Title : ALICE in The WONDERLAND
Author : Duele
Finishing : Februari 2013
Genre : Fantasy, AU, School-fic,
Drama, Adventure
Rating : PG15
Chapter(s) : 4/10
Fandom(s) : Alice Nine
Pairing(s) : NO Pair. General.
Notes Author : Thank you
for keep reading this story J
*****
Jdar!! Jdar!!
Suara riuh petasan dan keramaian di SMA
Fujioka terdengar meriah. Tahun ini SMA Swasta tersebut mendapat giliran untuk
mengadakan event tahunan untuk kegiatan amal dan perlombaan kompetensi siswa. Beberapa
sekolah ternama yang berada di wilayah tersebut ikut andil dan berkumpul ikut
berpartisipasi dalam acara ini. Perusahaan-perusahaan juga tidak mau kalah
mensponsori dan mengambil laba khusus dalam acara ini. Dalam acara ini, akan
ada banyak perlombaan yang diadakan. Salah satunya ada lomba atletik, akademik
dan ekstrakulikuler. Para siswa dari sekolah lain sejak pagi sudah
berduyun-duyun untuk datang melihat acara tahunan ini.
“Kita akan masuk televisi!” seru anak-anak
yang melihat mobil van sebuah stasiun tivi swasta.
“Rekam kami!”
Sementara itu…
“Aku benci acara tahunan seperti ini. Ck!”
Saga mengintip dari ruangan kesehatan.
“Mendingan kamu ikutan turun, deh.”
“Duh, yang benar saja. Aku malas.” Keluh
Saga.
“Turun, sana! Belikan aku takoyaki dua
bungkus.”
Saga melihat sebal pada guru UKS-nya yang
semena-mena. Tetapi apa boleh buat, dia sudah berjanji akan menuruti
permintaannya selama dibolehkan berada di UKS seharian ini selama acara
berlangsung. Dengan hati yang berat, Saga keluar dari sana dan mulai turun ke
lapangan. Ia mencari stand yang menjual makanan tersebut, namun semuanya penuh.
“Aduh, males banget ngantri.” Rutuknya.
Di sudut lain, Nao dan teman-temannya
datang berkunjung. Ia terjebak dengan mereka yang memaksanya datang ke acara
seperti ini. Sebenarnya hari ini dia bisa libur dan mendekam di rumah, namun
karena permintaan wali kelasnya Nao ikut juga hari ini.
“Menyebalkan banget. Padahal hari ini aku
seharusnya bisa santai di rumah.” Gumamnya pelan. Sementara teman-teman
‘formal’nya yang lain sedang asyik mengobrol, Nao mulai merasa lapar. Dia
memisahkan diri dari yang lain untuk mencari makanan pengganjal perut. Dan ia
tertuju pada sebuah stand yang menjual nasi kotakan. Nao kemudian mencoba datang ke sana, walaupun
harus mengantri.
“Tora! Kau yakin ini berhasil?” Miyano
melihat selebaran yang dibawa Tora.
“Selalu! Kalau kau yang bagikan pamphlet
itu aku yakin banyak yang akan datang.”
“Kenapa harus aku.”
“Karena wajahmu lumayan. Aku tahu banyak
anak-anak SMU yang suka denganmu.”
“Wajahmu juga kan lumayan.”
“Sayang, aku sudah beristri.”
“Itu bukan alasan, bodoh.” Miyano
menggeram kesal.
“Sudah. Sudah. Kau kerjakan saja itu.
Anggap saja, kau sudah membantuku untuk bisa hidup.”
“Ah, kau berlebihan.”
Tora dan Miyano mewakili perusahaan mereka
untuk menjadi sponsor dalam acara tahunan SMA ini. Merekapun harus menjajakan
barang dari perusahaan mereka yang bergerak di bidang automotive. Mengandalkan
Miyano untuk terjun langsung ke lapangan bersama Tora merupakan ide cemerlang
karena wajah Miyano yang seperti salah satu Idol Grup terkenal di Jepang
langsung menjadi pusat perhatian. Walaupun Tora sendiri cukup kewalahan karena
beberapa siswi sekolah di sana ikut mengerubunginya dan meminta selebaran
pamphlet padanya dengan tingkah genit.
“Kau harus mentraktirku, nih!” Miyano
menjatuhkan dirinya ke kursi dan meneguk minuman Ionnya.
“Oke, oke. Tunggu di sini, aku akan
belikan sesuatu.”
Tora beranjak dari sana untuk mencari
makanan yang bisa merekan camil sambil bekerja.
“Selamat datang, mau bento berapa banyak?”
Hiroto tersenyum lebar kepada pembeli di depannya.
Shou tersenyum tipis melihat anak pendek
di depannya.
“Aku mau satu.” Jawabnya.
“Mau ukuran yang biasa atau yang besar?”
“Biasa.”
“Baik, tunggu sebentar!”
Hiroto mengambil sebuah kotak bento yang
sudah terbungkus rapih lalu memasukannya ke dalam sebuah plastik kecil.
“Semuanya jadi 600 Yen.”
Shou mengeluarkan uang dari dompetnya dan
menyerahkan sepuluh ribuan kepada Hiroto yang langsung disambut wajah bingung
dari Hiroto.
“Apa kau tidak punya uang kecil?”
tanyanya. Shou menggeleng. “Kalau begitu kau minggir dulu.”
“Boleh makan di sini? Aku lapar.” Katanya.
“Oke.” Hiroto bergegas mengambil kursi di
belakangnya dan memberikannya pada Shou yang kemudian duduk di dalam stand-nya.
“Setelah ini selesai, aku akan cari tukaran
uangnya. Kau tunggu saja.”
“Iya.”
Hiroto kembali bekerja. Kali ini seorang
pemuda berkacamata tanpa ekspresi yang ia layani.
“Yang biasa satu.” Ucap Nao singkat.
“Baik, tunggu sebentar.” Hiroto mengambil
satu kotak bento biasa. “Ini.”
“Ini.”
“Terima kasih banyak!”
Nao menyingkir, namun sebelumnya dia
sempat bertemu pandang dengan Shou yang juga menatapnya.
“Anak itu sepertinya orang kaya.” Gumam
Saga dari kejauhan saat melihat Shou yang sedang makan bento di stand tersebut.
Tak sengaja ia melihat saat Shou mengeluarkan uang dari dompetnya yang
sepertinya bermerek mahal. Saga mengangguk-angguk sambil tersenyum penuh arti,
sepertinya hari ini dia akan mendapat mangsa baru.
Hiroto menyerahkan dua kotak bento
berukuran besar kepada seorang pria tinggu di hadapannya.
“Anda beruntung, ini kotak bento
terakhir.” Jawabnya.
“Ah, yokatta.” Ujar Tora. “Sepertinya
standmu banyak dikunjungi. Makanannya pasti enak, makanya laku keras.” Pujinya.
“Haha, terima kasih pujiannya.” Kata
Hiroto sambil mengembalikan uang kembaliannya.
“Terima kasih.”
Hiroto mengantungi uang tersebut dan mulai
menghitung jumlah uang yang ia dapat saat Shou berdiri dari kursinya.
“Eh, maaf lama menunggu. Ini
kembaliannya.” Ujarnya menyerahkan lembaran-lembaran uang itu padanya.
“Um, terima kasih.”
“Iya.”
“Jadi sudah benar-benar habis?”
“Betul. Kenapa?”
“Mm…tadinya kupikir aku mau membeli lagi
untuk makan siang dan makan malam.”
“Eh?”
“Makanannya enak sekali!” Shou tersenyum
lebar.
“Eh, terima kasih!”
“Sayang, sudah habis terjual, ya.”
“Hehe… maaf, untuk hari ini, sih memang
benar-benar habis. Kalau kau mau, besok kau pesan saja. Aku memang menjual ini,
kok.”
“Sungguh?”
“Ya!” Hiroto mengangguk mantap. “Oh, iya.
Aku Hiroto, siapa namamu?” setelah melap tangannya dengan kain, Hiroto mengulurkan
tangannya.
“Aku Shou. Kazamasa Shou.”
“Seragammu itu, bukankah itu seragam
sekolah SMA Negeri?” Hiroto melihat lambang di almamater yang dikenakan pemuda
itu.
“Kau benar. Tahun ini aku terpilih ikut
lomba cerdas-cermat.”
“Woah, kau pasti pintar. Semoga
beruntung!”
“Terima kasih.” Shou membungkuk sopan.
“Kalau begitu, aku permisi. Mungkin acaranya akan segera dimulai.”
“Oke! Semoga berhasil!”
Nao merebahkan diri ke tanah setelah
kenyang menyantap bento yang tadi ia makan. Pemuda berkacamata itu akhirnya
bisa melarikan diri dari teman-teman sekolahnya yang menyebalkan. Ia berhasil
mencari tempat aman untuk bersantai. Taman belakang SMU Fujioka memiliki
halaman yang luas, bentuknya mendaki seperti bukit kecil. Di sinilah Nao
mencoba untuk tidur setelah semalaman sibuk mengedit video. Baru saja dia
hendak menutup matanya, dering teleponnya berbunyi. Walau nomornya asing, tapi
Nao tahu siapa yang menghubunginya. Siapa lagi kalau bukan Wataru. Tapi untuk
saat ini pemuda itu tidak mau diganggu. Wataru sudah menghabiskan stok serbuk
jualannya kemarin, dia tidak boleh memakainya terlalu sering, meskipun Nao tahu
anak itu sudah kecanduan.
Dering telepon itu terus berbunyi
mengusiknya, karena merasa terganggu Nao mematikan ponselnya. Agak lega melihat
ponsel itu akhirnya tak menganggunya lagi. Nao kembali merebahkan diri dan memejamkan
matanya. Tapi lagi-lagi tidurnya harus terusik karena obrolan orang lain.
“Kau mau apa?”
“Aku hanya minta tolong untuk minta
diberikan sesuatu.” Saga mendongak angkuh.
Shou mengeluarkan dompetnya dan
menyerahkan beberapa lembar padanya. Saga terkejut karena anak itu langsung
mengerti apa keinginannya.
“Ap-apa ini?”
“Bukankah kau mau ini?” ujarnya kemudian
mencoba pergi.
“Kurang ajar!” ditariknya lagi pemuda itu
hingga membentur batang pohon. Shou kelihatan terkejut. “Kau pikir aku
pengemis!”
“Bukankah kau memang mau ini? Aku sudah
terbiasa melihat orang-orang seperti kalian yang kerjanya selalu menganiaya
yang lain.” Tandas Shou berani.
“Hoh, tak kusangka kau berani menjawab.
Belum pernah dipukul, ya!”
Shou melindungi wajahnya dengan kedua
tangannya saat Saga berancang-ancang mengayunkan tinju padanya. Kejadian itu
dilihat langsung oleh Nao yang tak sengaja melihat mereka dari jarak yang lumayan
jauh. Ia mengambil kameranya dan mulai merekam kejadian itu.
“Kau jangan sombong karena kau orang kaya.
Cih!” Saga meludah sebal ke tanah, kemudian melemparkan kembali uangnya ke muka
Shou. “Enyah kau sebelum aku benar-benar memukulmu.”
Shou mematung di sana. Pemuda berparas
manis itu seperti memendam kesal tersendiri pada sikap Saga yang bisanya
menganiaya orang lain. Melihat pemuda itu masih berdiri di sana, Saga naik
pitam.
“Benar-benar minta dihajar, ya!”
Satu layangan tinju mendarat cepat pada
batang pohon. Nao kegirangan mendapatkan video yang seru kali ini. Shou yang
tadi spontan menutup matanya mulai mengintip dari balik kelopak matanya, pemuda
itu berdiri dengan mata berkilat-kilat melihatnya dengan kesal.
“Aku benci sama orang yang sombong
sepertimu! Kau pikir kau hebat karena kau kaya, huh?!” gertaknya.
“Aku juga benci pada orang kasar sepertimu
yang hanya mengandalkan otot tanpa otak!”
“Sialan!”
Kali ini Saga tak mau bermain-main lagi,
pemuda sombong ini benar-benar membuatnya kesal. Ia menjatuhkan pemuda itu dan
terjun di atasnya untuk memukulinya. Shou yang memang tak bisa berkelahi
berusaha melindungi dirinya sendiri dengan kedua tangannya. Saga mulai
menghajarnya membabi buta.
“Hey, hentikan! Hentikan!!” sebuah suara
menghentikan aksi Saga, bahkan sebuah tangan kuat menarik Saga dari atas tubuh
Shou yang terluka.
“Lepaskan aku! Lepaskan!” Saga
meronta-ronta saat ditarik paksa oleh seorang pria bertubuh tinggi di
belakangnya.
“Berhenti kataku!!” Tora, pemuda yang
menghentikan perkelahian mereka segera menjauhkan Saga dari Shou yang
terbatuk-batuk tak berdaya di tanah.
Bruk!
Saga dijatuhkan ke tanah, ia seperti hendak
menyerang balik saat Tora menggertaknya sangat keras.
“Diam di situ atau kulaporkan polisi!”
tunjuknya menunjuk Saga yang kelihatan marah sekali.
Mendengar suara teriakan yang sangat
keras, Hiroto yang tak sengaja melintas setelah membuat sampah menjadi
penasaran dan pergi untuk melihat. Tak disangka dia melihat orang-orang yang ditemuinya
siang ini di standnya. Itu adalah pria yang memuji masakan Ibunya; Tora. Dan
itu adalah Saga si pembuat onar. Apakah mereka bertengkar. Dan ada satu orang
tergeletak di tanah.
“Seragam itu…” bayangan Shou melintas
dibenaknya. Pemuda itu mendatangi mereka, Tora dan Saga kelihatan sedikit
terkejut dengan kemunculan bocah berambut sedikit pirang itu. “A-apa yang
terjadi?” tanyanya bingung. Tapi tak ada yang menjawab, Hiroto melihat pada
pemuda berseragam yang terlihat mengaduh di tanah. “Oh, Shou-kun!” Ia membantu
pemuda itu berdiri.
Shou menderita luka lebam di pelipis kiri
dan ujung bibir kanannya yang membiru.
“Kau baik-baik saja?” Hiroto panik.
“Umm…” Shou mengangguk pelan karena
kepalanya terasa sakit.
Nao yang mengintip mereka semua akhirnya
mematikan kameranya. Ini sudah tak lagi seru seperti apa yang ia pikirkan.
Seandainya pria kurus itu tetap menghajar anak berseragam SMA Negeri itu
mungkin videonya akan lebih menarik. Penganggu selalu saja muncul.
“Jelaskan sebetulnya kenapa kalian sampai
bertengkar?” Tora mulai angkat bicara untuk menengahi mereka.
“Kau pasti memerasnya!” Hiroto menunjuk
pada Saga yang masih kesal.
“Diam, kau! Kau tahu apa!”
“Kau kan memang begitu!”
Saga hendak bertindak, tapi hal itu
kembali dicegah oleh Tora yang memeganginya.
“Cukup!!”
Mereka semua terdiam. Hiroto masih
membantu Shou untuk bangun dari tanah. Saga kelihatan mulai sedikit tenang.
Tanpa melepaskan pemuda itu dari pitingan tangannya, Tora berjalan ke arah
semak. Nao panik, karena sepertinya pria tinggi itu menyadari kehadirannya. Dia
bersiap kabur.
“Jangan kabur! Aku sudah melihatmu sejak
tadi di sana.” Ujar Tora mengejutkan Nao.
Nao yang mati kutu akhirnya bangkit dan
muncul dari balik semak. Hiroto terkejut untuk kedua kalinya. Bukankah, itu
juga adalah anak yang sempat membeli bentonya tadi siang? Batinnya.
“Kemarikan…” Tora mengulurkan tangannya.
“Apanya?”
“Kameramu.”
“Kau ini bicara apa, sih?” Nao
berpura-pura.
“Jangan pura-pura tidak tahu. Sejak tadi
kau merekam kejadian tadi ‘kan?!”
“Apa!” Saga kaget. “Bangs*at! Berikan
kameramu, oy!”
“Kalau kau tidak memberikan kameramu, aku
akan melaporkanmu juga.” Ancam Tora.
“Ck!”
Nao akhirnya memberikan kamera pocketnya
kepada pria itu. Tora mengantonginya dalam saku celananya. Kemudian dia melihat
kepada keempat anak-anak sekolah ini.
“Kalian harus tetap ikut aku menghadap ke
kepala sekolah.” Katanya.
“Aku tidak mau.” Nao berujar.
Tora menoleh ke arahnya.
“Untuk apa kau melakukan ini? Mau jadi sok
pahlawan atau apa?” ujarnya sinis. “Kau pikir dengan menyerahkan kami semua ke
kepala sekolah tindakanmu sudah benar?”
“Kau ini bicara apa?”
“Jangan karena kau adalah orang dewasa,
jadi bisa bertindak seenaknya saja kepada anak remaja seperti kami.” Nao
mendesaknya. “Kau sendiri melukai dia.” ia menunjuk Saga yang sejak tadi
dipiting. “Kau juga bisa aku laporkan balik.”
Tora mematung, perlahan ia melepaskan
Saga.
“Tapi Saga menganiaya siswa lain.” Sahut
Hiroto. “Kau sendiri melihatnya kan?”
Nao tersenyum aneh, “Tergantung, sih.”
Tora mengerutkan keningnya. Saga melihat
mereka semua dengan wajah yang tak mengerti.
“Cukup! Aku mau pulang!” katanya kemudian
melewati mereka.
Tora dan Nao masih saling menatap satu
sama lain. Tora merasa bahwa anak didepannya ini terlalu berbahaya, baik sikap
maupun perkataannya. Hiroto hanya bisa membantu Shou, Shou yang terluka juga
sudah tidak terlalu mempermasalahkan. Di kepalanya sekarang masih banyak
masalah yang mengelilinginya. Jika Ibunya sampai melihat luka ini, dia akan
dihukum berat.
*****
Suasana sudah mulai gelap. Acara tahunan
pun sudah akan berakhir. Penutupan acara akan diakhiri dengan acara kembang api
yang akan dinyalakan di belakang sekolah yang luas. Tora dan Miyano
bersiap-siap untuk membereskan stand mereka yang akan tutup. Beberapa stand
lain juga nampaknya sudah berancang-ancang untuk persiapan penutupan. Sejak
kembali dari belakang sekolah Tora lebih banyak diam. Sama halnya dengan Shou
yang saat itu terpaksa menunggu di stand milik Hiroto. Ia dan pemuda itu jadi
sedikit lebih akrab karena kejadian itu. Sedangkan Nao, ia tak langsung pulang.
Nasib sial datang padanya saat teman-temannya menemukannya dan mulai
mengajaknya bermain. Saga kembali ke UKS, namun pikirannya benar-benar kalut
saat itu.
Secara tak sengaja, mereka semua muncul ke
belakang sekolah. Tora dan Miyano yang mewakili perusahaan diminta untuk ikut
menyulut kembang api. Shou dan Hiroto mencoba untuk menikmati acara penutupan
ini. Nao yang apes terpaksa harus ikut menonton bersama dengan teman-temannya
menyebalkan. Saga yang kelewat suntuk seharian bersembunyi di UKS akhirnya
muncul juga. Di sisi-sisi yang tak pernah bayangkan sebelumnya, mata kelima
pemuda itu bertemu pandang di lingkaran besar penyalaan kembang api. Perasaan
yang bercampur-campur teraduk menjadi satu ketika mereka berlima saling
memandang.
“Cih!” Saga mundur lebih dulu.
Diikuti oleh Tora yang sudah tidak mood, Shou ikut mundur diikuti oleh
Hiroto, Nao yang beralasan ingin ke belakang padahal mencoba kabur. Mereka
semua pergi.
“Kelinci…?”
Mengejutkan. Kelima pemuda itu terfokus
pada kelinci di depan mata mereka. Hiroto dan Shou saling menatap bingung
bercampur kaget.
“Kau melihatnya?!” seru Shou.
“Ya! Kenapa tidak!”
Mereka mengejarnya.
“Tunggu!”
Tora berlari kecil meninggalkan Miyano
yang memanggil-manggil namanya, tetapi ia hiraukan. Kelinci aneh berompi itu
benar-benar membuatnya penasaran setengah mati.
“Heyy!!”
Saga melompati batu untuk dapat mengejar
kelinci aneh itu ke arah bukit. Kali ini dia bertekad akan mendapatkan kelinci
itu dan mengurungnya di rumah.
“Ck!”
Nao hampir saja kehilangan jejaknya saat
kelinci itu bergerak menuju ke dalam semak. Secepat kilat Nao menerobos semak
belukar itu dan hampir saja ia terjatuh.
“K-kau!”
Secara tak diduga Nao muncul di antara
keempat pemuda tadi. Ia melihat mereka semua dengan mata yang bingun. Demikian
pula yang terjadi pada Shou, Hiroto, Tora maupun Saga. Mereka semua berkumpul
di sana. Kelinci itu seperti menggiring mereka semua untuk datang ke tempat
itu.
“Sedang apa kalian?” tanya Saga.
“Aku juga baru mau menanyakan hal yang
sama.” Nao menjawab.
“Ini aneh.” Gumam Shou.
Tora nampak gusar. Merekapun sama. Mereka
melihat sekeliling mereka yang gelap. Lalu Hiroto menyahut, “Ngomong-ngomong,
mana kelinci yang tadi?”
“Kelinci?” ujar mereka bergantian.
“Kau melihatnya juga?”
“Kau pikir?”
“Jadi kalian semua melihat seekor kelinci
berlari kemari?” tandas Tora yang sedari tadi diam. Ini membuatnya hampir gila
saat semuanya mengangguk bersamaan.
“Kelinci aneh dengan rompi berwarna
biru…?” sambung Shou.
Lagi-lagi mereka semua mengangguk. Ini
sungguh aneh.
“Ini lelucon!” ujar Nao berbalik. “Aku mau
pergi.”
“Benar. Ini konyol.” Saga juga hendak
pergi.
Tora melihat Shou dan Hiroto yang saling
menatap kebingungan. Namun tiba-tiba saja sesuatu bergerak dari sebuah pohon.
Krosssaak!!
Mereka semua menoleh, bahkan Nao dan Saga
yang memutuskan pergi berbalik kali ini. Tora mencoba menajamkan
pendengarannya.
“Suaranya ada di balik pohon itu.”
Mereka semua menatap kosong pada sebuah
pohon tua yang berdiri tepat di depan mereka. Tora beranjak lebih dulu,
sebelumnya ia merogoh sakunya dan menemukan sebuah bolpoin dengan senter. Ia
menyenterinya agar mampu melihat dalam gelap. Hiroto membantunya, ia menyalakan
ponselnya. Hal yang sama Shou lakukan. Saga yang hanya melihat pelan-pelan
tertarik juga, tapi ia tidak bergerak dari sana. Nao hanya memperhatikan
mereka. Saat Tora dan kedua pemuda itu mengitari pohon tua itu, suara ribut
Hiroto terdengar.
“Ah! Ada lubang!”
Secara naluriah Saga mendatangi mereka. Nao
yang tadinya ragu juga akhirnya ikut mendatangi mereka dengan rasa penasaran
yang teramat tinggi. Dan benar saja, saat mereka semua melihat ke balik pohon
itu, di akar pohonnya terdapat sebuah lubang yang cukup lebar. Lubang yang
mungkin bisa dilewati oleh seorang manusia dewasa.
“Apa kelinci-kelinci itu asalnya dari
sini?” ujar Hiroto.
“Mungkin saja.” Jawab Shou.
“Jangan-jangan ini lubang kuburan masal
yang sering diceritakan anak-anak sekolah?” sahut Saga membuat yang lain
merinding.
“Ma-mana ada cerita begitu?” Hiroto
berusaha menampiknya.
“Kau kan kuper, kurang pergaulan. Mana
tahu kamu!” balas Saga.
Sementara itu Tora merunduk untuk melihat
lebih dalam dengan senternya, tetapi lubang-lubang itu seperti sangat gelap,
bahkan senter saja tidak mampu menembusnya. Nao yang ikut memperhatikannya jadi
ikut tegang tanpa sadar.
“Ah, begok. Kau, sih, penakut. Dasar
pendek!” ledek Saga.
“Siapa yang kau bilang pendek!” Hiroto
kesal.
“Berhenti, sudah cukup kalian.” Shou
menengahi.
“Dia yang mulai duluan.” Hiroto tak mau
kalah.
“Emang kenyataan, kok. Pendek…!”
“Isshh!!”
“Berisik kalian!” omel Nao. “Kekanakan
sekali!”
“Siapa kau berani mengatai kami kekanakan?
Muka tua!” balas Saga sengit.
“Hentikan omong kosongmu, begeng!” Nao
tersinggung.
“Begeng!? Katakan sekali lagi!” Saga
bersiap-siap memukul.
“Begeng!”
“Kau!”
“Berhenti!” Shou menarik lengan Saga.
“Tenanglah sedikit!”
“Kau yang bawel daritadi menyuruh diam,
sendirinya berisik!” Saga membalas.
“Kalian ini semuanya bermulut besar!” Tora
akhirnya kesal juga. “Bisa nggak sih kalian lebih tenang sedikit?”
“Ah, kau juga sama saja. Daritadi
memeriksa hasilnya nihil.”
“Bawel!”
“Kau yang bawel!”
“Hey, jangan dorong-dorong!”
“Heeeyyy!!!”
“Siapa yang dorong!”
“Kau yang dorong, tahu!”
Tora yang habis kesabaran segera bangkit
dan menarik Saga untuk diomeli, tetapi kakinya tergelincir pada ujung lubang
tanah tersebut sehingga ia terperosok jatuh sambil menarik Saga.
“Owaaaahhh!!!”
Saga spontan menarik Nao yang tak jauh
darinya sampai pemuda itu ikut terperosok bersama mereka.
“Hyaaaaahhhh!!!”
Hiroto dan Shou yang berusaha memegangi
merekapun bernasib sama. Alhasil, kelima pemuda itu akhirnya jatuh bersamaan ke
dalam lubang tersebut.
“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!”
Continued…
aaaaaaaaaaaaa!!!!!!!!!!!
BalasHapus*ikut teriak*
Curaang, abisnya di bagian begini.. papa cliff hanger, as usual :|
yaaaaaaaaaaaa kan biar seru di cliff hanger XDD
HapusAAAAAAAAAA...
BalasHapus*ikutan teriak*
wkwkwk..
Seru bgt pas bc bagian mereka cekcok(?) mulut itu XD
aaaaaa..
Penasaran gimana reaksi mereka pas nyampe di wonderland.trus apa yg akan mereka lakukan disana? XD
mereka cekcoknya kekanakan ya? xDD
Hapusyaa, mungkin gak akan beda jauh dari cerita aslinya, tapi ntar ada yg beda kok :D