Title : Reincarnation
Author : Duele
Genre : Romance
Last Edited : 05
Nov 2009
~*~
“Terima
kasih.”
Dan
hari ini, kembali aku melihat senyumnya yang menawan dimataku. Terpancar begitu
jelas, tulus ikhlas.
“Apa
hari ini penjualan bunganya bagus ?” tanyaku.
“Semoga
bagus. Karena seperti biasa kau pembeliku yang pertama ^^” ujarnya masih
menguntainya senyum. Dan aku hanya bisa membalasnya senyumnya.
“Hei,
Terachi-san,” panggilku.
“Ya..?”
Aku
terdiam. Ingin rasanya aku membicarakan
sesuatu padanya. Sesuatu yang hampir setiap malam menjjadi sebuah pertanyaan besar dalam
benakku. Saat sosok ini terlihat dalam mimpiku yang samar. Mimpi yang hampir
mirip dengan serpihan-serpihan bayangan yang setiap malamnya terus bertambah,
menjadikannya sebuah rangkaian cerita.
Dalam
mimpi itu, aku bisa melihat sosok yang berdiri dihadapanku dengan senyum,
memberikan senyum yang sama dalam mimpiku lalu menghilang. Begitu seterusnya
hingga beberapa malam kemudian, beberapa orang tak kukenal yang kupanggil ayah
dan ibu pun muncul dalam mimpiku. Membuat semua mimpiku bagai garis yang ingin
mencoba dihubungkan.
Dan
kini, aku lihat sosok Shinya dalam mimpiku, berdiri nyata masih menunggu
jawabanku.
“Andou-san??
Ada apa?” tanyanya, cukup untuk membuyarkan lamunanku.
“Ah,
tidak. Tidak ada apa-apa.” ujarku diselingi tawa kecil.
Rasanya
aneh jika aku membahas mimpiku padanya. Orang yang sama sekali tak kukenal
dekat. Tapi bukan aku tak mengenalnya, aku cukup tahu tentangnya. Yah,
setidaknya ketika aku mencari tahu siapa gerangan sosok manis yang begitu mirip
dengan sosok dalam mimpiku. Dan hasilnya, kuketahui nama dan pekerjaannya. Pekerjaan
kecilnya sebagai penjual bunga di toko kecil ini, bersama seorang kakek renta
yang tak lain adalah kakeknya. Tetapi satu hal yang membuatku miris tentang Shinya.
Saat
pertama kali aku bertemu dengannya, saat dia merabaku untuk pertama kalinya
ketika musim hujan tahun lalu. Menyentuh jemariku ketika dia mencoba memberikan
setangkai mawar pink ini padaku. Aku sadar,
...Shinya buta.
“Dari
dulu aku ingin tahu, bagaimana kau bisa membedakan mana bunga mawar merah dan
pink?” tanyaku berbasa-basi.
“Hihihi...”
dia tertawa kecil.
“Eeu?
Kenapa tertawa?” tanyaku menyeringai.
“Itu
rahasiaku Andou-san.”
“Ah..”
Mungkin
itulah kekuatan Shinya yang sebenarnya. Memiliki kelebihan dan kekurangannya.
“Kau
tidak berangkat ? Kereta terakhir berangkat jam 07:15.” jawabnya.
“Ah,
iya!!!”
Dan
seperti biasanya, Shinya selalu berhasil membuatku sadar dengan pekerjaanku.
Terima kasih Shinya.
~*~
“Hey,
Dai!!! Mau ikut acara goukon tidak!? Hari ini, Kaoru juga mau ikut loh!!” ajak
Hakuei.
Langsung
saja aku menoleh ke arah Kaoru. Wah hebat, pikirku. Bagaimana dengan nasib
Toshiya? Tapi melihat dari raut wajahnya, agaknya sudah tidak perlu dijelaskan.
Mereka ada masalah.
“Aku
sibuk.”
“Heh!
Sejak kapan kau jadi sok sibuk begini?” cibir Haku.
Aku
memeletkan ujung lidahku tak peduli. Dengan berdecak kesal, pria tinggi itu
akhirnya hengkang juga dari meja kerjaku.
“Serius
tidak mau bergabung”?” tanya Kaoru.
“Justru
aku yang harus bertanya padamu, kau serius mau bergabung di acara seperti itu?!”
Dan
kulihat seringai jahil dibibir Kaoru. Dasar ! Aku yakin dia tak serius soal
ini.
“Hey,
bagaimana si penjual kembang itu?” celetuk Kaoru tiba-tiba.
Pertanyaan
yang selalu membuatku jadi malas membahasnya, karena aku tahu dia hanya ingin
menggodaku. Maklum saja, aku mengerti betul jalan pikiran pria berjenggot ini.
“Setiap
hari membeli bunga terus, punya pacar saja tidak kau,” ejek Kaoru. “Memangnya
dia cantik sekali sampai kau menolak ajakan Goukon?”
“Yang
jelas dia lebih imut dari Totchi-mu...ups!”
Nah,
aku terlanjur bicara =_=
Bisa
kulihat mata Kaoru yang terbalut kacamata itu membulat besar. “SERIUS!?” Kaoru
menegaskan apa maksud pembicaraanku. Dan aku kini merasakan perasaan layaknya
menjadi orang bodoh sekarang.
Senja
hari....
Aku
pulang, dengan badan lusuh dan perasaan yang tak menentu. Kaoru sial! Dan
Daisuke bodoh!!! Tentu saja karena kebodohanku aku terpaksa harus memberitahu
Kaoru perihal Shinya. Yah, harus katanya atau dia mengancam akan mengatakan
masalah ini pada Toshiya. Kadang aku menyesal, kenapa harus aku kenalkan Kaoru
pada Toshiya. Menjadikan mereka pasangan yang klop untuk mengintimidasi orang
lain seperti aku. Bukan pada hal buruk sebetulnya, hanya saja, kalau masalah
sepele sampai terdengar oleh Toshiya. Hebohnya perang dunia ketiga pun rasanya
kalah. Apalagi kalau Toshiya sampai tahu masalah ini, taruhan saja dia pasti
ngotot ingin melihat sosok Shinya. Yah Shinya...
Ah,
Shinya.
Sekejap
saja aku ingat sosok manis itu. Sedang apa dia sekarang ? Hal bodoh yang baru
saja kupikirkan saat aku sadari kaki ini mengajakku kearah lain dan tanpa sadar
aku sudah berdiri di depan toko bunganya.
Aku
terdiam, tercenung menatap sosok Shinya di dalam sana. Di selimuti aneka bentuk
bunga yang cantik secantik parasnya. Memperhatikan bagaimana ia meraba setiap
sisi ruangan itu. Terbata-bata ketika berjalan, mencari sesuatu untuk dijadikan
pegangan. Tertawa kecil saat kakek sepertinya mengajaknya ngobrol di dalam
sana. Dan herannya, rasa iba ini agaknya berubah menjadi rasa kagum terhadapnya.
Terhadap dia, Shinya.
Saat
Shinya beranjak ke arah pintu, aku mendekat. Aku tahu dia pasti akan duduk di depan
stand kecilnya untuk menunggu pembeli lagi di jalan. Aku berjalan mendekatinya,
mencoba agar dia tak terusik. Aku hanya ingin melihat dia lebih dekat tanpa
ingin menganggunya. Bukannya aku ingin meremehkan kekurangannya yang tak bisa
melihat apapun disekitarnya, tapi aku berharap dia tak tahu aku ada disini.
Melihatnya dan memperhatikannya sesukaku.
Dan
saat dia terduduk ditempatnya dia tersenyum, seolah melihat tapi aku tahu dalam
matanya tak ada bayang seseorang. Walau kini aku berdiri tepat dihadapannya.
Dan sejenak dia terdiam...
“..Andou-san?”
Eh,
dia tahu aku disini ?!
“A-
Andou-san?” panggilnya lagi. Mungkin ia juga ragu, benarkah aku ada
disekitarnya.
“Ya
Shinya-san.” jawabku.
“Ah,
ternyata benar ini wangi dari Andou-san.”
Aku
terkesiap. Wangiku...?
“Mau
beli bunga lagi.” tanyanya.
“Um,
ya boleh satu.”
Dengan
cekatan Shinya mengambilkan satu tangkai mawar merah padaku. Karena mungkin dia
telah hafal betul kebiasaanku membeli bunga disini. Setiap pagi dan senja.
Setiap minggu aku pun tak lupa menyempatkan diri untuk menemuinya. Walaupun
harus berbasa-basi membeli sekuntum mawar merah atau pink, aku tak keberatan.
Dan kalian tahu hebatnya, kebiasaan ini sudah ada sejak setahun yang lalu.
Yah,
sejak setahun yang lalu dimana aku bertemu dengannya. Disini, di toko bunga
kecil bernama Flowristea. Dimana saat itu, untuk pertama kalinya aku melihat
seorang Shinya duduk sendiri di depan tenda kecil ini. Tersenyum tak berakhir
menunggu pembeli yang ingin membeli bunganya.Dan aku terpaku, terpana begitu
melihatnya.
Aku
terpukau akan kecantikkannya, aku terpana akan senyumnya, dan aku terpesona
akan kharismanya. Namun yang lebih membuatku tak bisa menghindar darinya,
dialah sosok yang sama dalam mimpiku. Mimpi aneh yang selalu menghantuiku
selama hampir dua tahun belakangan ini.
Kini
aku menemukan sosoknya, sosok manis yang selama ini terus membuatku merasa
gelisah memikirkannya. Shinya...
“...Andou-san?
Andou-san...?”
Ah,
aku tersadar. “ Ya ?” tanyaku. Kulihat Shinya tersenyum sambil menyodorkan setangkai
mawar merah padaku. “Kau melamun?” tanyanya masih dengan senyum.
“Hahaha...
maaf.” ujarku tertawa kecil. Dan dia pun membalas dengan tawa ringannya.
Tuhan,
ini lebih dari cukup. Melihat sosoknya, melihat senyum dan tawanya. Rasanya
kepenatanku hilang. Terima kasih telah mempertemukan aku dengannya.
~*~
“AKH!”
Aku
terbangun lagi malam ini. Dengan jantung berdegup serasa akan meledak, keringat
dingin yang mengucur dan rasa syok yang masih belum hilang, aku bermimpi buruk
lagi.
“...aaah...”
Aku
menghela, mengurut keningku yang terasa berat. Sudah tiga kali aku terbangun dengan
mimpi yang sama, mimpi tentang Shinya. Kali ini, mimpiku terangkai. Mimpiku
yang terangkai dalam api.
“Shinya!”
dan aku bergegas, mengambil jaketku dan pergi keluar tanpa mempedulikan waktu
yang masih dini hari. Aku hanya ingin memastikan semua mimpiku hanya bunga
tidur belaka. Aku terus berlari walau
toko bunga itu cukup jauh dari apartemenku. Kulihat, toko itu baik-baik saja.
Tutup dan nampak hening.
“Hhh...”
desahan legaku kembali terdengar. Dan senyumku mengembang.
Hey,
tapi aku tidak bisa begini terus. Kalau kuingat kejadian seperti ini dimana aku
terbangun tengah malam dan berlari ke Flowristea sudah sering kali terjadi. Aku
juga butuh istirahat!
Tapi
saat aku mendongak ke atas, kulihat sebuah sinaran dari sebuah kamar tak
kunjung redup. Kamar Shinya. Belum tidurkah dia ?
~*~
“Psikiater?”
aku mendelik ketika mendengar anjuran Kaoru padaku.
“Iya.
Coba saja.”
“Hey,
Kao... kau pikir aku gila?!”
“Buat
saat ini memang belum, tapi nanti??” Kaoru menantang. “Oh, ayolah Dai. Apa kau
tidak merasa ini sudah keterlaluan? Kau sudah bermimpi buruk selama dua tahun
lebih!! Itu rekor terlama yang pernah aku dengar. Dan sekarang kau harus
berlari-lari ke Flowristea yang letaknya dua blok dari rumahmu hanya untuk
memastikan mimpimu tentang 'dia' itu tidak benar??” jelas kaoru. Aku hanya
diam. “Tambahan, hampir setiap malam di bulan ini.” tambahnya lagi. Tapi aku
ragu.
“Ke
psikiater bukan berarti kau harus gila. Justru untuk menanggulangi kegilaan itu
kau harus mencoba untuk berkonsultasi. Coba mencari jalan supaya kau tidak
terus-terusan seperti ini. Kau lihat kan apa yang terjadi gara-gara kau datang
terlambat ke meeting pagi ini gara-gara kau kurang tidur!? Hayashi-san
me-reject semua proyek kita!”
Sepertinya
Kaoru memang masih kesal dengan keputusan meeting hari ini. Dan aku sadar itu
semua gara-gara keterlambatanku membawa segudang bahan untuk presentasi proyek
kami. Sial! Aku mengutuk diriku sendiri!
~*~
“Mungkin
saja Anda mengalami apa yang dinamakan Reinkarnasi.”
“Hah?!”
Aku terkejut.
Kenapa
rasanya ada yang ganjil? Reinkarnasi?
“Hum,
Anda jangan mengira ini omong kosong. Terakhir masalah mengenai reinkarnasi ini
ditangani oleh seorang psikiater Arthur Guirdham. Salah satu pasiennya
mengatakan sejak umur sepuluh tahun telah diganggu mimpi-mimpi buruk. Sama
seperti Anda, dia diganggu oleh mimpi buruk. Dia merasa seperti menjadi seorang
istri dari seorang kaum Chatar dia abad ke-13. Dalam perawatannya, dia
menceritakan detail semuanya, mulai bentuk, keadaan, detail pakaian, setruktur
bangunan, bahkan coraknya sekalipun. Bahkan dia ingat bagaimana kematiannya
sendiri, waktu dia diseret dan diikat serta dibakar hidup-hidup karena menjadi
seorang istri dari pendeta kamun Chatar karena waktu itu kaum Chatar adalah
pengikut sekte dan terjadilah pembantaian besar-besaran. Dan saat si pskiater
mengecek tentang keberadaan kaum Chatar yang hampir tak pernah dipublikasikan,
hasilnya? Anda tahu? Apa yang diceritakan oleh si pasien ternyata sama persis
dengan mimpi-mimpinya. Jadi saya tidak akan menutup kemungkinan, apa yang Anda
keluhkan pada saya hampir mirip dengan kejadian yang menimpa dengan si pasien
Dr. Arthur.”
Aku
terdiam. Rasanya tak mungkin psikiater ini membohongiku. Memang janggal rasanya
mendengar kata reinkarnasi, karena aku pun terus terang kurang mempercayai
hal-hal berbau ghaib atau tak jelas keberadaannya. Tapi, apa mungkin benar, reinkarnasi
sebelumnya yang membuatku selalu melihat sosok Shinya setiap malam?
Sosoknya yang
terbakar dalam api?
“Jadi
kemungkinan, sebelum kehidupan ini, di kehidupan Anda yang lama Anda telah
mengenal orang yang setiap malam muncul dalam mimpi Anda...”
Benarkah
?
~*~
“Andou-san?”
Aku
kembali berdiri disana. “Hay, bisa beri
aku satu bunga mawar?” pintaku.
Tanpa
bicara Shinya langsung mengambilkan setangkai mawar merah buatku yang mungkin
sudah dipersiapkannya sejak tadi.
“Terima
kasih.” ucapnya ketika aku selesai membayar.
“Hhh...”
Aku menghela.
“Ada
masalah?” tanyanya.
Hebat
dia bisa mengetahui kegelisahanku. “Sebetulnya aku masih ragu, temanku membahas
tentang Reinkarnasi.” pancingku. Aku ingin tahu bagaimana tanggapan Shinya
tentang ini. Tak lama, dia tersenyum kecil.
“Andou-san percaya?” tanyanya.
“Entahlah,
kalau kamu?” tanyaku lagi.
“Iya,
aku percaya.” jawabnya.
Tak
terlintas kata ragu ketika dia menyatakannya pendapatnya. Apa mungkin Shinya
juga memiliki satu reinkarnasi ?
“Hey
Terachi-san. Bolehkah aku meminta pendapatmu?” tanyaku dengan nada datar
walaupun aku rasa jantungku mulai berdegup.
“Ya?”
tanyanya.
“Apa
yang akan kau lakukan ketika seseorang mengungkapkan perasaannya padamu?”
Akhirnya
aku bertanya padanya. Dan kulihat senyumnya berubah menjadi sebuah wajah penuh
tanya. Aku mengerti dia pasti heran kenapa aku bertanya hal seperti ini
padanya. Tapi maksudku,
“Kau
sedang jatuh cinta Andou-san?” tanyanya membuatku terkesiap.
“Ya.”
jawabku pelan dan ragu.
“Hmm...”
dia tersenyum. “Jika ada seseorang yang mengungkapkan perasaannya padaku, tentu
saja aku senang. Apalagi ternyata dia bisa menerima kekuranganku yang seperti
ini.” Begitu jawabnya.
“Hey,
Terachi-san,” aku mencoba menguatkan diri. “Ini untukmu.”
Aku
menyerahkan setangkai mawar itu padanya. Dia terdiam tak bicara. Aku pikir dia
pasti marah padaku, apa mungkin dia pikir aku mempermainkannya dengan
pertanyaan dan sikapku ini? Tapi aku harap dia mau menerima ini.
Shinya
pun tersenyum, saat kulihat tangannya beranjak naik mencoba menggapai lenganku.
Meraba lenganku perlahan mencari jalan memegang kuntuman mawar ini.
“Terima
kasih.” ucapnya mengambil mawar itu dari tanganku.
Aku
tersenyum penuh kelegaan dan kemenangan sebagai lelaki rasanya. Ini pertama
kalinya aku menyatakan perasaanku, karena dulu aku tak pernah berani
melakukannya pada siapa pun yang aku sukai.
“Andou-san?
Bolehkah aku melihatmu?” tiba-tiba Shinya bertanya.
“Hah?”
aku terkejut. “Te- tentu.”
Aku
terkesiap ketika tangan Shinya menggapai bahuku. Aku mengerti! Saat dia mulai
meraba bentuk tubuhku, dia sedang melihatku. Selama ini dia tidak pernah tahu
aku seperti apa. Maksudnya dengan melihat adalah dengan cara seperti ini.
Ketika
jemarinya perlahan naik ke leherku, terus naik hingga ke pipi. Ke garis alis
hitamku, lalu naik saat dia menyapu rambut dikepalaku. Hingga telunjuknya
menyentuh halus guratan hidungku yang mancung. Bergulir turun menyentuh bibirku
dan berakhir disana.
“Kau
tampan.” jawabnya membuat tersipu.
“Te-
terima kasih.” jawabku terbata. Sungguh baru kali ini aku merasa malu saat seseorang
memujiku.
“Tapi
Andou-san, maaf... aku pikir kau bisa mencari seseorang yang lain yang bisa
membahagiakanmu dalam kesempurnaan.”
Aku
tercengang. Dia menolakku?!
“Tapi
bukankah kau sendiri tadi bilang, kau akan merasa senang kalau ada orang yang
bisa menerima kekuranganmu?! Dan aku bisa!! Aku bisa menerimamu apa adanya walau
dengan semua kekuranganmu.” jawabku, aku tak mau kehilangannya.
“Tapi
aku akan menyusahkanmu dengan kekuranganku ini.
“Apakah
kau merasa hidupmu susah?!”
Dia
tertunduk.
“Aku
tidak peduli dengan segala kekurangan yang kau punya, aku hanya ingin kau tahu aku
bersungguh-sungguh menyukaimu. Bukan sejak pertama kali kita bertemu, tapi
sebelumnya. Sebelum kita saling mengenal, aku sudah terpaku padamu sejak dulu.
Dalam mimpiku.” Aku terus bicara, entah Shinya mengerti atau tidak. Yang jelas
aku sudah tidak bisa menyembunyikan ini semua. “Mungkin kau pikir aku gila.
Tapi aku sering melihatmu dalam mimpiku, mimpiku yang aneh yang akhirnya
mempertemukan kita. Apa menurutmu aku membual? Tidak. Terserah kau mau
mempercayaiku atau tidak untuk masalah ini, tapi aku harap kau percaya padaku
untuk ini...”
Saat
aku mengambil lengannya yang kecil, kuarahkan kedadaku. Kueratkan dia disana,
mencoba memberitahukan perasaanku lewat getaran irama jantungku.
Shinya...
bisa kau rasakan debaran ini ?
Debaran
yang hanya selalu bertabuh ketika aku bersamamu. Debaran menyakitkan yang
selalu membuatku tak ingin kehilangan kau. Bisakah kau merasakannya?
“Benarkah
kau bermimpi?” tanyanya, aku tak mengerti. “Benarkah kau Daisuke-ku?” dan aku
terkesiap ketika airmatanya mengalir walau bibirnya menyiratkan tawa.
“Sh-shinya...”
“Apa
kau bermimpi sama denganku ? Saat api itu menyala membakar segalanya?”
Aku
terpaku, jantungku seakan berhenti. Bagaimana Shinya tahu mimpiku, bagaimana dia
tahu ada api dalam mimpiku?
“Daisuke...
kau melihatnya?”
“Kamu,..
Shinya.”
Dan
saat aku sadar, airmataku mengalir. Dia tertawa dalam tangisnya. Apa ini? Jadi
mimpiku, nyata? Dia benar Shinya-ku? Yang terakhir kulakukan, saat aku
mengambil tubuhnya. Mendekap erat penuh kehangatan dan kegembiraan. Shinya-ku.
Shinya-ku.
Milikku...
~*~
Shinya
duduk bersamaku, menikmati segelas minuman yang kami beli ditaman ria.
“Kau
senang”" tanyaku.
“Iya.”
dia mengangguk kecil sambil tersenyum.
Aku
pun demikian. Mungkin lebih bahagia dari sebelumnya. Menemukannya yang memang
takdirku, belahan jiwaku. Kehidupanku di masa lalu. Aku tak mengira reinkarnasi
itu ada. Kehidupan baru yang akhirnya menyatukan kami kembali. Tak bisa
kupercaya kehidupan yang dikatakan orang sebagai reinkarnasi itu benar-benar
ada. Walaupun tetap saja aku masih memegang teguh pedomanku sebagai orang
memiliki pandangan realis. Tapi, mungkin dengan hadirnya Shinya. Pandangan
realisku akan sedikit kulengkapkan.
Sebelumnya
aku tau pernah tahu, Shinya pun mengalami mimpi yang sama ketika ia kecil.
Ketika usianya masih terlampau muda, Shinya di ganggu mimpi-mimpi buruk.
Tentang api, tentang aku. Hingga suatu hari ketika dia terbangun, dia tak
mendapati sinarannya. Semuanya gelap dan tak terang lagi dimatanya. Hingga
Shinya hidup dalam kegelapannya, tanpa mengenal siapapun. Selain Daisuke-nya.
Daisuke dalam mimpinya.
Shinya...
Saat
aku menggenggam jemarinya. Meremasnya penuh kasih, aku tahu hidupnya lebih
sulit untuk menemukanku selama ini. Dan kami terus mencari dalam dunia yang
berbeda. Saling mencari separuh hati, saling mencari kelengkapan hidup.
Sekarang, aku berhasil menemukannya, aku tak akan pernah melepaskannya.
Selamanya...
~*~
“AAAAAAAAAAAA!!!!”
Aku
berlari sekencang mungkin.
“Shinyaaaa!!!”
jeritku.
Saat
aku sampai api itu melahap segalanya. Percikan-percikannya menyembur lepas ke
langit bagai magma yang meletus, melepaskan muntahannya.
“SHINYAAAAAA!!!!”
aku menjerit.
Beberapa
orang berpakaian patroli memegangiku yang memberontak bagaikan orang gila.
Mobil-mobil besar itu sigap menyemburkan air dari selangnya, dan mereka panik
berlari-larian.
“SHINYA!!!”
Sementara
aku tahu, Shinya-ku terperangkap disana! Shinya-ku!!!
Shinya-ku yang
baru kutemukan, Shinya-ku yang baru aku dapatkan!!!
“SHINYAAAAAAAAA!!!”
Aku
tidak mau kehilangannya! Tidak!!! Lepaskan aku! Biarkan aku menggapainya,
kembali merengkuhnya dalam api untuk kedua kalinya. Saat aku ingat betul dalam
mimpiku, aku melakukan hal yang sama. Demi Shinya!
“Minggir!!”
“Hei
Tuan!! Heeeiii!!!”
Jangan
pikir aku akan menyerahkan Shinya-ku begitu saja! Jangan pikir aku akan
membiarkan dia sendirian menghadapi kematian! Jangan pikir aku akan sudi
membiarkan Shinya-ku pergi!!!
TIDAK
!
“Shinya!!!”
Aku
menerobos dalam api ketika api sudah hampir meluluh lantakkan Flowristea. Hanya
demi mencari sosoknya, mencari dia yang aku cinta.
“Shinya!!
Uhuukk...uhhuukk...”
Walau
panas kini menyerangku, rasa terbakar yang tak bisa ketahankan melahap perlahan
melelehkan secair keringat dari setiap pori-pori kulitku. Walau asap hitam ini
harus kuhirup, racun yang harus aku terima mencekik nafas dan menyakiti
paru-paruku. Aku tak peduli!
“Shinya
!!!”
Dalam
kabut penuh asap dan rasa panas yang membara, kutemukan Shinya-ku tergeletak
dengan tubuhnya yang setengah terbakar.
“SHINYAAAA!!!”
Demi
Tuhan, jangan begini!! Jangan ambil dia dariku!!!
“Shinya!
Shinya!!!” aku panik berusaha memadamkan api yang tengah membakar kedua kakinya
kini. “Shinya bangun!!! Bangun!!! Uhuukk..!” Bangunlah, hanya itu pintaku.
Hanya itu harapku..
Permohonanku.
“
...Daisuke...”
Saat
mata ini berderai dengan bulir airmata, saat itulah kudengar secercah harapan
kecil ketika dia memanggil namaku. Walau dengan mata terpejam dengan ekspresi
kesakitannya, aku bahagia dia tahu aku disisinya.
“Aku
disini!” ujarku, mengenggam jarinya yang sudah mulai menghitam dan mengelupas.
Dia mengeratkannya, mengeratkan jemari ini.
Namun
hanya sejenak, terlalu singkat ketika kurasakan kekuatan ini tak lagi kuat.
Ketika jemari itu melemas tak bertenaga, saat kurasa desah nafasnya berhenti.
Aku sakit....
“Hikss...AAAAAA!!!!”
Aku
menangis. Menangis! Aku kehilangannya, kehilangan dia. Dalam perihnya, aku
peluk tubuhnya, panas kurasakan. Kudekap, masih harum kurasakan.
Shinya-ku...
Shinya-ku...
Tapi
sekali lagi, aku mau hidup matiku bersamanya. Kekal dengannya, menemaninya dan
kembali berharap akan ada lagi reinkarnasi berikutnya. Tak perduli jika harus
menunggu seratus tahun lamanya untuk menemukannya kembali, aku akan tetap
disini. Disini, disampingmu...
Shinya-ku...
Walau
sekali lagi, aku harus mati dalam jilatan api. Walau kembali harus kuulangi
kematian yang sama. Walau harus sekali lagi aku mati dengannya, aku tetap
disini. Menemani Shinya-ku...
Kupeluk
tubuhnya mengerat, membiarkan api membakarku. Menghanguskan seisi raga dan
jiwaku. Tapi tidak hatiku, perasaanku, cintaku. Walau sakit menderaku, walau
perih menyiksaku, relakan saja. Dan semuanya berakhir saat tubuh ini meleleh
dan Flowristea rata dengan tanah. Tapi sekali lagi, kudapatkan Shinya-ku...
Tamat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar