expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Follow me

17 Maret 2013

THE PLEDGE

Title : THE PLEDGE

Finishing : Maret 2011

Note Author : This is was edited for competition horror novel at ended 2011



PART I

 
~*~

 

'Hiks...hiks...'

Suara-suara tangis itu terus terdengar di telingaku. Mata yang berkaca-kaca tatkala menatap kedua potrait usang didepan altar. Dihiasi bunga-bunga beraneka rupa. Dupa-dupa yang terus menyalakan asap berbau khas. Sesajian dalam cawan, buah ranum yang terlihat sayu walau sebenarnya segar. Kedua potrait itu tersenyum, walau mereka telah terbujur kaku. Dalam peti mati kayu yang kokoh, jasad itu terkulai. Jasad ayah dan ibu...

 "Kyoo~ tabahkan hatimu. Ikhlaskan mereka, nak..."

Aku tak ingat bagaimana cara mengikhlaskan mereka agar mereka bisa tenang. Walau Paman dan Bibi terus menerus menyerukan permintaan itu padaku. Aku berusaha. Tapi airmata ini tidak mau berhenti mengalir. Jika kulihat ada senyum Ayah dan Ibu terpatri, walau itu hanya dari sebuah gambar mati potrait tua. Namun senyum mereka jelas terpatri dalam ingatanku. Dengan kedua tanganku, aku merangkul kedua potrait orang tuaku. Berjalan beriringan dengan keluarga. Mengantarkan mereka ke peristirahatan terakhir.

Pemakaman.

 

Duduk diantara mereka yang menyayangiku. Orang-orang yang masih menganggapku kerabat, memeluk, merangkul dan menciumiku dengan penuh kasihan. Iya, aku yang ditinggalkan oleh kedua pondasi hidupku. Aku yang masih terlalu kecil harus bertahan hidup tanpa kasih dan sayang Ayah Ibu. Aku yang rapuh harus bisa menerima kenyataan saat Ayah dan Ibu kini telah terendam dalam kelamnya pusara pemakaman.

Dan airmata ini seolah tak pernah berakhir. Kemalangan itu tak pernah meninggalkanku walau telah mengusik hidup dan mengambil orangtuaku. Dalam kelam dengan guyuran hujan malam itu, mobil yang kutumpangi bersama kerabatku di hantam mobil besar dan rentetan kecelakaan itu pun tak lepas merenggut apa yang kupunya.

Kebahagiaanku...

 

.....

 

"Kyo~ selamat pagi!"

Senyum cerah itu terlihat di bibir wanita paruh baya yang sedang menjemur pakaian di halaman belakang rumah. Itu Bibi.

"Mandilah dulu, Bibi sudah menyiapkan sarapan pagimu. Setelah itu bersiaplah ke sekolah." tuturnya walau masih sibuk dengan tugasnya.

"Ya!" Kyo mengangguk.

Dengan cepat Kyo membuka selimut yang masih melindungi tubuhnya dari udara dingin pagi hari yang menusuk. Namun Kyo tak lekas beranjak dari futonnya, matanya mencari-cari sesuatu yang penting untuknya. Hingga ia bingung karena mendadak benda itu hilang. Saat bibi yang melihat gelagat pemuda tersebut hanya bisa tersenyum. Lalu beranjak naik ke dalam rumah yang langsung berdekatan dengan kamar kecil Kyo. Wanita itu beranjak mengambil sesuatu dalam lemari, Kyo tercenung.

"Kau pasti mencari ini." tuturnya sambil menyerahkan sebuah tongkat kayu padanya.

"Kemana yang lama?"

"Yang lama sudah terlalu tua, kayunya sudah rapuh. Kau harus punya tongkat  yang baru. Hm?" sambil tersenyum bibi menyerahkannya.

Kyo mengambil kedua tongkat tersebut dan mulai memakainya kembali. Berdiri dibantu dengan Bibi agar tak jatuh, lalu menggunakan kedua tongkat tersebut untuk menggantikan kakinya.

Yah, kecelakaan itu merenggut sebelah kakinya. Kaki kiri yang terjepit pada bangku mobil saat kecelakaan beberapa tahun silam, mengharuskan Kyo mengikhlaskan kaki kirinya di amputansi.

 

~*~

 

Sebagai orang yang memiliki cacat fisik tentulah membuatnya menjadi sulit berjalan. Kyo harus membiasakan dirinya keluar rumah lebih pagi agar tidak melewatkan bus paginya yang biasa mengantarkannya ke sekolah. Walau terkadang pandangan miris dan iba selalu dia dapatkan, toh Kyo tak memerlukan rasa iba dari setiap orang yang menatapnya. Meski pun Kyo kehilangan kaki, bukan berarti Kyo menjadi berbeda dengan anak-anak lainnya.  

 

Srrakk!

Kyo membuka pintu kelasnya, matanya langsung menangkap beberapa sosok anak-anak sekelas lain yang sudah lebih dulu sampai disana. Teman-temannya...

"Kyo-kuuun!!!" Shinya melambai, bahkan kini mendekati Kyo membantunya mendekat ke arah meja.

"Terima kasih, Shin." jawabnya.

"So, how your holidays, dude~?" sapa Daisuke. "Kau sih tidak mau ikut kami ke pemandian air panas. Lihat mukamu jadi banyak keriputnya lol"

"Dai!" Shinya menyikutnya.

"Aku malas ikut kalian, nanti aku menganggu." balasnya.

"What the~!??"

 

"Heeey!!! Minami-sensei datang~!"

 

Dan sekejap obrolan ringan mereka terpaksa dihentikan. Saat sang wali kelas muncul ke muka kelas dengan wajah berseri menyapa para murid kelasnya yang baru saja kembali dari liburan sekolah musim panasnya.

Terkadang Kyo merasa apa yang dia lewatkan selama ini masihlah dalam taraf yang beruntung. Walau pun kehilangan, tapi Kyo diberikan sesuatu yang lain oleh Tuhan. Saat Kyo menoleh, wajah berseri Shinya dan Daisuke sebagai teman bisa membuatnya merasa lebih di terima walaupun terkadang minder dirasakannya. Tapi saat keduanya tak pernah mengusik akan cacat fisiknya, Kyo merasa dihargai. Selain diberikan teman-teman dan keluarga yang mensupport, Tuhan juga memberikan sesuatu yang baru untuk Kyo.

 

Woosshhh~

Saat mata Kyo melihat sesuatu yang tak pernah bisa dilihat oleh orang lain. Asap-asap putih yang terlihat di sekitar ruangannya. Meliputi tubuh sintal sang pengajar di muka kelas. Kyo mampu melihat senyum seorang kakek tua yang berdiri disana dengan hakama. Memperhatikan mereka dengan senyum. Iya, sejak kecelakaan itu Tuhan pun memberikan kemampuan yang baru pada Kyo. Matanya yang dapat melihat makhluk yang tak pernah bisa orang lihat.

            Hantu…

 

~*~

 

"Kudengar Minami-sensei akan segera menikah, jadi sepertinya dia tidak akan mengajar lagi." Daisuke membuka topik ketika pulang bersama dengan Kyo itu. Pemuda tinggi itu nampak terlihat santai.

"Jadi kemungkinan wali kelas kita akan di ganti?" tanya Kyo.

"Bisa jadi."

Kyo terdiam, namun teringat sesuatu. "Dai, kau serius membawa Shinya ke onsen waktu liburan kemarin?"

            "Um..." Daisuke salting. "Ya- yaa begitulah."

"Kau bilang padanya soal masalah yang waktu itu?"

"Belum."

"Payah!"

Daisuke hanya meliriknya dengan mata sinis. "Kau kira gampang menyatakan perasaan?"

            "Oh, kupikir tak ada yang tak bisa untuk seorang anak Andou." goda Kyo.

"Jangan mengejekku, Niimura!"

"Hehehe...!"

Obrolan kecil yang membawa mereka pada suasana menyenangkan. Kyo mungkin tidak mengerti bagaimana rasanya memiliki perasaan suka pada orang lain. Seperti Daisuke terhadap Shinya, walau itu aneh, tapi Kyo senang mendukung keduanya. Baginya mendukung teman sama saja mendukung dirinya sendiri.

 

Namun obrolan ringan itu sejenak berhenti ketika Kyo melihat sosok bayang seorang pemuda yang sedang duduk di tepian bendungan. Melihat sendu  ke dalam air yang tenang tanpa suara.

"Mungkin saat kelulusan aku bakal menyatakan perasaanku pada Shinya..."

Bahkan Kyo sepertinya tak mendengarkan curhatan kecil dari Daisuke yang masih terus bercerita. Perhatian Kyo seakan tertuju pada sosok pemuda asing yang sedang duduk di sana.

Sebenarnya sudah hampir seminggu ini Kyo mendapati pemuda asing itu terus duduk di tempat yang sama setiap sore. Bahkan  tak jarang pada siang hari yang panasnya sedang terik, pemuda itu tetap duduk di tepian bendungan tersebut. Seperti ada yang sedang dia tunggui sepanjang hari. Atau mungkin pemuda itu memang sedang memikirkan sesuatu dan memilih tepian bendungan untuk menenangkan diri.

Yah, walaupun pemikiran Kyo yang kedua terdengar sangat janggal. Mana ada orang yang sedang ingin sendiri bisa berhari-hari duduk di tempat yang sama dan terus muncul di jam-jam yang sama? Jika Kyo benar, pemuda itu pastilah bukan manusia sepertinya. Makhluk haluskah?

 

……

Kyo meletakkan penanya pada lembaran-lembaran buku PR-nya. Tak lama dia beranjak dari kursi dengan tongkat penyangga kakinya, berjalan pincang ke arah jendela kamarnya yang remang. Membuka tirainya dan menatap lurus pada bendungan yang tak jauh dari rumahnya.

Tapi jika benar dia benar makhluk halus, kenapa Kyo tak merasakan apa-apa?

 

~*~

           

Pagi-pagi sekali Kyo sudah keluar rumah untuk mengejar bus di halte. Dengan persiapan yang sama seperti hari-hari sebelumnya Kyo melangkah dengan pasti walaupun sedikit sulit dengan kondisinya yang kurang sempurna. Dan seperti biasanya pemuda itu pun sampai pada jembatan bendungan yang menghubungan dua jalan dari wilayah perumahannya. Di pinggiran bendungan seperti ini setiap paginya warga-warga sekelilingnya muncul untuk berlari pagi atau sekedar berjalan-jalan biasa. Beberapa disana yang mengenal Kyo tampak ramah menyapanya pagi itu.

"Pagi!" sapanya pada setiap orang yang ia kenal; rata-rata para ibu tetangga dan para bapak yang hendak pergi bertugas. Namun di setiap paginya, Kyo tak akan pernah menemukan sosok pemuda asing berambut kelam yang biasa duduk termenung disana.

Kemana dia?

 

~*~

 

“Seperti yang sudah kalian tahu, Minami-sensei hari ini sudah resmi mengundurkan diri karena urusan pribadinya. Mulai saat ini, wali kelas kalian akan di pegang oleh Niikura-sensei. " Kepala sekolah memberikan penjelasan rinci.

Pria berjenggut tipis di sampingnya tersenyum menatap pada siswa-siswanya yang terlihat tenang.

"Selamat siang, semua!"

Tapi hanya Kyo yang menatapnya serius.

.....

 

"Kudengar kalau belajar dengannya tidak boleh main-main. Dia itu tipe killer!" Daisuke merebakkan isu yang terdengar.

"Mungkin dia hanya tegas." Shinya menengahi.

"Tegas dalam kamusku berarti galak Shin...!" elak Daisuke.

"Kalau semua harus disesuaikan dengan kamus-mu, tidak akan ada yang benar..."

"Ih!"

Tawa kecil dari Shinya terdengar dengan candaan kecilnya pada Daisuke, namun sepertinya itu tak terlalu diperhatikan oleh Kyo. Saat matanya menangkap sosok guru pengganti yang memiliki kharisma tinggi, Kyo merasakan sesuatu yang aneh padanya.

            Dia dikelilingi oleh asap hitam.

 

            "Kyo? Kyo!"

"Ya?" Kyo tersadar saat Shinya memanggilnya.

"Ada apa?" tanyanya.

"Hmm, tidak apa-apa." Kyo menggeleng pelan.

 

~*~

 

Sore itu Kyo kembali pulang. Kali ini dia pulang sendirian. Dengan langkah yang tertatih-tatih Kyo berjalan, walaupun terlihat sangat sulit tapi Kyo sudah sangat terbiasa berjalan pincang seperti ini. Sudah hampir empat tahun Kyo membiasakan dirinya untuk berjalan dibantu tongkat, karena kaki palsunya tidak bisa dia gunakan secara maksimal. Lagipula kaki palsu itu hanya seperti hiasan di kakinya agar orang lain tak terlalu takut melihatnya dengan kaki yang tak sempurna.

Kyo lebih senang berjalan dengan bantuan kedua tongkatnya, walaupun itu terlihat sangat menyulitkan. Tapi Kyo tetap bersyukur, dia lebih pandai menggunakan kedua alat ini sehingga mampu berjalan lebih cepat.

 

Tap.

Tiba-tiba langkah Kyo berhenti, di depan matanya sosok pemuda asing itu lagi-lagi terlihat. Tapi kali ini dia tidak duduk seperti biasanya. Kali ini dia berdiri tepat di tepian bendungan yang tenang. Pemuda yang sangat tinggi, pikir Kyo.

Kyo kembali berjalan, dia tak mau mengusiknya. Dengan perlahan Kyo mencoba melewatinya. Namun matanya kembali melirik minat pada pemuda yang berdiri membelakangingnya. Aroma aneh tercium pekat. Kyo berbalik, menatap punggung itu dengan mata yang curiga. Sementara pemuda itu berjalan semakin maju dan maju pada pinggiran bendungan.

Apa yang akan dia lakukan?

"Jangan lompat!" Kyo berteriak mengejutkan.

Sosok itu mendadak terdiam. Dengan suasana yang sudah gelap, Kyo tak mampu melihat wajah asli pemuda tersebut. Namun cahaya dari lampu jalan yang temaram ini sedikit membantunya melihat wajah si pemuda nekat ini. Terlebih lagi saat dia menoleh pada Kyo.

Dada Kyo berdebar seketika saat matanya yang tajam menatap pada Kyo. Kini dia berbalik menghadap pada Kyo walaupun dia tak mendekati Kyo disana. Dengan kaos putihnya yang lusuh, celana jeans dan sepatu sneakersnya, pemuda itu nampak begitu berbeda dimata Kyo. Apa benar dia hantu?

Dalam keadaan yang sama sekali tidak bersuara, mereka hanya bisa saling memandang. Kyo dan pemuda itu terlihat menatap penuh dengan keanehan. Sama halnya dengan Kyo, pemuda itu terlihat mengernyitkan alisnya. Apakah dia bertanya-tanya, kenapa Kyo harus ikut campur dengan urusannya?

"Jangan melompat. Kalau kau melompat, nanti kau bisa mati!" tukas Kyo.

Namun akhirnya si pemuda berparas manis itu tersenyum sambil membuang wajahnya. Seperti mendengar sebuah lelucon dari mulut Kyo yang mencegahnya untuk menghadap kematian.

"Kalau kau punya masalah, bicarakanlah baik-baik!." Kyo menasehati, walaupun sebenarnya Kyo tahu ini tak berguna.

Pemuda itu tetap tersenyum, bahkan kali ini dia tersenyum sambil menengadah dan seolah menghirup udara dengan bebas. Kyo tak pernah menyangka, saat pemuda itu merentangkan kedua tangannya. Tubuhnya meluncur dengan mulus.

"HEY!!!" Kyo menjerit.

Ingin berlari tapi tidak bisa! Akhirnya dengan tergesa-gesa Kyo mendekat pada tepian bendungan, matanya yang panik mencari-cari sosok pemuda tersebut. Namun airnya tenang.

"Hey! Kau dengar aku?!" Kyo memanggil. Tapi tak ada jawaban, air bendungan itu seolah menenggelamkan si pemuda itu dengan cepat. "Sial!" Kyo mendecak kesal.

            Dengan cepat Kyo meraih kedua tongkat dan berdiri serta merta, berbalik dan..

 

"BOO!"

"Hhh!!!" Mata Kyo membelalak terkejut. Jantungnya nyaris saja berhenti berdetak!

"Hihihi..."

Tepat di hadapannya pemuda itu muncul mengejutkannya. Kali ini dengan tawanya yang renyah. Membuat Kyo hampir saja mati karena kaget.

"Kau..." ujar Kyo disela keterkejutannya.

Tawanya mulai reda, namun senyum manisnya tak hilang terukir di wajahnya.

"Seharusnya aku tahu kalau kau memang hantu =___=" Kyo mendengus kesal. Seperti kena tipu mentah-mentah pada makhluk-makhluk usil semacam dia.

Namun pemuda itu menatap Kyo dengan minat. "Jadi kau tahu aku hantu?" tanyanya.

"Siapapun yang melihat kejadian tadi juga bakal percaya kalau kau hantu." jawab Kyo enteng.

Pemuda itu tercenung, melihat reaksi Kyo yang datar-datar saja tanpa ada rasa takut di wajahnya. "Kau... tidak takut padaku?"

Kyo menatapnya lekat.

 

~*~

 

Kyo masih menatap bendungan itu dari jendela kamarnya. Sosok hantu pemuda itu nyatanya masih disana. Duduk menepi sendirian tanpa teman, menatap lurus pada bendungan besar itu sambil mengayun-ayunkan kedua kakinya. Wajahnya berseri, walau terlihat sedikit pucat. Namun senyumnya entah mengapa tak kunjung berhenti mengukir di wajahnya.

"Hantu yang aneh." Kyo menutup tirai kamarnya.

 

Pagi harinya, seperti biasa Kyo berangkat. Kembali melewati jembatan bendungan itu. Namun pagi itu sedikit tidak biasa, karena pada sudut jembatan yang tersembunyi, Kyo mendapatkan sebuah karangan bunga kecil. Kyo melirik tepian bendungan yang biasa di huni oleh hantu pemuda tersebut. Apakah benar dia meninggal di tempat seperti ini?

Tapi mengapa?

 

.....

 

 

"Niimura?"

Kyo terkejut ketika seseorang menyapanya dalam bus. "Oh, Niikura-sensei!" jawabnya, lalu dia menyapa. "Selamat pagi!"

"Selamat pagi!" balasnya sopan. Sesekali dia menatap Kyo. "Kamu tinggal di daerah sini?" tanyanya berbasa-basi.

"Benar." jawabnya sedikit canggung.

“Rumahmu dimana?"

"Um... di dekat bendungan." jawab Kyo jujur. Niikura-sensei terdiam, namun kembali menjawab. "Oooh, begitu.."

"Um, sensei. Apa jangan-jangan sensei juga tinggal di daerah yang ini? Soalnya saya tidak pernah melihat sensei sebelumnya."

"Ahahaha...tidak, saya tidak tinggal disana. Hanya saja, hari ini saya baru saja mengunjungi teman saya."

"Hoo..." Kyo mengangguk mengerti.

 

~*~

 

"Jadi sejarah evolusi Jepang berkembang..."

 

Pelajaran masih berjalan dengan tenang. Kyo masih berusaha menyimak dengan seksama, tapi tak bisa di pungkiri matanya tak bisa lepas dari sosok guru yang kini sedang mengajar di muka kelas. Aura hitam itu semakin pekat mengelilingi tubuh Niikura-sensei. Kyo memijat keningnya yang mendadak pusing.

            "Kyo-kun... kau kenapa?" bisik Shinya yang duduk bersebelahan dengannya.

            Kyo hanya menggeleng. Daisuke menoleh pada mereka.

 

TENG. TENG. TENGTENGTENG!

Alarm tanpa berakhirnya pelajaran itu terdengar. Kyo bangun dari pembaringannya setelah tadi diberikan izin untuk beristirahat karena kondisinya yang mendadak tak sehat.

 

"Kyo, bagaimana keadaanmu?" Shinya muncul bersama Daisuke dibelakangnya.

"Sudah mendingan."

"Kau kecapekan?" tanya Daisuke.

"Mungkin."

"Nah, ini. Aku sudah membuatkanmu catatan pelajaran terakhir tadi." Shinya memberikan tas Kyo padanya.

"Terima kasih, Shin."

Shinya hanya tersenyum, lalu menatap pada Daisuke.

"Um... kuantar kau pulang." jawab Daisuke membalas tatapan Shinya padanya.

Kyo melirik keduanya. "Bukannya hari ini jadwal kalian piket kan?"

"Aku bisa piket sendirian, Dai akan mengantarmu pulang." jawab Shinya.

Kyo tertawa kecil. "Shinya, aku tidak apa-apa. Lebih baik Dai disini, menemanimu piket." jawabnya seraya melirik Daisuke.

Shinya merunduk, Daisuke hanya bermuka datar. Kyo tersenyum pada keduanya.

"Aku bisa pulang sendiri. Kalian piket saja berdua, nanti kalau aku ada masalah aku kan memberitahu kalian." tutur Kyo.

"Baiklah." Shinya akhirnya mengiyakan.

 

~*~

 

Kyo pulang sendirian, setelah meninggalkan Shinya pada Daisuke yang hari ini piket bersama

Plung!

Tiba-tiba Kyo menoleh kearah bendungan yang senyap setelah suara benda jatuh kedalam air terdengar. Ketika matanya bergeser, sosok pemuda itu berdiri di tepian bendungan dengan wajahnya yang datar. Dia masih disana.

Kyo berjalan tertatih-tatih, mulai mendekati sosok tinggi itu. Namun Kyo berubah pikiran, dia melewatinya begitu saja. Jujur, Kyo tak mau banyak ikut campur dengan masalah mereka yang telah mati. Walaupun arwah mereka masih berkeliaran di dunia. Itu bukan urusannya. Lagipula Kyo tak mengenalnya. Tapi saat Kyo menoleh pada sudut jembatan yang disisipi ilalang liar, karangan bunga tadi pagi kini telah hilang. Hilang seperti pemuda asing itu, Kyo tak melihatnya lagi.

 

~*~

 

Syuuuurrr~!!

Hujan deras yang mengguyur kota sejak tadi siang hingga hari menjelang malam tak kunjung reda. Membuat suasana hari Minggu di rumah Kyo menjadi sangat kelabu. Janjinya dengan Shinya dan Daisuke terpaksa mereka batalkan karena cuaca yang tidak bersahabat hari ini. Bibi masih mencuci piring bekas makan malam mereka ketika Kyo naik ke lantai atas menuju kamar. Dengan suara yang nyaring dari ujung tongkatnya yang berantuk dengan lantai kayu Kyo nampak mencari-cari kesibukan sendiri karena bosannya dengan liburan hari ini.

Namun tiba-tiba Kyo teringat sesuatu, sesuatu yang membawanya beranjak mendekati jendela kamarnya. Saat Kyo menyibakkan tirainya dan menatap jauh ke arah bendungan, hujan deras yang memantul dari air bendungan kini naik beberapa centi. Tapi bukan itu yang Kyo perhatikan, melainkan sosok hantu pemuda yang masih duduk disana terguyur hujan.

Apa dia tak lelah menunggu seperti itu terus?

 

Tuk! Tuk!

Dengan langkah yang hati-hati, Kyo turun menuruni anak tangganya. Melihat situasinya yang sepi, menandakan Bibi mungkin sudah terlelap di kamarnya. Perlahan Kyo menuju pintu depan. Mengenakan jaket dan jas hujannya, Kyo menyambar payung yang ada di pintu depan sebelum dia ke luar rumah.

 

.....

 

Air itu masih beriak. Keras, tanda titik air hujan yang turun begitu banyak dan deras. Namun berbeda dengan tinggi air bendungan yang semakin lama semakin naik karena hujan ini, pemuda yang selalu duduk di tepian bendungan itu seolah tak pernah surut niatnya untuk tetap duduk disana. Menanti sebuah hal yang tak pasti untuknya.

Saat titik-titik air menghujam. Entah apakah dia merasakannya? Dia bukan sebuah raga, dia hanya nyawa yang terperangkap dalam dunia nyata. Tapi walau tak merasakan titik-titik hujan yang mengguyur, dia tahu kapan titik-titik itu mengenainya dan kapan berhentinya. Saat dia melihat titik-titik air hujan disekitarnya berhenti, dia tahu ada sesuatu di atas kepalanya.

Payung.

 

Dia menoleh pada Kyo, pemuda kecil itu yang memayunginya di sana. Dia hanya tersenyum kecil, bahkan melebar hingga menjadi tawa lucu darinya yang terdengar renyah bagi Kyo.

"Kau tidak perlu memayungiku." Katanya.

Kyo merunduk, jadi tak enak hati. Sebenarnya yang dia lakukan memanglah hanya sebuah kesia-siaan belaka. Pemuda ini sudah mati, dia hanya arwah. Meskipun di guyur hujan berhari-hari dia tidak akan merasakan apa-apa. Ini sia-sia.

Akhirnya Kyo beranjak dari sana. Pemuda itu masih terlihat menyeringai menertawainya. Berpikir, bahwa baru kali ini ada manusia selucu Kyo. Tapi saat Kyo berjalan tergopoh-gopoh dengan sebelah tongkat kayunya, hantu itu terdiam. Terlebih lagi saat Kyo menyongsong dan mendekati sudut jembatan bendungan yang usang, Kyo meletakkan payungnya disana. Memayungi sudut kosong yang sempat terpajang karangan bunga tempo hari. Mungkin disanalah tempat dia sebenarnya. Walau Kyo tak bisa memayungi arwahnya, tapi mungkin Kyo masih bisa menyelamatkan tempat peristirahatannya yang terakhir.

Hantu pemuda itu hanya bisa tercenung, tanpa senyum manis yang menghiasi ketika menatap kepergian Kyo beranjak dari sana. Pergi meninggalkannya dengan guyuran hujan yang menyapu badan kecilnya. Walaupun terlindungi dari jas hujannya, namun dia tahu udara dingin ini menusuk kulitnya.

 

~*~

 

Sudah beberapa hari ini sosok hantu pemuda di tepian bendungan itu tak nampak. Jika setiap sore dia selalu duduk di tepian bendungan kini sosoknya sudah tak lagi terlihat. Telah tenangkah ia?

"Kyo,"

Kyo menoleh ketika suara Shinya terdengar.

"Bisa kita bicara?" ajak Shinya.

Mengejutkan bagi Kyo. Namun terlihat raut aneh di wajah manisnya Shinya. Dia ada masalah.

 

.....

 

"Jadi kau menolaknya?" Kyo terkejut.

Shinya hanya diam. Sikapnya nampak gusar. "Aku tidak bisa menerimanya."

"Apa kau tidak menyukainya?" tanya Kyo berhati-hati.

Shinya menggeleng pelan. "Aku menyukainya. Tapi... aku tidak bisa membuatnya menderita kalau terus bersamaku."

"Apa yang membuatmu berpikir bahwa kalian pasti menderita?"

"Kyo, sesama jenis itu... aneh." Lirih Shinya berkata membuat Kyo tercenung sesaat.

Memang benar apa yang dikatakan Shinya siang ini padanya. Walaupun perasaan memang tak bisa dibohongi, namun kembali lagi pada kehidupannya yang sebenarnya. Dalam hidup hal yang sewajarnya jika bertubrukan dengan sesuatu yang tak wajar, maka akan terjadi penolakan dari beberapa pihak. Kita hidup bersosialisasi dengan orang banyak, bukan hanya keluarga namun mereka yang hidup disekitar. Ada yang pro dan ada yang kontra. Namun sebuah hal yang bersifat tabu, tidak akan menemui pendukung sebanyak mereka yang mendukung hal yang wajar dan pantas. Minoritas akan selalu tertutupi oleh mayoritas.

Begitupun Kyo. Walau mungkin beberapa orang tak terlalu terganggu dengan keadaannya, namun tak dipungkiri dengan kecacatannya terkadang sebagian orang merasa bahwa kehadirannya yang berjalan tak sempurna menjadi pemandangan yang aneh bagi mereka. Bagaimana mereka bisa nyaman melihat Kyo yang tergopoh dengan bantuan dua tongkat kayu serta kaki palsu yang sama sekali tak bisa digerakkan? Kyo sendiri termasuk pada kaum minoritas, yang terkadang beberapa orang tak pernah peduli dan tak mau sedikit memahaminya.

Shinya tidak bisa menyalahkan perasaannya, namun ia harus rela melepaskan perasaannya demi mengikuti hal yang wajar. Perasaan ini tulus diberikan oleh yang Kuasa. Dengan perasaan manusia menjadi lebih hidup dan sempurna. Sama halnya seperti Kyo, dia juga tidak bisa menyalahkan kehendak-Nya yang memang mau mengambil kesempurnaan fisiknya, karena biarpun begini Kyo masih tetap di anugerahi kerabat yang mencintainya.

 

Kyo tercenung tatkala melihat sosok hantu pemuda itu duduk kembali disana.

Kyo hanya terdiam disana. Tapi Kyo tak mau membuang banyak waktu terhanyut melihat penampakan itu. Kyo harus pulang. Namun dia kembali terdiam ketika sosok itu menoleh padanya.

 

~*~

 

"Kecelakaan bendungan?" sang Bibi mengulang pertanyaan Kyo.

Kyo mengangguk dengan ragu sambil terus mengunyah makan malamnya.

"Kenapa kau tanyakan hal itu?"

"Aku pernah melihat orang meletakkan karangan bunga di dekat jembatan bendungan, aku pikir ada seseorang yang pernah meninggal disana." tutur Kyo.

"Bibi tidak terlalu tahu, karena kita sendiri pendatang disini." jawabnya.

"Oh, begitu."

"Tapi tetangga sebelah pernah bercerita, di bendungan itu memang pernah ada yang meninggal karena tenggelam."

Kyo meletakkan mangkuk nasi kosongnya. "Oh yah? Siapa?"

            "Entahlah, karena Bibi juga tidak tahu. Lagipula kejadiannya sudah lama sekali sebelum kita pindah ke tempat ini." jawabnya sambil membereskan piring-piring kotornya.

            Kyo kembali terdiam.

 

~*~

 

 

Kyo kembali dengan kantung belanjaannya yang dia jinjing seorang diri. Dengan hati-hati Kyo berjalan menyusuri jalan kecil itu. Karena beberapa lampu di jalan itu padam, maka Kyo tak jarang tersandung batu.

"Harusnya kubawa senter tadi." rutuk Kyo kesal karena kesusahannya.

Namun ketika dia sampai di sisi jalan bendungan, lagi-lagi sosok pemuda itu berdiri disana. Tetap dengan sikapnya yang masih diam disana. Kyo mencoba tak mengusiknya. Dia berjalan dengan pelan-pelan. Tiba-tiba...

 

Ngiing!

Jalan Kyo menjadi terang karena cahaya lampu jalan itu mendadak menyala. Kyo menengadah pada tiang-tiang lampu yang padam tersebut. Semuanya menyala dengan sendirinya, satu persatu dari lampu tersebut menyala dengan teratur. Bagai sebuah keajaiban. Namun Kyo sadar ini adalah ulah seseorang dan saat Kyo melirik pada sosok hantu tersebut,

"...dia hilang."

 

~*~

 

"Permisi..."

 

"Oh, Niimura." sapa Niikura-sensei. "Duduklah."

Kyo duduk tak jauh dari meja wali kelasnya tersebut. Hari itu Niikura-sensei memang sengaja memanggilnya keruang guru.

"Saya mau membicarakan tentang nilaimu." ujar Niikura-sensei mengambil beberapa lembar kertas nilai.

"Apakah buruk?" tanya Kyo panik.

"Um, ada beberapa nilai ujianmu yang di bawah standar."

Kyo menghela.

            "Tapi, saya juga mau membicarakan sesuatu denganmu." tambah Niikura-sensei lagi. Kyo menatap wali kelasnya yang bermuka serius padanya. "Masalah apa?"

"Soal temanmu, Andou Daisuke dan Terachi Shinya."

 

~*~

 

"Kyo!!!" suara panik itu terdengar menggema di telinga Kyo.

"Kyo! Kyo!!"

"Ugh..."

Sayup pada pandangan matanya yang masih buram, perlahan Kyo bisa melihat sekitarnya dengan jelas. Nampak wajah Shinya dan Daisuke yang khawatir, tak jauh dari mereka penjaga ruang kesehatan dan wali kelasnya yang juga nampak panik.

"Kyo, kau tidak apa-apa?" Shinya bertanya penuh kekhawatiran.

Namun berbeda dengan Daisuke. Pemuda itu mendadak mengamuk dan menuding pada wali kelas mereka, Niikura-sensei.

"Kau apakan Kyo?!" tanya Daisuke penuh emosi dan di tahan oleh Shinya tentu saja.

Niikura-sensei tak bisa menjawab. Tapi Kyo yang masih setengah sadar membelanya. Dia tahu ini bukan perbuatannya.

"Sabar Dai... aku sedikit kecapekan tadi." jawabnya, padahal Kyo sendiri tak ingat pasti kenapa dia sampai berada di ruang kesehatan ini?

"Kyo..."

"Niimura..."

"Sensei tidak perlu panik. Saya memang punya migrain." jawab Kyo meredakan suasana. Pria itu nampak terlihat tidak enak dengan keadaan yang menimpa Kyo. Terlebih lagi dengan tudingan Daisuke padanya, hingga akhirnya dia hengkang dari sana.

"Kyo, kau baik-baik saja kan?"

"Iya, Dai.. iya, aku baik." jawab Kyo, walaupun matanya masih menatap kepergian wali kelasnya tersebut dengan mata yang aneh.

Sial, nyatanya asap hitam yang selama ini mengitari wali kelasnya tersebut ternyata semakin pekat. Bahkan mungkin tadi ketika Kyo bersamanya, Kyo tak sadarkan diri gara-gara pekatnya asap tersebut. Sebenarnya, itu asap apa?

 

~*~

 

"Kau nampak tak sehat."

Kyo berhenti ketika hantu pemuda itu berbicara padanya walau hanya dari jauh; tepian bendungan.

            "Ya, aku kelelahan." jawab Kyo kembali berjalan.

"Semoga cepat sembuh."

Kyo tak menjawab, dia lebih memilih untuk bergegas pergi dari tempat itu. Tapi tiba-tiba Kyo kembali berbalik.

"Hey!" Kyo memandanginya. "Terima kasih soal kemarin malam." kata Kyo, disusul oleh senyum kecil dari si hantu.

 

.....

 

Hingga tengah malam pun Kyo tak kunjung menutup matanya, pikirannya masih memikirkan tentang yang terjadi padanya akhir-akhir ini. Dengan nilainya yang tak terlalu bagus. Di susul dengan kecurigaan Niikura-sensei mengenai hubungan terlarang Daisuke dan Shinya. Tapi yang paling Kyo pikirkan adalah asap-asap pekat yang selalu mengelilingi Niikura-sensei. Semakin dilihat, asap-asap itu semakin pekat. Entah darimana asalnya. Asap-asap itu seperti hendak menelan jiwa Kyo hidup-hidup ketika berdekatan dengannya tempo hari.

"Ah..." Kyo bangun juga akhirnya. Mengambil kedua tongkatnya dan berjalan pada jendelanya. Mengintip kecil pada bendungan disana.

Sepi.

 

            …..

 

Kyo berdiri tepat di pinggir jalan bendungan, tepian bendungan itu lebih tinggi dan mirip pagar pembatas dari semen. Entah mengapa Kyo ke sana. Dan perlahan bayangan itu muncul di depan Kyo, duduk sambil mengayun-ayunkan kedua kakinya pada jurang bendungan.

"Kau mengunjungiku?" sapanya melirik pada Kyo dengan senyum.

Mulanya Kyo diam dan hanya bisa menatapnya, tapi akhirnya dia menjawab juga. "Sejak kapan kau disini?" tanya Kyo.

Dia hanya tersenyum pada Kyo. "Sepuluh tahun."

Kyo terhenyak. Itu sudah lama sekali sebelum Kyo pindah kemari dengan sang Bibi pasca kecelakaan yang menimpa dirinya dan kerabatnya. "Kenapa kau tak kembali ke asalmu?"

"Kau tak perlu cemas, aku juga tidak akan menganggu kalian, kecuali kalian yang mengangguku terlebih dulu." jawabnya santai.

Kyo terdiam. Percuma bicara padanya, dia makhluk yang tak akan pernah Kyo selami. Akhirnya Kyo beranjak dari sana.

"Tapi aku berjanji jika orang itu sudah datang, aku akan segera pergi disini." ujarnya.

Kyo menoleh, melihat sosok itu yang sedang menengadah pada langit. Ternyata benar dia sedang menunggu seseorang.

 

~*~

 

"Orang mati sudah seharusnya kembali ke alamnya. Dia tidak boleh terus berada di dunia karena itu akan menyakiti jiwanya."

"Tapi bagaimana dengan arwah yang masih bergentayangan di bumi?"

"Itu jelas karena masih ada orang lain yang belum mengikhlaskan kepergiannya, atau mungkin..."

"... ada urusannya yang belum selesai."

Begitu kata seorang pendeta yang ada di televisi ketika Kyo tanpa sengaja melihat sebuah acara.

 

Klik.

Kyo mematikan televisinya.

 

~*~

 

"Kau menunggu siapa?" tanya Kyo pada malam berikutnya.

Pemuda itu tak bersuara, sampai akhirnya. "Jika kau mau membantuku untuk menemuinya, aku akan memberitahukannya padamu."

Kyo tercenung. Apakah ini sebuah kesepakatan diantara mereka. Apa setelah Kyo membantunya dia juga akan mati? Atau lebih bagusnya, hantu ini hilang dengan tenang setelah apa yang dia tunggui selama ini datang padanya? Kini tinggal Kyo yang memutuskan mau membantunya atau tidak.

"Kenapa aku harus menolongmu?" tanya Kyo berhati.

"Karena hanya kau yang bisa melihatku..." jawabnya tersenyum. "...Kyo."

Kyo terkejut. Bagaimana hantu ini bisa tahu namanya? Kyo menatapnya dengan serius, tapi dia membalasnya berbeda. Ada senyum percaya diri di sana.

"Siapa...namamu?" tanya Kyo.

Hantu pemuda itu tersenyum manis sekali.

 

"...Toshiya."



Continued....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar