expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Follow me

21 Maret 2013

ALICE in The WONDERLAND (Part 4)



 Title : ALICE in The WONDERLAND
Author : Duele
Finishing : Februari 2013
Genre : Fantasy, AU, School-fic, Drama, Adventure
Rating : PG15
Chapter(s) : 4/10
Fandom(s) : Alice Nine
Pairing(s) : NO Pair. General.
Notes Author : Thank you for keep reading this story J



*****


Jdar!! Jdar!!

Suara riuh petasan dan keramaian di SMA Fujioka terdengar meriah. Tahun ini SMA Swasta tersebut mendapat giliran untuk mengadakan event tahunan untuk kegiatan amal dan perlombaan kompetensi siswa. Beberapa sekolah ternama yang berada di wilayah tersebut ikut andil dan berkumpul ikut berpartisipasi dalam acara ini. Perusahaan-perusahaan juga tidak mau kalah mensponsori dan mengambil laba khusus dalam acara ini. Dalam acara ini, akan ada banyak perlombaan yang diadakan. Salah satunya ada lomba atletik, akademik dan ekstrakulikuler. Para siswa dari sekolah lain sejak pagi sudah berduyun-duyun untuk datang melihat acara tahunan ini.

“Kita akan masuk televisi!” seru anak-anak yang melihat mobil van sebuah stasiun tivi swasta.
“Rekam kami!”

Sementara itu…


“Aku benci acara tahunan seperti ini. Ck!” Saga mengintip dari ruangan kesehatan.
“Mendingan kamu ikutan turun, deh.”
“Duh, yang benar saja. Aku malas.” Keluh Saga.
“Turun, sana! Belikan aku takoyaki dua bungkus.”

Saga melihat sebal pada guru UKS-nya yang semena-mena. Tetapi apa boleh buat, dia sudah berjanji akan menuruti permintaannya selama dibolehkan berada di UKS seharian ini selama acara berlangsung. Dengan hati yang berat, Saga keluar dari sana dan mulai turun ke lapangan. Ia mencari stand yang menjual makanan tersebut, namun semuanya penuh.

“Aduh, males banget ngantri.” Rutuknya.

Di sudut lain, Nao dan teman-temannya datang berkunjung. Ia terjebak dengan mereka yang memaksanya datang ke acara seperti ini. Sebenarnya hari ini dia bisa libur dan mendekam di rumah, namun karena permintaan wali kelasnya Nao ikut juga hari ini.

“Menyebalkan banget. Padahal hari ini aku seharusnya bisa santai di rumah.” Gumamnya pelan. Sementara teman-teman ‘formal’nya yang lain sedang asyik mengobrol, Nao mulai merasa lapar. Dia memisahkan diri dari yang lain untuk mencari makanan pengganjal perut. Dan ia tertuju pada sebuah stand yang menjual nasi kotakan.  Nao kemudian mencoba datang ke sana, walaupun harus mengantri.

“Tora! Kau yakin ini berhasil?” Miyano melihat selebaran yang dibawa Tora.
“Selalu! Kalau kau yang bagikan pamphlet itu aku yakin banyak yang akan datang.”
“Kenapa harus aku.”
“Karena wajahmu lumayan. Aku tahu banyak anak-anak SMU yang suka denganmu.”
“Wajahmu juga kan lumayan.”
“Sayang, aku sudah beristri.”
“Itu bukan alasan, bodoh.” Miyano menggeram kesal.
“Sudah. Sudah. Kau kerjakan saja itu. Anggap saja, kau sudah membantuku untuk bisa hidup.”
“Ah, kau berlebihan.”

Tora dan Miyano mewakili perusahaan mereka untuk menjadi sponsor dalam acara tahunan SMA ini. Merekapun harus menjajakan barang dari perusahaan mereka yang bergerak di bidang automotive. Mengandalkan Miyano untuk terjun langsung ke lapangan bersama Tora merupakan ide cemerlang karena wajah Miyano yang seperti salah satu Idol Grup terkenal di Jepang langsung menjadi pusat perhatian. Walaupun Tora sendiri cukup kewalahan karena beberapa siswi sekolah di sana ikut mengerubunginya dan meminta selebaran pamphlet padanya dengan tingkah genit.

“Kau harus mentraktirku, nih!” Miyano menjatuhkan dirinya ke kursi dan meneguk minuman Ionnya.
“Oke, oke. Tunggu di sini, aku akan belikan sesuatu.”

Tora beranjak dari sana untuk mencari makanan yang bisa merekan camil sambil bekerja.


“Selamat datang, mau bento berapa banyak?” Hiroto tersenyum lebar kepada pembeli di depannya.

Shou tersenyum tipis melihat anak pendek di depannya.

“Aku mau satu.” Jawabnya.
“Mau ukuran yang biasa atau yang besar?”
“Biasa.”
“Baik, tunggu sebentar!”

Hiroto mengambil sebuah kotak bento yang sudah terbungkus rapih lalu memasukannya ke dalam sebuah plastik kecil.

“Semuanya jadi 600 Yen.”

Shou mengeluarkan uang dari dompetnya dan menyerahkan sepuluh ribuan kepada Hiroto yang langsung disambut wajah bingung dari Hiroto.

“Apa kau tidak punya uang kecil?” tanyanya. Shou menggeleng. “Kalau begitu kau minggir dulu.”
“Boleh makan di sini? Aku lapar.” Katanya.
“Oke.” Hiroto bergegas mengambil kursi di belakangnya dan memberikannya pada Shou yang kemudian duduk di dalam stand-nya.
“Setelah ini selesai, aku akan cari tukaran uangnya. Kau tunggu saja.”
“Iya.”

Hiroto kembali bekerja. Kali ini seorang pemuda berkacamata tanpa ekspresi yang ia layani.

“Yang biasa satu.” Ucap Nao singkat.
“Baik, tunggu sebentar.” Hiroto mengambil satu kotak bento biasa. “Ini.”
“Ini.”
“Terima kasih banyak!”

Nao menyingkir, namun sebelumnya dia sempat bertemu pandang dengan Shou yang juga menatapnya.

“Anak itu sepertinya orang kaya.” Gumam Saga dari kejauhan saat melihat Shou yang sedang makan bento di stand tersebut. Tak sengaja ia melihat saat Shou mengeluarkan uang dari dompetnya yang sepertinya bermerek mahal. Saga mengangguk-angguk sambil tersenyum penuh arti, sepertinya hari ini dia akan mendapat mangsa baru.

Hiroto menyerahkan dua kotak bento berukuran besar kepada seorang pria tinggu di hadapannya.

“Anda beruntung, ini kotak bento terakhir.” Jawabnya.
“Ah, yokatta.” Ujar Tora. “Sepertinya standmu banyak dikunjungi. Makanannya pasti enak, makanya laku keras.” Pujinya.
“Haha, terima kasih pujiannya.” Kata Hiroto sambil mengembalikan uang kembaliannya.
“Terima kasih.”

Hiroto mengantungi uang tersebut dan mulai menghitung jumlah uang yang ia dapat saat Shou berdiri dari kursinya.

“Eh, maaf lama menunggu. Ini kembaliannya.” Ujarnya menyerahkan lembaran-lembaran uang itu padanya.
“Um, terima kasih.”
“Iya.”
“Jadi sudah benar-benar habis?”
“Betul. Kenapa?”
“Mm…tadinya kupikir aku mau membeli lagi untuk makan siang dan makan malam.”
“Eh?”
“Makanannya enak sekali!” Shou tersenyum lebar.
“Eh, terima kasih!”
“Sayang, sudah habis terjual, ya.”
“Hehe… maaf, untuk hari ini, sih memang benar-benar habis. Kalau kau mau, besok kau pesan saja. Aku memang menjual ini, kok.”
“Sungguh?”
“Ya!” Hiroto mengangguk mantap. “Oh, iya. Aku Hiroto, siapa namamu?” setelah melap tangannya dengan kain, Hiroto mengulurkan tangannya.
“Aku Shou. Kazamasa Shou.”
“Seragammu itu, bukankah itu seragam sekolah SMA Negeri?” Hiroto melihat lambang di almamater yang dikenakan pemuda itu.
“Kau benar. Tahun ini aku terpilih ikut lomba cerdas-cermat.”
“Woah, kau pasti pintar. Semoga beruntung!”
“Terima kasih.” Shou membungkuk sopan. “Kalau begitu, aku permisi. Mungkin acaranya akan segera dimulai.”
“Oke! Semoga berhasil!”


Nao merebahkan diri ke tanah setelah kenyang menyantap bento yang tadi ia makan. Pemuda berkacamata itu akhirnya bisa melarikan diri dari teman-teman sekolahnya yang menyebalkan. Ia berhasil mencari tempat aman untuk bersantai. Taman belakang SMU Fujioka memiliki halaman yang luas, bentuknya mendaki seperti bukit kecil. Di sinilah Nao mencoba untuk tidur setelah semalaman sibuk mengedit video. Baru saja dia hendak menutup matanya, dering teleponnya berbunyi. Walau nomornya asing, tapi Nao tahu siapa yang menghubunginya. Siapa lagi kalau bukan Wataru. Tapi untuk saat ini pemuda itu tidak mau diganggu. Wataru sudah menghabiskan stok serbuk jualannya kemarin, dia tidak boleh memakainya terlalu sering, meskipun Nao tahu anak itu sudah kecanduan.

Dering telepon itu terus berbunyi mengusiknya, karena merasa terganggu Nao mematikan ponselnya. Agak lega melihat ponsel itu akhirnya tak menganggunya lagi. Nao kembali merebahkan diri dan memejamkan matanya. Tapi lagi-lagi tidurnya harus terusik karena obrolan orang lain.

“Kau mau apa?”
“Aku hanya minta tolong untuk minta diberikan sesuatu.” Saga mendongak angkuh.

Shou mengeluarkan dompetnya dan menyerahkan beberapa lembar padanya. Saga terkejut karena anak itu langsung mengerti apa keinginannya.

“Ap-apa ini?”
“Bukankah kau mau ini?” ujarnya kemudian mencoba pergi.
“Kurang ajar!” ditariknya lagi pemuda itu hingga membentur batang pohon. Shou kelihatan terkejut. “Kau pikir aku pengemis!”
“Bukankah kau memang mau ini? Aku sudah terbiasa melihat orang-orang seperti kalian yang kerjanya selalu menganiaya yang lain.” Tandas Shou berani.
“Hoh, tak kusangka kau berani menjawab. Belum pernah dipukul, ya!”

Shou melindungi wajahnya dengan kedua tangannya saat Saga berancang-ancang mengayunkan tinju padanya. Kejadian itu dilihat langsung oleh Nao yang tak sengaja melihat mereka dari jarak yang lumayan jauh. Ia mengambil kameranya dan mulai merekam kejadian itu.

“Kau jangan sombong karena kau orang kaya. Cih!” Saga meludah sebal ke tanah, kemudian melemparkan kembali uangnya ke muka Shou. “Enyah kau sebelum aku benar-benar memukulmu.”

Shou mematung di sana. Pemuda berparas manis itu seperti memendam kesal tersendiri pada sikap Saga yang bisanya menganiaya orang lain. Melihat pemuda itu masih berdiri di sana, Saga naik pitam.

“Benar-benar minta dihajar, ya!”

Satu layangan tinju mendarat cepat pada batang pohon. Nao kegirangan mendapatkan video yang seru kali ini. Shou yang tadi spontan menutup matanya mulai mengintip dari balik kelopak matanya, pemuda itu berdiri dengan mata berkilat-kilat melihatnya dengan kesal.

“Aku benci sama orang yang sombong sepertimu! Kau pikir kau hebat karena kau kaya, huh?!” gertaknya.
“Aku juga benci pada orang kasar sepertimu yang hanya mengandalkan otot tanpa otak!”
“Sialan!”

Kali ini Saga tak mau bermain-main lagi, pemuda sombong ini benar-benar membuatnya kesal. Ia menjatuhkan pemuda itu dan terjun di atasnya untuk memukulinya. Shou yang memang tak bisa berkelahi berusaha melindungi dirinya sendiri dengan kedua tangannya. Saga mulai menghajarnya membabi buta.

“Hey, hentikan! Hentikan!!” sebuah suara menghentikan aksi Saga, bahkan sebuah tangan kuat menarik Saga dari atas tubuh Shou yang terluka.
“Lepaskan aku! Lepaskan!” Saga meronta-ronta saat ditarik paksa oleh seorang pria bertubuh tinggi di belakangnya.
“Berhenti kataku!!” Tora, pemuda yang menghentikan perkelahian mereka segera menjauhkan Saga dari Shou yang terbatuk-batuk tak berdaya di tanah.

Bruk!

Saga dijatuhkan ke tanah, ia seperti hendak menyerang balik saat Tora menggertaknya sangat keras.

“Diam di situ atau kulaporkan polisi!” tunjuknya menunjuk Saga yang kelihatan marah sekali.

Mendengar suara teriakan yang sangat keras, Hiroto yang tak sengaja melintas setelah membuat sampah menjadi penasaran dan pergi untuk melihat. Tak disangka dia melihat orang-orang yang ditemuinya siang ini di standnya. Itu adalah pria yang memuji masakan Ibunya; Tora. Dan itu adalah Saga si pembuat onar. Apakah mereka bertengkar. Dan ada satu orang tergeletak di tanah.

“Seragam itu…” bayangan Shou melintas dibenaknya. Pemuda itu mendatangi mereka, Tora dan Saga kelihatan sedikit terkejut dengan kemunculan bocah berambut sedikit pirang itu. “A-apa yang terjadi?” tanyanya bingung. Tapi tak ada yang menjawab, Hiroto melihat pada pemuda berseragam yang terlihat mengaduh di tanah. “Oh, Shou-kun!” Ia membantu pemuda itu berdiri.

Shou menderita luka lebam di pelipis kiri dan ujung bibir kanannya yang membiru.

“Kau baik-baik saja?” Hiroto panik.
“Umm…” Shou mengangguk pelan karena kepalanya terasa sakit.

Nao yang mengintip mereka semua akhirnya mematikan kameranya. Ini sudah tak lagi seru seperti apa yang ia pikirkan. Seandainya pria kurus itu tetap menghajar anak berseragam SMA Negeri itu mungkin videonya akan lebih menarik. Penganggu selalu saja muncul.

“Jelaskan sebetulnya kenapa kalian sampai bertengkar?” Tora mulai angkat bicara untuk menengahi mereka.
“Kau pasti memerasnya!” Hiroto menunjuk pada Saga yang masih kesal.
“Diam, kau! Kau tahu apa!”
“Kau kan memang begitu!”

Saga hendak bertindak, tapi hal itu kembali dicegah oleh Tora yang memeganginya.

“Cukup!!”

Mereka semua terdiam. Hiroto masih membantu Shou untuk bangun dari tanah. Saga kelihatan mulai sedikit tenang. Tanpa melepaskan pemuda itu dari pitingan tangannya, Tora berjalan ke arah semak. Nao panik, karena sepertinya pria tinggi itu menyadari kehadirannya. Dia bersiap kabur.

“Jangan kabur! Aku sudah melihatmu sejak tadi di sana.” Ujar Tora mengejutkan Nao.

Nao yang mati kutu akhirnya bangkit dan muncul dari balik semak. Hiroto terkejut untuk kedua kalinya. Bukankah, itu juga adalah anak yang sempat membeli bentonya tadi siang? Batinnya.

“Kemarikan…” Tora mengulurkan tangannya.
“Apanya?”
“Kameramu.”
“Kau ini bicara apa, sih?” Nao berpura-pura.
“Jangan pura-pura tidak tahu. Sejak tadi kau merekam kejadian tadi ‘kan?!”
“Apa!” Saga kaget. “Bangs*at! Berikan kameramu, oy!”
“Kalau kau tidak memberikan kameramu, aku akan melaporkanmu juga.” Ancam Tora.
“Ck!”

Nao akhirnya memberikan kamera pocketnya kepada pria itu. Tora mengantonginya dalam saku celananya. Kemudian dia melihat kepada keempat anak-anak sekolah ini.

“Kalian harus tetap ikut aku menghadap ke kepala sekolah.” Katanya.
“Aku tidak mau.” Nao berujar.

Tora menoleh ke arahnya.

“Untuk apa kau melakukan ini? Mau jadi sok pahlawan atau apa?” ujarnya sinis. “Kau pikir dengan menyerahkan kami semua ke kepala sekolah tindakanmu sudah benar?”
“Kau ini bicara apa?”
“Jangan karena kau adalah orang dewasa, jadi bisa bertindak seenaknya saja kepada anak remaja seperti kami.” Nao mendesaknya. “Kau sendiri melukai dia.” ia menunjuk Saga yang sejak tadi dipiting. “Kau juga bisa aku laporkan balik.”

Tora mematung, perlahan ia melepaskan Saga.

“Tapi Saga menganiaya siswa lain.” Sahut Hiroto. “Kau sendiri melihatnya kan?”

Nao tersenyum aneh, “Tergantung, sih.”

Tora mengerutkan keningnya. Saga melihat mereka semua dengan wajah yang tak mengerti.

“Cukup! Aku mau pulang!” katanya kemudian melewati mereka.

Tora dan Nao masih saling menatap satu sama lain. Tora merasa bahwa anak didepannya ini terlalu berbahaya, baik sikap maupun perkataannya. Hiroto hanya bisa membantu Shou, Shou yang terluka juga sudah tidak terlalu mempermasalahkan. Di kepalanya sekarang masih banyak masalah yang mengelilinginya. Jika Ibunya sampai melihat luka ini, dia akan dihukum berat.


*****


Suasana sudah mulai gelap. Acara tahunan pun sudah akan berakhir. Penutupan acara akan diakhiri dengan acara kembang api yang akan dinyalakan di belakang sekolah yang luas. Tora dan Miyano bersiap-siap untuk membereskan stand mereka yang akan tutup. Beberapa stand lain juga nampaknya sudah berancang-ancang untuk persiapan penutupan. Sejak kembali dari belakang sekolah Tora lebih banyak diam. Sama halnya dengan Shou yang saat itu terpaksa menunggu di stand milik Hiroto. Ia dan pemuda itu jadi sedikit lebih akrab karena kejadian itu. Sedangkan Nao, ia tak langsung pulang. Nasib sial datang padanya saat teman-temannya menemukannya dan mulai mengajaknya bermain. Saga kembali ke UKS, namun pikirannya benar-benar kalut saat itu.

Secara tak sengaja, mereka semua muncul ke belakang sekolah. Tora dan Miyano yang mewakili perusahaan diminta untuk ikut menyulut kembang api. Shou dan Hiroto mencoba untuk menikmati acara penutupan ini. Nao yang apes terpaksa harus ikut menonton bersama dengan teman-temannya menyebalkan. Saga yang kelewat suntuk seharian bersembunyi di UKS akhirnya muncul juga. Di sisi-sisi yang tak pernah bayangkan sebelumnya, mata kelima pemuda itu bertemu pandang di lingkaran besar penyalaan kembang api. Perasaan yang bercampur-campur teraduk menjadi satu ketika mereka berlima saling memandang.

“Cih!” Saga mundur lebih dulu.

Diikuti oleh Tora yang sudah tidak mood, Shou ikut mundur diikuti oleh Hiroto, Nao yang beralasan ingin ke belakang padahal mencoba kabur. Mereka semua pergi.

“Kelinci…?”

Mengejutkan. Kelima pemuda itu terfokus pada kelinci di depan mata mereka. Hiroto dan Shou saling menatap bingung bercampur kaget.

“Kau melihatnya?!” seru Shou.
“Ya! Kenapa tidak!”

Mereka mengejarnya.

“Tunggu!”

Tora berlari kecil meninggalkan Miyano yang memanggil-manggil namanya, tetapi ia hiraukan. Kelinci aneh berompi itu benar-benar membuatnya penasaran setengah mati.

“Heyy!!”

Saga melompati batu untuk dapat mengejar kelinci aneh itu ke arah bukit. Kali ini dia bertekad akan mendapatkan kelinci itu dan mengurungnya di rumah.

“Ck!”

Nao hampir saja kehilangan jejaknya saat kelinci itu bergerak menuju ke dalam semak. Secepat kilat Nao menerobos semak belukar itu dan hampir saja ia terjatuh.

“K-kau!”

Secara tak diduga Nao muncul di antara keempat pemuda tadi. Ia melihat mereka semua dengan mata yang bingun. Demikian pula yang terjadi pada Shou, Hiroto, Tora maupun Saga. Mereka semua berkumpul di sana. Kelinci itu seperti menggiring mereka semua untuk datang ke tempat itu.

“Sedang apa kalian?” tanya Saga.
“Aku juga baru mau menanyakan hal yang sama.” Nao menjawab.
“Ini aneh.” Gumam Shou.

Tora nampak gusar. Merekapun sama. Mereka melihat sekeliling mereka yang gelap. Lalu Hiroto menyahut, “Ngomong-ngomong, mana kelinci yang tadi?”

“Kelinci?” ujar mereka bergantian.
“Kau melihatnya juga?”
“Kau pikir?”
“Jadi kalian semua melihat seekor kelinci berlari kemari?” tandas Tora yang sedari tadi diam. Ini membuatnya hampir gila saat semuanya mengangguk bersamaan.
“Kelinci aneh dengan rompi berwarna biru…?” sambung Shou.

Lagi-lagi mereka semua mengangguk. Ini sungguh aneh.

“Ini lelucon!” ujar Nao berbalik. “Aku mau pergi.”
“Benar. Ini konyol.” Saga juga hendak pergi.

Tora melihat Shou dan Hiroto yang saling menatap kebingungan. Namun tiba-tiba saja sesuatu bergerak dari sebuah pohon.

Krosssaak!!

Mereka semua menoleh, bahkan Nao dan Saga yang memutuskan pergi berbalik kali ini. Tora mencoba menajamkan pendengarannya.

“Suaranya ada di balik pohon itu.”

Mereka semua menatap kosong pada sebuah pohon tua yang berdiri tepat di depan mereka. Tora beranjak lebih dulu, sebelumnya ia merogoh sakunya dan menemukan sebuah bolpoin dengan senter. Ia menyenterinya agar mampu melihat dalam gelap. Hiroto membantunya, ia menyalakan ponselnya. Hal yang sama Shou lakukan. Saga yang hanya melihat pelan-pelan tertarik juga, tapi ia tidak bergerak dari sana. Nao hanya memperhatikan mereka. Saat Tora dan kedua pemuda itu mengitari pohon tua itu, suara ribut Hiroto terdengar.

“Ah! Ada lubang!”

Secara naluriah Saga mendatangi mereka. Nao yang tadinya ragu juga akhirnya ikut mendatangi mereka dengan rasa penasaran yang teramat tinggi. Dan benar saja, saat mereka semua melihat ke balik pohon itu, di akar pohonnya terdapat sebuah lubang yang cukup lebar. Lubang yang mungkin bisa dilewati oleh seorang manusia dewasa.

“Apa kelinci-kelinci itu asalnya dari sini?” ujar Hiroto.
“Mungkin saja.” Jawab Shou.
“Jangan-jangan ini lubang kuburan masal yang sering diceritakan anak-anak sekolah?” sahut Saga membuat yang lain merinding.
“Ma-mana ada cerita begitu?” Hiroto berusaha menampiknya.
“Kau kan kuper, kurang pergaulan. Mana tahu kamu!” balas Saga.

Sementara itu Tora merunduk untuk melihat lebih dalam dengan senternya, tetapi lubang-lubang itu seperti sangat gelap, bahkan senter saja tidak mampu menembusnya. Nao yang ikut memperhatikannya jadi ikut tegang tanpa sadar.

“Ah, begok. Kau, sih, penakut. Dasar pendek!” ledek Saga.
“Siapa yang kau bilang pendek!” Hiroto kesal.
“Berhenti, sudah cukup kalian.” Shou menengahi.
“Dia yang mulai duluan.” Hiroto tak mau kalah.
“Emang kenyataan, kok. Pendek…!”
“Isshh!!”
“Berisik kalian!” omel Nao. “Kekanakan sekali!”
“Siapa kau berani mengatai kami kekanakan? Muka tua!”  balas Saga sengit.
“Hentikan omong kosongmu, begeng!” Nao tersinggung.
“Begeng!? Katakan sekali lagi!” Saga bersiap-siap memukul.
“Begeng!”
“Kau!”
“Berhenti!” Shou menarik lengan Saga. “Tenanglah sedikit!”
“Kau yang bawel daritadi menyuruh diam, sendirinya berisik!” Saga membalas.
“Kalian ini semuanya bermulut besar!” Tora akhirnya kesal juga. “Bisa nggak sih kalian lebih tenang sedikit?”
“Ah, kau juga sama saja. Daritadi memeriksa hasilnya nihil.”
“Bawel!”
“Kau yang bawel!”
“Hey, jangan dorong-dorong!”
“Heeeyyy!!!”
“Siapa yang dorong!”
“Kau yang dorong, tahu!”

Tora yang habis kesabaran segera bangkit dan menarik Saga untuk diomeli, tetapi kakinya tergelincir pada ujung lubang tanah tersebut sehingga ia terperosok jatuh sambil menarik Saga.

“Owaaaahhh!!!”

Saga spontan menarik Nao yang tak jauh darinya sampai pemuda itu ikut terperosok bersama mereka.

“Hyaaaaahhhh!!!”

Hiroto dan Shou yang berusaha memegangi merekapun bernasib sama. Alhasil, kelima pemuda itu akhirnya jatuh bersamaan ke dalam lubang tersebut.

“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!”






Continued…

4 komentar:

  1. aaaaaaaaaaaaa!!!!!!!!!!!
    *ikut teriak*

    Curaang, abisnya di bagian begini.. papa cliff hanger, as usual :|

    BalasHapus
    Balasan
    1. yaaaaaaaaaaaa kan biar seru di cliff hanger XDD

      Hapus
  2. AAAAAAAAAA...
    *ikutan teriak*

    wkwkwk..
    Seru bgt pas bc bagian mereka cekcok(?) mulut itu XD

    aaaaaa..
    Penasaran gimana reaksi mereka pas nyampe di wonderland.trus apa yg akan mereka lakukan disana? XD

    BalasHapus
    Balasan
    1. mereka cekcoknya kekanakan ya? xDD

      yaa, mungkin gak akan beda jauh dari cerita aslinya, tapi ntar ada yg beda kok :D

      Hapus