expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Follow me

17 Maret 2013

Reincarnation


Title : Reincarnation

Author : Duele

Genre : Romance

Last Edited : 05 Nov 2009

 
~*~

 
“Terima kasih.”

Dan hari ini, kembali aku melihat senyumnya yang menawan dimataku. Terpancar begitu jelas, tulus ikhlas.

“Apa hari ini penjualan bunganya bagus ?” tanyaku.

“Semoga bagus. Karena seperti biasa kau pembeliku yang pertama ^^” ujarnya masih menguntainya senyum. Dan aku hanya bisa membalasnya senyumnya.

“Hei, Terachi-san,” panggilku.

“Ya..?”

 

Aku terdiam. Ingin rasanya aku  membicarakan sesuatu padanya. Sesuatu yang hampir setiap malam  menjjadi sebuah pertanyaan besar dalam benakku. Saat sosok ini terlihat dalam mimpiku yang samar. Mimpi yang hampir mirip dengan serpihan-serpihan bayangan yang setiap malamnya terus bertambah, menjadikannya sebuah rangkaian cerita.

Dalam mimpi itu, aku bisa melihat sosok yang berdiri dihadapanku dengan senyum, memberikan senyum yang sama dalam mimpiku lalu menghilang. Begitu seterusnya hingga beberapa malam kemudian, beberapa orang tak kukenal yang kupanggil ayah dan ibu pun muncul dalam mimpiku. Membuat semua mimpiku bagai garis yang ingin mencoba dihubungkan.

Dan kini, aku lihat sosok Shinya dalam mimpiku, berdiri nyata masih menunggu jawabanku.

“Andou-san?? Ada apa?” tanyanya, cukup untuk membuyarkan lamunanku.

“Ah, tidak. Tidak ada apa-apa.” ujarku diselingi tawa kecil.

 

Rasanya aneh jika aku membahas mimpiku padanya. Orang yang sama sekali tak kukenal dekat. Tapi bukan aku tak mengenalnya, aku cukup tahu tentangnya. Yah, setidaknya ketika aku mencari tahu siapa gerangan sosok manis yang begitu mirip dengan sosok dalam mimpiku. Dan hasilnya, kuketahui nama dan pekerjaannya. Pekerjaan kecilnya sebagai penjual bunga di toko kecil ini, bersama seorang kakek renta yang tak lain adalah kakeknya. Tetapi satu hal yang membuatku miris tentang Shinya.

Saat pertama kali aku bertemu dengannya, saat dia merabaku untuk pertama kalinya ketika musim hujan tahun lalu. Menyentuh jemariku ketika dia mencoba memberikan setangkai mawar pink ini padaku. Aku sadar,

...Shinya buta.

 

“Dari dulu aku ingin tahu, bagaimana kau bisa membedakan mana bunga mawar merah dan pink?” tanyaku berbasa-basi.

“Hihihi...” dia tertawa kecil.

“Eeu? Kenapa tertawa?” tanyaku menyeringai.

“Itu rahasiaku Andou-san.”

“Ah..”

Mungkin itulah kekuatan Shinya yang sebenarnya. Memiliki kelebihan dan kekurangannya.

“Kau tidak berangkat ? Kereta terakhir berangkat jam 07:15.” jawabnya.

“Ah, iya!!!”

Dan seperti biasanya, Shinya selalu berhasil membuatku sadar dengan pekerjaanku. Terima kasih Shinya.

 
~*~

 

“Hey, Dai!!! Mau ikut acara goukon tidak!? Hari ini, Kaoru juga mau ikut loh!!” ajak Hakuei.

 
Langsung saja aku menoleh ke arah Kaoru. Wah hebat, pikirku. Bagaimana dengan nasib Toshiya? Tapi melihat dari raut wajahnya, agaknya sudah tidak perlu dijelaskan. Mereka ada masalah.

“Aku sibuk.”

“Heh! Sejak kapan kau jadi sok sibuk begini?” cibir Haku.

Aku memeletkan ujung lidahku tak peduli. Dengan berdecak kesal, pria tinggi itu akhirnya hengkang juga dari meja kerjaku.

“Serius tidak mau bergabung”?” tanya Kaoru.

“Justru aku yang harus bertanya padamu, kau serius mau bergabung di acara seperti itu?!”

Dan kulihat seringai jahil dibibir Kaoru. Dasar ! Aku yakin dia tak serius soal ini.

“Hey, bagaimana si penjual kembang itu?” celetuk Kaoru tiba-tiba.

Pertanyaan yang selalu membuatku jadi malas membahasnya, karena aku tahu dia hanya ingin menggodaku. Maklum saja, aku mengerti betul jalan pikiran pria berjenggot ini.

“Setiap hari membeli bunga terus, punya pacar saja tidak kau,” ejek Kaoru. “Memangnya dia cantik sekali sampai kau menolak ajakan Goukon?”

“Yang jelas dia lebih imut dari Totchi-mu...ups!”

 
Nah, aku terlanjur bicara =_=

Bisa kulihat mata Kaoru yang terbalut kacamata itu membulat besar. “SERIUS!?” Kaoru menegaskan apa maksud pembicaraanku. Dan aku kini merasakan perasaan layaknya menjadi orang bodoh sekarang.

           
Senja hari....

Aku pulang, dengan badan lusuh dan perasaan yang tak menentu. Kaoru sial! Dan Daisuke bodoh!!! Tentu saja karena kebodohanku aku terpaksa harus memberitahu Kaoru perihal Shinya. Yah, harus katanya atau dia mengancam akan mengatakan masalah ini pada Toshiya. Kadang aku menyesal, kenapa harus aku kenalkan Kaoru pada Toshiya. Menjadikan mereka pasangan yang klop untuk mengintimidasi orang lain seperti aku. Bukan pada hal buruk sebetulnya, hanya saja, kalau masalah sepele sampai terdengar oleh Toshiya. Hebohnya perang dunia ketiga pun rasanya kalah. Apalagi kalau Toshiya sampai tahu masalah ini, taruhan saja dia pasti ngotot ingin melihat sosok Shinya. Yah Shinya...

Ah, Shinya.

Sekejap saja aku ingat sosok manis itu. Sedang apa dia sekarang ? Hal bodoh yang baru saja kupikirkan saat aku sadari kaki ini mengajakku kearah lain dan tanpa sadar aku sudah berdiri di depan toko bunganya.

Aku terdiam, tercenung menatap sosok Shinya di dalam sana. Di selimuti aneka bentuk bunga yang cantik secantik parasnya. Memperhatikan bagaimana ia meraba setiap sisi ruangan itu. Terbata-bata ketika berjalan, mencari sesuatu untuk dijadikan pegangan. Tertawa kecil saat kakek sepertinya mengajaknya ngobrol di dalam sana. Dan herannya, rasa iba ini agaknya berubah menjadi rasa kagum terhadapnya. Terhadap dia, Shinya.

Saat Shinya beranjak ke arah pintu, aku mendekat. Aku tahu dia pasti akan duduk di depan stand kecilnya untuk menunggu pembeli lagi di jalan. Aku berjalan mendekatinya, mencoba agar dia tak terusik. Aku hanya ingin melihat dia lebih dekat tanpa ingin menganggunya. Bukannya aku ingin meremehkan kekurangannya yang tak bisa melihat apapun disekitarnya, tapi aku berharap dia tak tahu aku ada disini. Melihatnya dan memperhatikannya sesukaku.

Dan saat dia terduduk ditempatnya dia tersenyum, seolah melihat tapi aku tahu dalam matanya tak ada bayang seseorang. Walau kini aku berdiri tepat dihadapannya. Dan sejenak dia terdiam...

“..Andou-san?”

Eh, dia tahu aku disini ?!

“A- Andou-san?” panggilnya lagi. Mungkin ia juga ragu, benarkah aku ada disekitarnya.

“Ya Shinya-san.” jawabku.

“Ah, ternyata benar ini wangi dari Andou-san.”

Aku terkesiap. Wangiku...?

 
“Mau beli bunga lagi.” tanyanya.

“Um, ya boleh satu.”

Dengan cekatan Shinya mengambilkan satu tangkai mawar merah padaku. Karena mungkin dia telah hafal betul kebiasaanku membeli bunga disini. Setiap pagi dan senja. Setiap minggu aku pun tak lupa menyempatkan diri untuk menemuinya. Walaupun harus berbasa-basi membeli sekuntum mawar merah atau pink, aku tak keberatan. Dan kalian tahu hebatnya, kebiasaan ini sudah ada sejak setahun yang lalu.

Yah, sejak setahun yang lalu dimana aku bertemu dengannya. Disini, di toko bunga kecil bernama Flowristea. Dimana saat itu, untuk pertama kalinya aku melihat seorang Shinya duduk sendiri di depan tenda kecil ini. Tersenyum tak berakhir menunggu pembeli yang ingin membeli bunganya.Dan aku terpaku, terpana begitu melihatnya.

Aku terpukau akan kecantikkannya, aku terpana akan senyumnya, dan aku terpesona akan kharismanya. Namun yang lebih membuatku tak bisa menghindar darinya, dialah sosok yang sama dalam mimpiku. Mimpi aneh yang selalu menghantuiku selama hampir dua tahun belakangan ini.

Kini aku menemukan sosoknya, sosok manis yang selama ini terus membuatku merasa gelisah memikirkannya. Shinya...

“...Andou-san? Andou-san...?”

Ah, aku tersadar. “ Ya ?” tanyaku. Kulihat Shinya tersenyum sambil menyodorkan setangkai mawar merah padaku. “Kau melamun?” tanyanya masih dengan senyum.

“Hahaha... maaf.” ujarku tertawa kecil. Dan dia pun membalas dengan tawa ringannya.

Tuhan, ini lebih dari cukup. Melihat sosoknya, melihat senyum dan tawanya. Rasanya kepenatanku hilang. Terima kasih telah mempertemukan aku dengannya.

 
~*~

 
“AKH!”

Aku terbangun lagi malam ini. Dengan jantung berdegup serasa akan meledak, keringat dingin yang mengucur dan rasa syok yang masih belum hilang, aku bermimpi buruk lagi.

“...aaah...”

Aku menghela, mengurut keningku yang terasa berat. Sudah tiga kali aku terbangun dengan mimpi yang sama, mimpi tentang Shinya. Kali ini, mimpiku terangkai. Mimpiku yang terangkai dalam api.

“Shinya!” dan aku bergegas, mengambil jaketku dan pergi keluar tanpa mempedulikan waktu yang masih dini hari. Aku hanya ingin memastikan semua mimpiku hanya bunga tidur belaka.  Aku terus berlari walau toko bunga itu cukup jauh dari apartemenku. Kulihat, toko itu baik-baik saja. Tutup dan nampak hening.

“Hhh...” desahan legaku kembali terdengar. Dan senyumku mengembang.

Hey, tapi aku tidak bisa begini terus. Kalau kuingat kejadian seperti ini dimana aku terbangun tengah malam dan berlari ke Flowristea sudah sering kali terjadi. Aku juga butuh istirahat!

Tapi saat aku mendongak ke atas, kulihat sebuah sinaran dari sebuah kamar tak kunjung redup. Kamar Shinya. Belum tidurkah dia ?

 
~*~

 
“Psikiater?” aku mendelik ketika mendengar anjuran Kaoru padaku.

“Iya. Coba saja.”

“Hey, Kao... kau pikir aku gila?!”

“Buat saat ini memang belum, tapi nanti??” Kaoru menantang. “Oh, ayolah Dai. Apa kau tidak merasa ini sudah keterlaluan? Kau sudah bermimpi buruk selama dua tahun lebih!! Itu rekor terlama yang pernah aku dengar. Dan sekarang kau harus berlari-lari ke Flowristea yang letaknya dua blok dari rumahmu hanya untuk memastikan mimpimu tentang 'dia' itu tidak benar??” jelas kaoru. Aku hanya diam. “Tambahan, hampir setiap malam di bulan ini.” tambahnya lagi. Tapi aku ragu.

“Ke psikiater bukan berarti kau harus gila. Justru untuk menanggulangi kegilaan itu kau harus mencoba untuk berkonsultasi. Coba mencari jalan supaya kau tidak terus-terusan seperti ini. Kau lihat kan apa yang terjadi gara-gara kau datang terlambat ke meeting pagi ini gara-gara kau kurang tidur!? Hayashi-san me-reject semua proyek kita!”

Sepertinya Kaoru memang masih kesal dengan keputusan meeting hari ini. Dan aku sadar itu semua gara-gara keterlambatanku membawa segudang bahan untuk presentasi proyek kami. Sial! Aku mengutuk diriku sendiri!

 
~*~

 
“Mungkin saja Anda mengalami apa yang dinamakan Reinkarnasi.”

“Hah?!” Aku terkejut.

Kenapa rasanya ada yang ganjil? Reinkarnasi?

“Hum, Anda jangan mengira ini omong kosong. Terakhir masalah mengenai reinkarnasi ini ditangani oleh seorang psikiater Arthur Guirdham. Salah satu pasiennya mengatakan sejak umur sepuluh tahun telah diganggu mimpi-mimpi buruk. Sama seperti Anda, dia diganggu oleh mimpi buruk. Dia merasa seperti menjadi seorang istri dari seorang kaum Chatar dia abad ke-13. Dalam perawatannya, dia menceritakan detail semuanya, mulai bentuk, keadaan, detail pakaian, setruktur bangunan, bahkan coraknya sekalipun. Bahkan dia ingat bagaimana kematiannya sendiri, waktu dia diseret dan diikat serta dibakar hidup-hidup karena menjadi seorang istri dari pendeta kamun Chatar karena waktu itu kaum Chatar adalah pengikut sekte dan terjadilah pembantaian besar-besaran. Dan saat si pskiater mengecek tentang keberadaan kaum Chatar yang hampir tak pernah dipublikasikan, hasilnya? Anda tahu? Apa yang diceritakan oleh si pasien ternyata sama persis dengan mimpi-mimpinya. Jadi saya tidak akan menutup kemungkinan, apa yang Anda keluhkan pada saya hampir mirip dengan kejadian yang menimpa dengan si pasien Dr. Arthur.”

Aku terdiam. Rasanya tak mungkin psikiater ini membohongiku. Memang janggal rasanya mendengar kata reinkarnasi, karena aku pun terus terang kurang mempercayai hal-hal berbau ghaib atau tak jelas keberadaannya. Tapi, apa mungkin benar, reinkarnasi sebelumnya yang membuatku selalu melihat sosok Shinya setiap malam?

Sosoknya yang terbakar dalam api?

“Jadi kemungkinan, sebelum kehidupan ini, di kehidupan Anda yang lama Anda telah mengenal orang yang setiap malam muncul dalam mimpi Anda...”

Benarkah ?

 
~*~

 
“Andou-san?”

Aku kembali berdiri disana.  “Hay, bisa beri aku satu bunga mawar?” pintaku.

Tanpa bicara Shinya langsung mengambilkan setangkai mawar merah buatku yang mungkin sudah dipersiapkannya sejak tadi.

“Terima kasih.” ucapnya ketika aku selesai membayar.

“Hhh...” Aku menghela.

“Ada masalah?” tanyanya.

Hebat dia bisa mengetahui kegelisahanku. “Sebetulnya aku masih ragu, temanku membahas tentang Reinkarnasi.” pancingku. Aku ingin tahu bagaimana tanggapan Shinya tentang ini. Tak lama, dia tersenyum kecil.  “Andou-san percaya?” tanyanya.

“Entahlah, kalau kamu?” tanyaku lagi.

“Iya, aku percaya.” jawabnya.

Tak terlintas kata ragu ketika dia menyatakannya pendapatnya. Apa mungkin Shinya juga memiliki satu reinkarnasi ?

“Hey Terachi-san. Bolehkah aku meminta pendapatmu?” tanyaku dengan nada datar walaupun aku rasa jantungku mulai berdegup.

“Ya?” tanyanya.

“Apa yang akan kau lakukan ketika seseorang mengungkapkan perasaannya padamu?”

Akhirnya aku bertanya padanya. Dan kulihat senyumnya berubah menjadi sebuah wajah penuh tanya. Aku mengerti dia pasti heran kenapa aku bertanya hal seperti ini padanya. Tapi maksudku,

“Kau sedang jatuh cinta Andou-san?” tanyanya membuatku terkesiap.

“Ya.” jawabku pelan dan ragu.

“Hmm...” dia tersenyum. “Jika ada seseorang yang mengungkapkan perasaannya padaku, tentu saja aku senang. Apalagi ternyata dia bisa menerima kekuranganku yang seperti ini.” Begitu jawabnya.

 

“Hey, Terachi-san,” aku mencoba menguatkan diri. “Ini untukmu.”

Aku menyerahkan setangkai mawar itu padanya. Dia terdiam tak bicara. Aku pikir dia pasti marah padaku, apa mungkin dia pikir aku mempermainkannya dengan pertanyaan dan sikapku ini? Tapi aku harap dia mau menerima ini.

Shinya pun tersenyum, saat kulihat tangannya beranjak naik mencoba menggapai lenganku. Meraba lenganku perlahan mencari jalan memegang kuntuman mawar ini.

“Terima kasih.” ucapnya mengambil mawar itu dari tanganku.

 

Aku tersenyum penuh kelegaan dan kemenangan sebagai lelaki rasanya. Ini pertama kalinya aku menyatakan perasaanku, karena dulu aku tak pernah berani melakukannya pada siapa pun yang aku sukai.

“Andou-san? Bolehkah aku melihatmu?” tiba-tiba Shinya bertanya.

“Hah?” aku terkejut. “Te- tentu.”

Aku terkesiap ketika tangan Shinya menggapai bahuku. Aku mengerti! Saat dia mulai meraba bentuk tubuhku, dia sedang melihatku. Selama ini dia tidak pernah tahu aku seperti apa. Maksudnya dengan melihat adalah dengan cara seperti ini.

Ketika jemarinya perlahan naik ke leherku, terus naik hingga ke pipi. Ke garis alis hitamku, lalu naik saat dia menyapu rambut dikepalaku. Hingga telunjuknya menyentuh halus guratan hidungku yang mancung. Bergulir turun menyentuh bibirku dan berakhir disana.

“Kau tampan.” jawabnya membuat tersipu.

“Te- terima kasih.” jawabku terbata. Sungguh baru kali ini aku merasa malu saat seseorang memujiku.

“Tapi Andou-san, maaf... aku pikir kau bisa mencari seseorang yang lain yang bisa membahagiakanmu dalam kesempurnaan.”

Aku tercengang. Dia menolakku?!

“Tapi bukankah kau sendiri tadi bilang, kau akan merasa senang kalau ada orang yang bisa menerima kekuranganmu?! Dan aku bisa!! Aku bisa menerimamu apa adanya walau dengan semua kekuranganmu.” jawabku, aku tak mau kehilangannya.

“Tapi aku akan menyusahkanmu dengan kekuranganku ini.

“Apakah kau merasa hidupmu susah?!”

Dia tertunduk.

 

“Aku tidak peduli dengan segala kekurangan yang kau punya, aku hanya ingin kau tahu aku bersungguh-sungguh menyukaimu. Bukan sejak pertama kali kita bertemu, tapi sebelumnya. Sebelum kita saling mengenal, aku sudah terpaku padamu sejak dulu. Dalam mimpiku.” Aku terus bicara, entah Shinya mengerti atau tidak. Yang jelas aku sudah tidak bisa menyembunyikan ini semua. “Mungkin kau pikir aku gila. Tapi aku sering melihatmu dalam mimpiku, mimpiku yang aneh yang akhirnya mempertemukan kita. Apa menurutmu aku membual? Tidak. Terserah kau mau mempercayaiku atau tidak untuk masalah ini, tapi aku harap kau percaya padaku untuk ini...”

Saat aku mengambil lengannya yang kecil, kuarahkan kedadaku. Kueratkan dia disana, mencoba memberitahukan perasaanku lewat getaran irama jantungku.

Shinya... bisa kau rasakan debaran ini ?

Debaran yang hanya selalu bertabuh ketika aku bersamamu. Debaran menyakitkan yang selalu membuatku tak ingin kehilangan kau. Bisakah kau merasakannya?

“Benarkah kau bermimpi?” tanyanya, aku tak mengerti. “Benarkah kau Daisuke-ku?” dan aku terkesiap ketika airmatanya mengalir walau bibirnya menyiratkan tawa.

“Sh-shinya...”

“Apa kau bermimpi sama denganku ? Saat api itu menyala membakar segalanya?”

Aku terpaku, jantungku seakan berhenti. Bagaimana Shinya tahu mimpiku, bagaimana dia tahu ada api dalam mimpiku?

“Daisuke... kau melihatnya?”

“Kamu,.. Shinya.”

Dan saat aku sadar, airmataku mengalir. Dia tertawa dalam tangisnya. Apa ini? Jadi mimpiku, nyata? Dia benar Shinya-ku? Yang terakhir kulakukan, saat aku mengambil tubuhnya. Mendekap erat penuh kehangatan dan kegembiraan. Shinya-ku.

Shinya-ku. Milikku...

 

~*~

 

Shinya duduk bersamaku, menikmati segelas minuman yang kami beli ditaman ria.

“Kau senang”" tanyaku.

“Iya.” dia mengangguk kecil sambil tersenyum.

Aku pun demikian. Mungkin lebih bahagia dari sebelumnya. Menemukannya yang memang takdirku, belahan jiwaku. Kehidupanku di masa lalu. Aku tak mengira reinkarnasi itu ada. Kehidupan baru yang akhirnya menyatukan kami kembali. Tak bisa kupercaya kehidupan yang dikatakan orang sebagai reinkarnasi itu benar-benar ada. Walaupun tetap saja aku masih memegang teguh pedomanku sebagai orang memiliki pandangan realis. Tapi, mungkin dengan hadirnya Shinya. Pandangan realisku akan sedikit kulengkapkan.

Sebelumnya aku tau pernah tahu, Shinya pun mengalami mimpi yang sama ketika ia kecil. Ketika usianya masih terlampau muda, Shinya di ganggu mimpi-mimpi buruk. Tentang api, tentang aku. Hingga suatu hari ketika dia terbangun, dia tak mendapati sinarannya. Semuanya gelap dan tak terang lagi dimatanya. Hingga Shinya hidup dalam kegelapannya, tanpa mengenal siapapun. Selain Daisuke-nya. Daisuke dalam mimpinya.

 

Shinya...

 

Saat aku menggenggam jemarinya. Meremasnya penuh kasih, aku tahu hidupnya lebih sulit untuk menemukanku selama ini. Dan kami terus mencari dalam dunia yang berbeda. Saling mencari separuh hati, saling mencari kelengkapan hidup. Sekarang, aku berhasil menemukannya, aku tak akan pernah melepaskannya.

Selamanya...

 

~*~

 

“AAAAAAAAAAAA!!!!”

 

Aku berlari sekencang mungkin.

“Shinyaaaa!!!” jeritku.

Saat aku sampai api itu melahap segalanya. Percikan-percikannya menyembur lepas ke langit bagai magma yang meletus, melepaskan muntahannya.

“SHINYAAAAAA!!!!” aku menjerit.

Beberapa orang berpakaian patroli memegangiku yang memberontak bagaikan orang gila. Mobil-mobil besar itu sigap menyemburkan air dari selangnya, dan mereka panik berlari-larian.

“SHINYA!!!”

Sementara aku tahu, Shinya-ku terperangkap disana! Shinya-ku!!!

Shinya-ku yang baru kutemukan, Shinya-ku yang baru aku dapatkan!!!

 

“SHINYAAAAAAAAA!!!”

Aku tidak mau kehilangannya! Tidak!!! Lepaskan aku! Biarkan aku menggapainya, kembali merengkuhnya dalam api untuk kedua kalinya. Saat aku ingat betul dalam mimpiku, aku melakukan hal yang sama. Demi Shinya!

“Minggir!!”

“Hei Tuan!! Heeeiii!!!”

Jangan pikir aku akan menyerahkan Shinya-ku begitu saja! Jangan pikir aku akan membiarkan dia sendirian menghadapi kematian! Jangan pikir aku akan sudi membiarkan Shinya-ku pergi!!!

TIDAK !

 

“Shinya!!!”

Aku menerobos dalam api ketika api sudah hampir meluluh lantakkan Flowristea. Hanya demi mencari sosoknya, mencari dia yang aku cinta.

“Shinya!! Uhuukk...uhhuukk...”

Walau panas kini menyerangku, rasa terbakar yang tak bisa ketahankan melahap perlahan melelehkan secair keringat dari setiap pori-pori kulitku. Walau asap hitam ini harus kuhirup, racun yang harus aku terima mencekik nafas dan menyakiti paru-paruku. Aku tak peduli!

“Shinya !!!”

Dalam kabut penuh asap dan rasa panas yang membara, kutemukan Shinya-ku tergeletak dengan tubuhnya yang setengah terbakar.

“SHINYAAAA!!!”

Demi Tuhan, jangan begini!! Jangan ambil dia dariku!!!

“Shinya! Shinya!!!” aku panik berusaha memadamkan api yang tengah membakar kedua kakinya kini. “Shinya bangun!!! Bangun!!! Uhuukk..!” Bangunlah, hanya itu pintaku. Hanya itu harapku..

Permohonanku.

 

“ ...Daisuke...”

Saat mata ini berderai dengan bulir airmata, saat itulah kudengar secercah harapan kecil ketika dia memanggil namaku. Walau dengan mata terpejam dengan ekspresi kesakitannya, aku bahagia dia tahu aku disisinya.

“Aku disini!” ujarku, mengenggam jarinya yang sudah mulai menghitam dan mengelupas. Dia mengeratkannya, mengeratkan jemari ini.

Namun hanya sejenak, terlalu singkat ketika kurasakan kekuatan ini tak lagi kuat. Ketika jemari itu melemas tak bertenaga, saat kurasa desah nafasnya berhenti.

Aku sakit....

 

“Hikss...AAAAAA!!!!”

Aku menangis. Menangis! Aku kehilangannya, kehilangan dia. Dalam perihnya, aku peluk tubuhnya, panas kurasakan. Kudekap, masih harum kurasakan.

Shinya-ku... Shinya-ku...

Tapi sekali lagi, aku mau hidup matiku bersamanya. Kekal dengannya, menemaninya dan kembali berharap akan ada lagi reinkarnasi berikutnya. Tak perduli jika harus menunggu seratus tahun lamanya untuk menemukannya kembali, aku akan tetap disini. Disini, disampingmu...

Shinya-ku...

 

Walau sekali lagi, aku harus mati dalam jilatan api. Walau kembali harus kuulangi kematian yang sama. Walau harus sekali lagi aku mati dengannya, aku tetap disini. Menemani Shinya-ku...

Kupeluk tubuhnya mengerat, membiarkan api membakarku. Menghanguskan seisi raga dan jiwaku. Tapi tidak hatiku, perasaanku, cintaku. Walau sakit menderaku, walau perih menyiksaku, relakan saja. Dan semuanya berakhir saat tubuh ini meleleh dan Flowristea rata dengan tanah. Tapi sekali lagi, kudapatkan Shinya-ku...

 

 
 

Tamat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar