Title : THE PLEDGE
Finishing :
Maret 2011
Note Author : This is was edited for competition horror
novel at ended 2011
PART III
~*~
"Aku
mau Toshiya tenang." tutur Kyo.
Daisuke
bergeleng-geleng, tak habis pikir dengan pemikiran Kyo yang masih belum jera.
"Heh,
Kyo. Sudahlah, biarkan saja masalah ini. Kau tidak ingat kemarin itu kita semua
hampir mati?" tolaknya.
"Kita
semua akan mati kok. Cepat atau lambat, karena ulah Toshiya atau bukan, kita
semua tidak akan ada yang bisa hidup abadi."
"Ih,
bocah!" Daisuke menggeram menahan kesal.
"Tapi
apa yang Kyo bilang ada benarnya." Shinya menimpali.
Daisuke
menoleh spontan pada pemuda yang duduk di sebelahnya dengan mata heran.
"Shinya!?"
"Dai, coba kau pikirkan, kalau
hantu itu tetap tidak bisa kembali ke tempat peristirahatannya, bisa jadi suatu
saat Niikura-sensei melakukan hal yang nekat lagi. Kita tidak akan pernah tahu.
Mungkin sekarang kita yang terlibat, tapi nanti..?" Shinya menatap Daisuke
serius hingga ia membuang muka.
"Kalau
kau tidak mau membantu juga tidak apa-apa." Kyo beranjak dari kursinya.
Shinya
menghela, namun akhirnya dia mengikuti Kyo.
"Kyo!"
panggil Daisuke. Kyo dan Shinya menoleh. "Kenapa kau sangat peduli pada orang
yang sama sekali tidak kau kenal sih?"
Kyo
menatap Daisuke lekat.
"Kau
akan mengerti setelah kau merasakan bagaimana rasanya memiliki perasaan sesal
dan bersalah kepada orang yang sudah meninggal tapi amat kau cintai."
Daisuke
membisu.
~*~
Malam
itu Kyo kembali mendatangi tepian bendungan. Suasana yang sepi dan gelap tak
membuat Kyo takut, karena memang sesuatu yang ingin Kyo temui adalah seorang
hantu. Tapi Toshiya sama sekali tidak ada di sana. Sosoknya tak nampak, rasanya
Toshiya menyembunyikan diri.
Tuk.
Suara
ujung tongkat Kyo yang berantuk dengan jalan menandakan dia bergerak, menepi
mendekati tepian bendungan yang sepi dan kosong. Walau tak terlihat Kyo tahu
Toshiya masih di sana. Karena Toshiya sudah tidak bisa pergi kemana pun. Semua
kenangan dan keinginannya terkubur di tempat ini.
Kyo
meletakkan tongkat kayunya dan duduk di tepian bendungan dengan membelakanginya.
Duduk seolah disampingnya kini berada seorang Toshiya yang juga duduk di sana.
"Aku
tahu melepaskan dan mengikhlaskan orang yang kau sayangi pastilah berat.
Terlebih lagi dengan kepercayaanmu pada sumpahnya, tapi Toshiya... sekarang kau
harus membuka hatimu untuk bisa melihat kenyataan. Kau tidak bisa terus seperti
ini."
Kyo
melirik, tapi tetap tak ada siapa pun di sana. Toshiya sama sekali tidak mau
menampakkan dirinya. Tapi Kyo merasa Toshiya tetap berada disekitarnya. Dengan
hawa menusuk seperti ini, Kyo tahu Toshiya disampingnya.
Kyo
menunduk sedih. "Aku kehilangan Ayah dan Ibuku saat aku kecil. Mereka
memang tak pernah bersumpah padaku akan terus bersamaku. Tapi sebelum itu,
mereka berjanji akan datang melihatku bertanding marathon." Mata Kyo
berkaca, walau berusaha kuat tapi kenyataannya bayangan terakhir kedua orang
tuanya mengusik ketegarannya selama ini.
"Aku
menunggu mereka datang, karena aku percaya mereka akan datang. Tapi ternyata
mereka tidak pernah datang sejak saat itu. Dan meninggalkan aku dengan janji
terakhir mereka." Suara Kyo tersendat. Ujung hidungnya mulai berair. "Saat
penghormatan terakhir, semua orang memaksaku untuk mengikhlaskan kepergian
mereka. Menyuruhku agar melupakan mereka agar mereka tenang. Tapi aku tidak
bisa..., aku butuh orangtuaku." Airmata Kyo menetes.
"Aku
tidak tahu bagaimana cara mengikhlaskan mereka. Aku tidak tahu bagaimana cara
melupakan mereka. Yang aku pikirkan hanyalah, aku ingin sekali ikut dengan
mereka. Tapi keluargaku selalu bilang itu akan menyakiti mereka disana. Mereka
tidak akan tenang. Tapi bagaimana dengan aku? Aku sendiri tidak tenang tanpa
mereka."
Kyo
saat itu tak ubahnya seperti anak ayam, kehilangan induknya. Berkicau sendirian
memanggil induknya, namun tak ada jawaban. Kemana Kyo akan melangkah ketika
semua yang ada di depan matanya terlihat begitu suram? Saat itu Kyo benar sangat
butuh Ayah dan Ibu. Belum lepas dengan rasa kalut yang menimpanya, Kyo diberikan
cobaan yang jauh lebih menyiksanya. Berimbas pada kehidupannya ke depan. Saat
kecelakaan maut beruntun di malam pengantaran jenazah Ayah dan Ibu, Kyo kembali
harus menelan pedihnya kenyataan. Kyo harus merelakan kehilangan kakinya.
Padahal kedua kaki itu adalah tumpuan harapannya yang ingin sekali menjadi
atlet marathon.
"Terkadang
aku berpikir. Apa ini hukuman buatku yang benar-benar tidak bisa merelakan Ayah
dan Ibu, dan membuat mereka gelisah? Karena aku terus merasa bahwa mereka masih
punya janji padaku. Dan aku merasa bersalah." Kyo mendongakkan kepalanya
ke langit agar airmatanya tak jatuh lagi. "...aku merasa bersalah pada
Ayah dan Ibu. Membuat mereka tak tenang. Bahkan aku merasa bahwa karena aku-lah
mereka meninggal..."
"Tapi
bertahun-tahun aku menyesal, Tuhan memberikanku kemampuan. Melihat mereka yang
tiada, aku sadar. Ayah dan ibu menangis meratapiku yang masih hidup. Melihatku
yang tidak bisa menerima kepergian mereka. Aku sudah menyakiti mereka. Tapi kau
tahu alasan kenapa mereka menangis sebenarnya?"
Kyo
kembali menunduk. "Ayah dan Ibu menangis karena sedih melihatku. Mereka
menyayangiku tapi tidak mampu berbuat banyak. Aku pun sama, dan kami hanya bisa
menangisi satu sama lainnya. Aku sakit melihat orang tuaku bersedih, dan mereka
bersedih melihatku terus menangis. Dan apa yang harus aku lakukan untuk bisa
menghentikan tangis kami? Aku harus berhenti. Aku harus bisa melupakan segala
beban keinginanku terhadap mereka. Membiarkan yang sudah berlalu dan hidup
menjadi aku yang lebih baik. Tidak ada orang yang berharap tentang orang yang
dia sayangi akan terus terpuruk. Sama seperti orang tuaku, aku pun begitu. Aku
tak mau nanti kami semua mati sia-sia." Kyo melirik sebelahnya yang
kosong.
"Aku
tak mengatakan bahwa ada kesamaan di antara kita, tapi..." Kyo menjeda.
"Aku berharap kau yang setia ini bisa tenang dan mengikhlaskan Niikura.
Dia hidup tetap mengenangmu, kenangan kalian tidak akan mati. Niikura akan
membawanya hingga dia menemui ajalnya nanti. Manusia memang tidak ada yang
kekal, tapi aku tahu cinta kasih pastilah abadi. Karena aku juga akan mengenang
kedua orang tuaku, menjaga cinta kasih mereka sampai saatnya aku dijemput."
Wuushh!
Kyo
terusik tatkala semilir angin dingin itu melewatinya. Dan ketika dia menoleh,
Toshiya duduk disampingnya. Merunduk menatap bendungan.
"Toshiya..."
Toshiya
tersenyum getir menatap lurus pada jembatan. Senyum itu tak berhenti terukir.
Walau Kyo tahu itu senyum pahit, Toshiya tak berani bicara. Hanya mata sayu itu
kini lembab dan basah. Disusul dengan aliran air yang mengucur di seluruh
tubuhnya. Toshiya menangis...
"Aku
mau bertemu Kaoru..." pintanya. Kyo tersenyum kecil."Tapi aku tidak
bisa menemuinya. Aku tak bisa bergerak kemana pun..." senyum itu kini
pudar.
Toshiya,
dia terkurung di sini. Dia terkurung bersama semua kenangan pahitnya yang tak
pernah hilang termakan waktu.
"Aku
akan membantumu! Aku akan membawamu menemuinya di rumah sakit." ujar Kyo
optimis.
Toshiya
meliriknya, namun dia menggeleng.
"Aku
akan menyakitimu, Kyo."
"Tapi
jika itu adalah keinginanmu yang paling ingin kau wujudkan, aku rela menerima
rasa sakit."
Toshiya
menatapnya tak mengerti. Dia tak mengerti kenapa Kyo begitu baik mau
membantunya?
"Kenapa
kau mau membantuku?"
"Kau
pernah bilang padaku, hanya aku yang bisa membantumu. Karena itu, aku mau
membantumu kembali tenang."
~*~
Daisuke
baru saja memarkir motornya di depan rumah. Tiba-tiba dia melihat sosok Kyo
berjalan tak jauh dari gang rumahnya.
"Kyo..?"
Tapi
Kyo tak seperti biasanya, mata Daisuke menatapnya dengan mata yang aneh. Hal
yang paling aneh Daisuke lihat adalah ketika kini Kyo berjalan melewati rumahnya
tanpa menggunakan tongkatnya. Kyo berjalan dengan menggunakan kaki palsunya
sementara kedua tongkatnya dia bawa seperti tak pernah pincang sebelumnya.
"Kyo!"
Daisuke beranjak, berlari mendekati Kyo. Dia berhasil membuat pemuda itu
berhenti ketika Daisuke menghadangnya. Dia memegang bahunya. "Kyo??"
Dan
Kyo pun mendongak. Tapi...
"Ah!!!"
Daisuke terkejut!
Seketika
dia melepaskan pegangannya dan mundur beberapa langkah dari hadapan pemuda
kecil itu. Betapa tidak, Daisuke sangat kaget ketika Kyo menatapnya tanpa bola
mata. Matanya putih. Tapi dari sana Daisuke mengerti sesuatu. Ini pasti ulah
hantu bendungan itu!
"Kau!
Lepaskan Kyo!" Daisuke menghardik.
"Minggirlah
dari jalanku, aku tak mau menyakitimu." suara itu keluar dari mulut Kyo,
tapi itu bukan suaranya. Melainkan Toshiya yang kini bersarang di tubuh Kyo.
"Aku
tidak akan minggir sebelum kau melepaskan temanku!"
"Tapi
aku juga tidak akan mundur, karena jika iya, Kyo akan marah padaku."
Daisuke
mengerutkan alisnya. "Apa maksudmu? Kau yang mengambil badan Kyo! Kau
merasukinya!"
"Dia
mau membantuku menemui Kaoru. Berikan kami jalan."
"Apa?!"
Daisuke kaget. "Kau kira aku percaya apa? Kau kira aku akan membiarkanmu
lewat begitu saja setelah apa yang sudah kau lakukan terhadap kami?!" Daisuke
berusaha menghalanginya.
Tapi
Daisuke tidak akan pernah membayangkan hal ini sebelumnya, saat Kyo melempar
tongkatnya dan Daisuke waspada dengan penyerangan. Ternyata Daisuke malah
dibuatnya terkejut lebih dari sebelumnya, saat Kyo berlutut dan bersimpuh
didepannya. Daisuke jadi terhenyak.
"Aku
mohon, bukan sebagai Kyo. Tapi sebagai aku sendiri, aku memohon padamu biarkan
aku pergi menemui Kaoru. Waktuku sedikit, aku tidak mau menyakiti Kyo lebih
lama dari ini." Toshiya yang bersarang dalam tubuh Kyo kini bersujud di
depan Daisuke.
Daisuke
jadi tak enak hati. Entah bagaimana mengatakannya, Dia merasa melihat kini
sosok Kyo sekelebat berubah menjadi sosok yang lain. Sosok basah yang bersujud
padanya, memohon.
Grep!
Daisuke
menarik tubuh Kyo dengan kasar. Dengan cepat Daisuke membawanya ke tempat lain.
Toshiya yang merasa Daisuke lebih jahat dari sebelumnya tidak bisa melakukan
banyak ketika Daisuke memaksanya mengikutinya karena kini Toshiya sedang
merasuk dalam tubuh Kyo.
"Naiklah!"
tukasnya saat Daisuke naik ke body motornya.
Tubuh
Kyo hanya membatu. "Kau..."
"Aku
tidak bisa membiarkanmu membawa temanku, aku harus mengawasi kalian!"
tandasnya.
~*~
Mereka
sampai di rumah sakit. Setelah meminta ijin pada pihak rumah sakit yang
sebetulnya tak membolehkan mereka masuk karena jam besuk yang sudah habis. Tapi
setelah berkali-kali memohon, akhirnya
mereka diperbolehkan membesuk Niikura-sensei yang masih belum sadar.
Daisuke
dan tubuh Kyo bergegas menuju kamar Niikura yang sepi. Pelan-pelan mereka masuk
ke dalamnya. Daisuke menarik tangan Kyo sebelum dia mendekati ranjang Niikura.
"Keluar
dari badannya sekarang." pinta Daisuke.
Dia
mengangguk, lalu tak berapa tubuh Kyo lunglai dan jatuh. Daisuke menahan tubuh
pemuda itu, sementara kini dia tak bisa melihat Toshiya yang sudah keluar dari
raga Kyo. "Kyo!" Daisuke mencoba menyadarkan temannya tersebut.
"Ugh!"
Kyo perlahan tersadar.
Sementara
itu Toshiya yang sudah keluar dari raga Kyo kini hanya bisa mematung menatap
tubuh Niikura yang masih tergolek tak berdaya. Ulahnya beberapa hari lalu telah
membuat pria ini sakit. Bahkan kesadarannya belum bisa dia dapatkan. Menatapnya
saja Toshiya sudah berkaca.
"Toshiya..."
Perlahan
Toshiya menoleh, Kyo bangkit dibantu Daisuke dibelakangnya.
"Katakan
apa yang harus kau katakan padanya. Ikhlaskan dia." ujar Kyo yang masih
lelah.
Sementara
Daisuke hanya berusaha mencermati apa yang Kyo lihat. Walau tak bisa melihat rupa
seorang Toshiya disekitarnya, namun melihat gelagat Kyo sepertinya Toshiya
berdiri tak jauh dari sana.
Toshiya
kembali menatap tubuh Niikura. Mendekatinya tanpa suara. Disana Toshiya hanya
bisa diam menatapnya, tanpa bicara sepatah kata pun. Toshiya lebih senang
terjun dalam kenangan masa lalunya saat bersama dengan pria ini. Pria yang
sudah banyak memberikannya kenangan manis dan indah buatnya. Sesuatu yang
seharusnya tak pernah dia sesali.
Namun
hanya karena kodrat mereka yang tak mengijinkan, Toshiya harus rela melepaskan
semua yang dia lewati bersamanya? Apa ini suatu kemalangan atau hanya cobaan
hidup? Ketika semuanya membidiknya dan menggiringnya menuju pada kematian yang
sudah direncanakan sebelumnya namun tak berjalan lancar. Takdir yang ingin
mereka ubah, justru mengubah mereka selamanya.
Memisahkan
keduanya tanpa bisa kembali berkumpul. Memisahkan keduanya dalam ruang dan
waktu. Berbeda alam, bentuk dan rupa. Toshiya tak pernah menyangka kenekatan
yang mengatasnamakan cinta ini justru menyeretnya pada kebencian yang berujung
dendam. Akhir keinginan yang tak pernah bisa dia dapatkan.
Salah.
Salah
atas dua makhluk yang saling mencinta ini. Niikura terlalu terburu-buru dan
Toshiya yang tak pernah bisa lepas mengharapkan hal yang lebih darinya. Terlalu
mencintainya dan terus berpedoman hanya pada ikrar dan janji. Hal manis yang
nyatanya membuatnya sesat dan menutup matanya pada kenyataan.
Mereka
sudah berbeda.
Tapi
satu hal yang sama, cinta mereka tak pernah padam. Dengan Toshiya yang tak bisa
melepaskan keberadaannya di dunia karena cintanya. Serta Niikura yang terus
menutup diri dari cinta sekitarnya demi mengenangnyaa yang dia kasihi
selamanya. Niikura sudah memantapkan diri hanya hidup untuk mengenang Toshiya
yang sudah berpulang, begitupun sebaliknya. Cinta kasihnya tetap kekal walaupun
keduanya sudah tak lagi bersama. Sekarang Toshiya harus membuka mata hatinya.
Dengan cinta kasih yang diterimanya. Kenangan dan kekukuhan hatinya, Toshiya
harus percaya Niikura akan tetap menjadi miliknya selamanya. Walau...
"Kaoru..."
Toshiya
mencoba menyentuhnya, namun tak bisa. Jiwanya tak mampu lagi menyentuh raga
Niikura di dunia.
"Kao..."
dan Toshiya menangis. "Maafkan aku..." meminta maaf, memohon. Kyo
mengangguk mengerti. Membantu Toshiya untuk meneguhkan hatinya melepaskan dia
yang seharusnya hidup. Berjalan sesuai dengan takdir Tuhan. Toshiya menatap Kyo
dengan wajahnya yang basah dengan airmata.
Toshiya
menatap tubuh Niikura yang masih tak bergerak. Kemudian dia mundur teratur.
Kali ini dia benar harus merelakannya dan pergi dari sisinya. Sekejap asap-asap
hitam itu hilang dari tubuh Niikura. Kyo menatapnya penuh dengan takjub.
Toshiya sudah benar-benar mengikhlaskannya.
Tapi...
TIIIITTT~!!!
Kyo
dan Daisuke terkejut saat suara mesin pengecek detak jantung milik Niikura
mendadak berdenging panjang.
Niikura
wafat?
~*~
Kyo
dan Daisuke panik di luar pintu kamar inap Niikura. Keduanya begitu terkejut
begitu mengetahui Niikura dalam kondisi yang begitu kritis. Namun kini keduanya
hanya bisa melihat keadaan di dalam hanya dari sela kaca pintu kamar. Sesaat
setelah mendengar ada yang tak beres dengan pasien mereka, barikade dokter dan
perawat meluncur dengan segera. Memaksa Kyo dan Daisuke yang tak berkepentingan
keluar sementara.
"Apa
ini ulah hantu itu?" Daisuke bertanya gusar.
"Bukan"
Kyo membantah. "Ini bukan ulah Toshiya!"
Tapi
Kyo pun tampak tak mengerti, apa mungkin memang ini saat dimana Niikurapun
harus berpulang?
.....
"Kaoru."
Toshiya menatap lurus pada jiwa Niikura yang berdiri disebrangnya. Berdiri
tersenyum getir menatap Toshiya disana.
"Toshiya..."
Keduanya
hanya bisa saling menatap. Setelah sekian lamanya mereka berpisah, kini Toshiya
dan Niikura kembali berhadapan. Kedua jiwa yang saling menatap bagaimana rupa
mereka setelah sekian tahun tak terlihat. Tanpa mempedulikan orang-orang yang
berusaha menyelamatkan jiwa Niikura yang tersendat diantara hidup dan mati.
"Toshiya,
maafkan aku."
Toshiya
menggeleng, tersenyum manis sekali.
"Sekarang
aku akan membayar semua penderitaan yang kau tanggung selama ini." tutur Niikura
lagi. Namun sekali lagi, Toshiya menggeleng sambil tersenyum. "Kau tidak
bisa Kaoru."
"Toshiya...?"
"Kau
masih belum waktunya menemaniku."
"Aku
sudah mati, seperti yang kau lihat." Niikura bersikeras. Toshiya tersenyum
sambil menunduk. "Kau masih punya kesempatan untuk hidup." Toshiya
berkata. "Kembalilah, Kaoru..."
"Dengan
apa yang kau lakukan dan keinginanku? Aku harus kembali? Tidak."
Toshiya
mendekat, memeluk jiwa Niikura yang hangat kini bersamanya. Tubuh yang selama
ini sudah tak terjamah oleh Toshiya, kini bisa dia sentuh sesuka hati. Niikura
balas memeluknya, mengeratkan dia yang sudah lama menghilang dari sisinya
karena kesalahannya. Toshiya tak ingin lepas, namun...
"Kembalilah,
demi aku..." bisiknya. "...terus hidup." Toshiya melepaskannya.
"Toshi..ya.."
Niikura tak mengerti.
Toshiya
menatap nanar saat menjauh darinya. "Terus hidup untuk mengenangku. Terus
hidup untuk mencintaiku, Kaoru. Kenang aku selamanya saat kau hidup. Dan
berikan pelajaran berarti untuk mereka. Mereka yang hidup seperti kita, bantu
aku... melepaskan rasa sakit ini." airmata itu tak kunjung berhenti dari
kelopak mata Toshiya. "Biarkan aku pulang, dan menunggumu disana dengan
semua dosaku. Sampai saatnya aku menjemputmu nantinya." dalam lintasan
airmata itu, pupus dengan senyum Toshiya yang tulus.
Toshiya
mengangguk kecil, menangis menatap jiwa Niikura yang kembali tersedot masuk ke
dalam raganya. Kembali hidup sesuai permintaannya.
"..
detak jantungnya muncul!"
Toshiya
berdiri disana. Menatap tegar saat para dokter itu membantu mewujudkan
kehidupan untuk Niikura. Meneguhkan hatinya bahwa kini saatnya Toshiya
berpulang. Sesaat Toshiya pergi, Niikura yang masih belum sadar bahkan mampu
meneteskan airmata dalam tidurnya.
Toshiya...
~*~
Beberapa
hari terlewat sejak kejadian itu. Kyo datang ke tepian bendungan sambil membawa
setangkai bunga lily. Meletakkannya di ujung jembatan dan menyalakan sebuah
dupa kecil yang dia tancapkan di tanah. Kyo mundur teratur, lalu mengatupkan
kedua tangannya. Mendoakan Toshiya yang sudah benar-benar pergi sekarang.
"Kyo..."
Kyo
menoleh. Shinya dan Daisuke di belakangnya, datang sambil membawa karangan
bunga berwarna. Kyo tersenyum. Shinya mengambil karangan bunga itu dari Daisuke
dan ikut meletakkannya di tempat yang sama dengan milik Kyo. Setelahnya,
ketiganya berdoa bersama. Mendoakan Toshiya agar tenang.
Tak
berapa lama, ketika doa mereka selesai. Kyo yang sadar ada seseorang lagi yang
muncul diantara mereka menoleh pada jembatan. Disana, di pinggir pagar jembatan
Niikura melemparkan segenggam kelopak bunga ke bendungan. Lalu mengatupkan
kedua tangannya, mungkin berdoa yang sama. Meminta pada-Nya agar menempatkan
Toshiya di sisi-Nya. Menjaga Toshiya selama Niikura tak bersamanya.
Dan
dari ujung jembatan itu, Niikura hanya menatap ketiga muridnya yang juga
menatapnya dengan wajah lebih baik.
~*~
"Niimura,
selesai pelajaran kau datang ke ruanganku sebentar." Niikura berpesan
sebelum pergi meninggalkan kelas.
Kyo
mengangguk kecil, sementara Daisuke dan Shinya saling bertatapan.
.....
"Saya
mau berterima kasih!"
"Saya
senang masalah kalian sudah selesai. Sekarang Sensei bisa hidup dengan
tenang." ujar Kyo. Niikura hanya tersenyum kecil.
"Aku
sudah sempat bertemu dengannya." jawabnya.
Pikiran
Kyo mendadak melambung pada peristiwa dimana Niikura yang kritis karena detak
jantungnya yang sempat menghilang beberapa saat. Apakah mungkin saat itu
Toshiya banyak bicara padanya?
"Dia
bilang, aku harus lebih banyak membantumu."
"Saya
sudah terbiasa banyak dibantu orang karena kondisi saya yang tidak
sempurna."
"Bukan
begitu maksudku..."
"Saya
mengerti." Kyo tenang. "Tapi, saya akan sangat senang kalau Sensei
benar-benar hidup seperti apa yang Toshiya inginkan selama ini. Toshiya hanya
mau Sensei berbahagia dan tidak melupakannya. Karena dia memiliki cinta kasih."
Cinta
kasih adalah sesuatu yang berbeda dengan ungkapan cinta. Ketika seorang
mengatakan hanya sebuah ungkapan cinta, perasaan itu tidaklah nyata. Cinta
masih menyimpan rasa-rasa lain, cemburu, curiga, bahkan benci. Berbeda saat kau
merasakan perasakan cinta kasih mendalam terhadapnya. Kau tak akan pernah ingin
menerima cinta, melainkah ingin sekali memberikan cinta. Kasih sayang yang
senantiasa membuat orang yang kau sukai selalu berwajah gembira. Karena dari
pancaran kebahagiaan itulah, perasaan senang tak terkira datang dari seorang
pecinta berasal.
"Toshiya
mencintaimu, makanya dia memberikan kau kesempatan hidup. Dia mau melihatmu
bahagia. Sama seperti kedua orangtuaku, mereka memberikanku kesempatan hidup
lebih panjang, aku harus berbahagia untukku sendiri dan demi mereka." Kyo
beranjak. "Kalau begitu saya permisi."
"Niimura..."
“Ya?”
"Terima
kasih."
~*~
Kyo
berjalan pulang sendirian. Dengan hati tenang kali ini. Satu masalahnya
terselesaikan. Namun dalam hati Kyo masih memikirkan sesuatu. Hal yang tak
pernah dia rasakan sebelumnya.
Jatuh
cinta...
Jika
Kyo menengok sekitarnya, saat Daisuke dan Shinya bersama. Walau Kyo tak peka,
nyatanya Kyo bisa melihat kasih sayang yang diberikan Daisuke pada Shinya.
Begitupun sebaliknya, walau tak pernah berujar Shinya akan selalu mengarah pada
Daisuke. Tapi keduanya sudah tidak mungkin berkomitmen dengan kondisi fisik.
Kondisi mutlak yang memisahkan mereka.
Sama
dengan Niikura dan Toshiya. Kesamaan kodrat mereka tidak menyetujui mereka
bersama. Pertentangan disana-sini membuat perasaan itu luluh lantak. Tapi siapa
yang bisa di salahkan?
Cinta
itu datang dengan sendirinya tanpa mampu mereka hindari. Bahkan mungkin mereka
tak tahu sejak kapan cinta itu ada dalam hati mereka. Tertanam dan terpupuk
sekian lama, hingga tumbuh semakin besar.
Tapi
Kyo selalu percaya. Cinta kasih adalah sesuatu hal yang bukan melanggar kodrat.
Semua orang mampu merasakannya. Sama halnya seperti dirinya terhadap kedua
orangtuanya. Kyo mencintai mereka dan mengasihinya. Begitupun sebaliknya.
Ketika perasaan itu bertaut, si pecinta akan memberikan segenap rasa kasih dan
sayangnya demi melihat dia yang dia cintai berbahagia.
Dan
rasanya Kyo sedikit merasakan hal itu.
Saat
Kyo berdiri di tepian bendungan, Kyo merasakan teduh dalam hatinya. Merasakan
bahwa kini Toshiya sudah berbahagia dan tenang disisi-Nya. Kyo sudah
memberikannya kebahagiaan. Memberikannya cinta...
'....
kenapa kau mau membantuku?'
Terngiang
suara Toshiya kala itu di ingatannya yang masih segar. Saat Kyo menjawab, bahwa
dia akan membantu Toshiya karena hanya dia seorang yang mampu menolongnya. Apa
benar hanya alasan sederhana itu Kyo rela menerima rasa sakit dari arwah
Toshiya?
Kyo
mendekat dan meletakkan sekuntum mawar di tepian bendungan tersebut. Sebenarnya
Kyo melewati satu jawaban pribadi di dirinya. Jika saat itu Kyo menjawab
bahwa...
"Aku
suka padamu, Toshiya..."
Tentu
arwah Toshiya akan terkejut, bukan?
Tamat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar