik. Kaoru hanya diam. Dia melemparkan pandang kepada Die yang masih kaku di atas kudanya.

 

“Baiklah kalau begitu, kurasa—” saat Kaoru hendak bicara, Die turun dari kudanya. Dia mendekati Shinya yang masih duduk menemani si srigala berbulu perak itu.

 

“Sebetulnya kau masih tawananku,” katanya. Shinya menatapnya. “Kutawarkan kebebasan padamu, asalkan kau mau membantu kami.”

 

Hakuei mendelik. Kaoru yang menunggu di luar sepertinya tak mampu mendengar jelas apa yang sedang mereka bicarakan. Mendengar itu, srigala berbulu perak itu terkekeh.

 

“Apa yang kau tertawakan?”

“Kau mengajak Shinya menjadi rekan seperjalananmu, Manusia?” ejeknya.

 

Die mendengus. “Terserah. Tapi jika kau tidak mau, aku tidak memaksa.” Secepatnya Die meninggalkan mereka dengan muka kesal. Hakuei mengikutinya dari belakang.

 

Shinya tetap diam di tempatnya. Sepertinya dia tak memikirkan banyak hal saat mereka akhirnya mau melepaskannya. Tetapi, Shinya merasa sedikit aneh dengan perasaannya. Die mendekati kudanya, Kaoru hanya memandanginya dengan diam. Begitu juga Hakuei. Mereka bertanya-tanya, apakah benar Die melepaskan tawanan seperti Shinya.

 

Tetapi saat semuanya benar-benar siap berangkat, Die kembali. Hakuei dan Kaoru mendelik bersamaan saat melihat Die kembali masuk ke dalam bangunan penginapan itu.

 

“Baiklah. Aku lupa mengatakan sesuatu padamu,”

 

Shinya tercengang. Die kelihatan kikuk, tetapi bermuka angkuh.

 

“...aku... aku minta maaf...” katanya sambil memandangi tanah.

“Aku tak dengar.” Kata si srigala.

“Aku tidak bicara padamu!” gertaknya. Tetapi berubah ciut saat melihat Shinya yang sejak tadi melihatnya. “Kau mendengarnya?”

 

Shinya menggeleng.

 

“Ck!” Die jengkel. Dia menarik Shinya dari duduknya dan membawanya menjauh dari srigala tersebut. “Dengar! Aku hanya akan mengatakannya satu kali. Tidak ada pengulangan. Kau harus mendengarkannya baik-baik!”

 

Shinya membisu. Wajah Die jadi aneh.

 

“Aku minta maaf!”

 

Shinya diam.

 

“K—kau mendengarnya?”

 

Shinya tetap diam.

 

“Sssh!! Kau menyebalkan!” Die pergi dari sana.

“Kau berhutang padaku!” celetuk Shinya.

 

Die berhenti, lalu menoleh dengan kening yang berkerut. Hutang apa? Batinnya.

 

“Kau berhutang karena sudah menghilangkan kainku.” Kata Shinya. Die terbengong. Shinya mencoba mengulas senyum. Die terkekeh aneh.

 

“Dasar tukang sihir.” Gumamnya pelan.

 

 

Hakuei dan Kaoru saling mengadukan lengan mereka dengan wajah tersenyum saat Shinya keluar dari penginapan.

 

“Yeah!” Hakuei berseru senang.

 

Entah sejak kapan mereka mulai menghargai kehadiran penyihir tersebut. Namun ketika mereka akan memulai perjalanan, Kaoru menyadarkannya akan sesuatu.

 

“Jadi, Shinya akan naik kuda siapa?”

 

Die melihat kepada kedua pria itu. Hakuei dengan barang bawaannya. Kaoru yang terluka, jika Shinya naik kudanya dikhawatirkan lukanya akan terkena tubuhnya. Die diam melihat Shinya dengan mata horor. Belum selesai dengan masalah itu, srigala berbulu perak itu muncul dari dalam.

 

“Jangan lupakan aku. Kalau kalian membawa Shinya bersama kalian, kalian harus mengajakku.”

 

“APA!?” Die melihat ke arah mereka semua. Mau tak mau, Kaoru dan Hakuei mengangguk kecil. Die frustasi.

 

“AAARRRRGGGHHH!!!”

 


 

Continue...

1 komentar:

  1. hahahhhhh..part ini lucu n sweet...
    geregetan sama Die-kun, suka sama karakternya disini

    BalasHapus